Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Insiden Jack Doohan Picu Alarm Serius Terkait Keselamatan DRS di F1

ilustrasi sirkuit (IDN Times/Mardya Shakti)

Kecelakaan mengerikan menimpa Jack Doohan saat sesi latihan bebas di GP Jepang 2025 yang berlangsung di Sirkuit Suzuka. Mobil Doohan kehilangan kendali di Tikungan 130R, salah satu tikungan tercepat dan paling berbahaya di kalender Formula 1, ketika DRS miliknya tetap terbuka. Insiden ini mengakibatkan benturan hebat dengan kecepatan hampir 300km/jam, dan langsung memicu gelombang kekhawatiran mengenai keamanan drag reduction system (DRS).

Pasca kecelakaan tersebut, investigasi dilakukan oleh F1 Alpine untuk mengungkap penyebabnya. Data menunjukkan, DRS pada mobil Doohan aktif saat ia memasuki tikungan, sebuah kondisi yang seharusnya tidak mungkin terjadi. Fenomena ini menyulut perdebatan di kalangan pembalap dan pengamat, mempertanyakan apakah DRS benar-benar aman digunakan dalam formatnya saat ini.

1. Alpine konfirmasi ada kendala DRS di mobil Jack Doohan

Kecelakaan yang menimpa Jack Doohan di Suzuka mengundang keheranan banyak pihak karena terjadi dalam kondisi yang tidak biasa. Berdasarkan laporan investigasi yang dihimpun PlanetF1, DRS mobil A525 milik Doohan tetap terbuka saat ia memasuki Tikungan 130R, sebuah tikungan yang umumnya tidak memungkinkan penggunaan DRS karena risiko kehilangan daya cengkeram. Data mobil menunjukkan tidak adanya input pengereman maupun indikasi perangkat gagal mendeteksi kebutuhan untuk menutup DRS​.

F1 Alpine mengonfirmasi, insiden itu terjadi karena kombinasi langka dari perubahan gaya dan beban aerodinamis yang membuat sistem kontrol tidak merespons seperti seharusnya​. DRS aktif terbuka ketika mobil kehilangan sedikit traksi akibat perubahan beban lateral saat menikung, sehingga sistem gagal mendeteksi kondisi berbahaya dan tidak menutup sayap belakang. Meski unit DRS tidak mengalami kerusakan mekanis, perangkat sensor tidak cukup cepat merespons kehilangan grip yang mendadak​.

Hal ini menjadi sorotan karena menimbulkan pertanyaan: apakah DRS cukup aman jika bisa tetap terbuka dalam kondisi ekstrem? Telemetri dan sensor yang seharusnya berfungsi sebagai perlindungan justru tidak mampu mencegah insiden besar ini. Selain luka ringan pada Doohan, kekhawatiran lebih besar muncul dari kondisi tersebut bisa terjadi pada pembalap mana pun di sirkuit berkecepatan tinggi serupa.

2. Selain membantu pembalap dalam menyalip, DRS juga memiliki risiko dalam penggunaannya

DRS awalnya dirancang untuk meningkatkan peluang menyalip di F1 dengan cara mengurangi hambatan angin melalui pengaktifan sayap belakang yang bisa terbuka. Dalam praktiknya, sistem ini memberikan keuntungan signifikan dalam hal kecepatan, dengan tambahan top speed sekitar 10–15 km/jam di lintasan lurus. Namun, seiring berkembangnya teknologi dan strategi balapan, muncul risiko-risiko baru yang menyertai penggunaan DRS.

Sebelum insiden Doohan, beberapa kejadian telah menyoroti risiko sistem ini. Salah satunya terjadi di GP Arab Saudi 2022, di mana pembalap secara sengaja melambat menjelang zona DRS demi mendapatkan keuntungan aktivasi di lintasan lurus berikutnya. Praktik ini dikenal sebagai “DRS baiting”, yang meski legal secara regulasi, kerap menimbulkan situasi berbahaya di lintasan karena pembalap memperlambat laju mobil secara tiba-tiba di tengah duel kecepatan tinggi​.

Terlebih lagi, karakteristik sirkuit yang berbeda turut memengaruhi tingkat keamanan penggunaan DRS. Di trek seperti Suzuka atau Spa-Francorchamps yang memiliki tikungan cepat dan zona elevasi, penggunaan DRS bisa berubah menjadi bumerang. Ketika sistem terbuka dalam kondisi mobil belum sepenuhnya stabil, risiko kehilangan kontrol meningkat drastis. Hal inilah yang menjadi titik temu antara keunggulan strategis dan potensi kecelakaan serius yang mengintai.

3. Carlos Sainz dan Pierre Gasly menuntut FIA meninjau ulang regulasi keselamatan DRS

Insiden Doohan menjadi pemicu meningkatnya seruan dari para pembalap F1 agar regulasi DRS dikaji ulang secara menyeluruh. Pembalap Williams sekaligus Direktur baru Grand Prix Drivers' Association (GPDA), Carlos Sainz, mengungkapkan kecelakaan tersebut  harus direspons serius oleh FIA. Ia menekankan, DRS tidak boleh aktif di area seperti 130R, sekalipun secara teknis memungkinkan dalam pengaturan elektronik mobil​.

Sainz juga menambahkan mekanisme otomatisasi pada DRS seharusnya memiliki proteksi tambahan untuk mencegah terbukanya sayap di zona berbahaya. Ia menyarankan adanya integrasi lebih baik antara sensor grip dan pengontrol DRS untuk menjamin sistem hanya aktif saat kondisi benar-benar aman. Selain itu, beberapa pembalap menyerukan perlunya “zona hitam” DRS, area sirkuit yang sepenuhnya melarang aktivasi sistem meskipun mobil berada dalam jarak yang diperbolehkan.

Tekanan publik dan komunitas balap semakin meningkat agar FIA tidak hanya bereaksi secara pasif. Banyak pihak berharap badan regulasi ini segera meninjau ulang perangkat lunak kontrol DRS dan menentukan protokol fail-safe tambahan. Tujuannya agar teknologi yang awalnya diperkenalkan untuk meningkatkan aksi balapan tidak berubah menjadi sumber bahaya baru di lintasan.

Kecelakaan Jack Doohan menjadi peringatan keras jika inovasi dalam balapan harus selalu diimbangi dengan kontrol keselamatan yang memadai. Kini, saatnya Formula 1 dan FIA mengevaluasi kembali batas-batas aman dalam penggunaan DRS demi melindungi para pembalapnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Gagah N. Putra
EditorGagah N. Putra
Follow Us