Meta Ray-Ban Display, Inovasi Baru atau Ulangi Kesalahan yang Sama?

- Meta Ray-Ban Display hadir dengan layar monokular beresolusi 600x600 piksel, kamera 12 MP ultra-wide, dan Neural Band yang memungkinkan kontrol gestur intuitif.
- Peluncuran Meta Ray-Ban Display di Meta Connect 2025 mengalami beberapa masalah teknis dan distribusi terbatas, menimbulkan keraguan akan kesiapan produk ini.
- Isu privasi dan kenyamanan penggunaan menjadi perhatian utama, ditambah dengan harga tinggi yang membuat ekspektasi konsumen semakin tinggi.
Meta resmi memperkenalkan Meta Ray-Ban Display (2025) dalam ajang Meta Connect 2025 yang digelar pada 17 September 2025. Kehadiran perangkat ini menjadi bukti evolusi berkelanjutan dari proyek kacamata pintar Meta yang telah berjalan sejak 2021. Berbeda dari generasi sebelumnya yang hanya berfungsi sebagai kamera dan pemutar musik, versi terbaru hasil kolaborasi bersama EssilorLuxottica ini menghadirkan layar internal di lensa kanan (in-lens display) serta Neural Band berupa gelang elektromiografi (EMG) yang mampu membaca sinyal otot jari untuk mengendalikan navigasi gestur secara intuitif.
Peluncuran Meta Ray-Ban Display menandai keseriusan Meta dalam memperluas portofolio produk wearable technology-nya. Dibanderol seharga 799 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp13 juta, paket pembelian sudah mencakup kacamata, Neural Band, dan charging case. Perangkat ini mulai tersedia di pasar Amerika Serikat pada 30 September 2025. Sementara ekspansi global dijadwalkan bertahap hingga pertengahan 2026 di Inggris, Prancis, Italia, dan Kanada.
Kehadiran inovasi ini langsung memancing rasa penasaran publik, terutama setelah versi sebelumnya, Ray-Ban Meta, sempat menuai kritik karena persoalan privasi dan keterbatasan fungsi. Kini, Meta mencoba memperbaiki kelemahan tersebut dengan menambahkan layar mini dan sistem kontrol berbasis gestur yang lebih canggih. Pertanyaannya, apakah inovasi ini akan benar-benar sukses atau justru mengulang kesalahan yang sama seperti generasi sebelumnya? Simak penjelasannya berikut!
1. Meta Ray-Ban Display menyajikan layar monokular beresolusi 600x600 piksel

Perubahan paling signifikan dari generasi sebelumnya terletak pada hadirnya layar monokular beresolusi 600×600 piksel, yang mampu menampilkan beragam informasi secara langsung di lensa. Tingkat kecerahan mencapai 5.000 nit dan refresh rate 90 Hz membuat tampilan visual tetap jernih bahkan di bawah sinar matahari terik. Pengguna bisa melihat peta, pesan teks, hingga hasil pencarian AI tanpa perlu mengeluarkan HP dari saku. Fitur ini menjadikan Ray-Ban Display terasa seperti asisten pribadi yang selalu siap di depan mata.
Tak hanya fokus pada teknologi, Meta juga tetap mempertahankan desain klasik khas Ray-Ban. Kacamata ini dilengkapi lensa Transitions® yang menyesuaikan tingkat kegelapan secara otomatis. Meta Ray-Ban Display tersedia dalam dua pilihan warna yaitu Black dan Sand serta ukuran bingkai yang dapat disesuaikan. Di sisi fotografi, kamera 12 MP ultra-wide mendukung zoom 3x dan perekaman video 3K cocok untuk aktivitas dokumentasi harian.
Daya tahan baterainya mencapai 6 jam penggunaan. Sementara, charging case-nya mampu memperpanjang masa pakai hingga total 30 jam. Untuk AI asisten internal kini ditingkatkan dengan kemampuan menjawab pertanyaan secara kontekstual melalui sistem on-device learning sehingga interaksi terasa lebih cepat.
Selain itu, Meta juga memperkenalkan Neural Band, sebuah gelang yang dibekali teknologi Electromyography (EMG) sehingga bisa mengenali sinyal listrik otot di pergelangan tangan. Cukup dengan gerakan halus seperti menjentik atau mencubit jari, pengguna bisa mengontrol tampilan atau menjalankan perintah tanpa menyentuh kacamata. Cara interaksi ini terasa lebih natural dan membuka kemungkinan baru dalam penggunaan perangkat wearable sehari-hari.
2. Peluncuran Ray-Ban Display di ajang Meta Connect 2025 tidak berjalan mulus

Meski terlihat menjanjikan, peluncuran Meta Ray-Ban Display ternyata tidak sepenuhnya berjalan mulus. Dalam sesi demo di acara Meta Connect 2025, beberapa fitur kacamata pintar ini sempat tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Mengutip TechCrunch, Senin (6/10/2025), Andrew Bosworth, CTO Meta, menjelaskan melalui tanya jawab di Instagram bahwa masalah tersebut bukan disebabkan oleh koneksi Wi-Fi, melainkan oleh kerumitan sistem internal yang masih perlu disempurnakan. Insiden ini pun menimbulkan keraguan soal apakah perangkat tersebut benar-benar sudah siap untuk dipasarkan secara luas.
Di sisi lain, jangkauan distribusi Ray-Ban Display masih sangat terbatas. Menurut laporan UploadVR, Meta baru menjual perangkat ini di beberapa toko terpilih di Amerika Serikat. Calon pembeli bahkan diwajibkan mengikuti demo langsung sebelum bisa membeli produk tersebut. Antusiasme masyarakat memang tinggi. Ini terlihat dari jadwal demo yang sudah penuh hingga Oktober. Namun, kondisi ini juga menunjukkan bahwa kesiapan logistik Meta masih belum maksimal untuk mendukung peluncuran dalam skala besar.
Masalah teknis juga muncul dalam demo resmi di kantor pusat Meta. Fitur Live AI yang seharusnya menjadi daya tarik utama justru gagal berfungsi dengan baik. Bosworth mengakui bahwa timnya tanpa sengaja “menyerang diri sendiri” atau “we DDoS’d ourselves”. Hal itu terjadi karena traffic data dari seluruh kacamata demo diarahkan ke server pengembangan yang tidak siap menerima beban besar. Akibatnya, sistem menjadi lambat dan beberapa fitur berhenti merespons. Bosworth menyebut kejadian ini murni kesalahan internal, bukan kegagalan produk. Meski demikian, kejadian ini tetap menjadi momen memalukan di hari penting peluncuran.
Tak hanya itu, Mark Zuckerberg sempat mencoba melakukan panggilan WhatsApp langsung dari kacamata tersebut. Sayangnya, layar display malah mati tepat saat panggilan masuk yang membuat notifikasi tidak muncul. Bosworth menjelaskan bahwa insiden itu disebabkan oleh cacat teknis yang terjadi karena dua proses sistem berjalan secara tidak sinkron (race condition bug). Ia menegaskan bug itu sudah diperbaiki, tetapi kejadian ini menunjukkan bahwa Meta masih menghadapi persoalan klasik yakni koordinasi sistem dan kesiapan infrastruktur yang belum matang untuk penggunaan secara langsung.
Meski pihak Meta mencoba menenangkan publik dengan menyebutnya sebagai “demo fail, bukan product fail,”. Peristiwa ini kembali menegaskan bahwa bayang-bayang kegagalan masa lalu masih menghantui. Sama seperti Ray-Ban Stories generasi awal, produk terbaru ini kembali diuji bukan hanya lewat kecanggihan teknologinya, tetapi juga lewat kemampuan Meta untuk belajar dari kesalahan sebelumnya.
3. Privasi dan kenyamanan penggunaan masih menjadi PR

Masalah privasi masih menjadi bayang-bayang besar bagi Meta Ray-Ban Display, sebagaimana yang juga terjadi pada generasi pendahulunya. Dibekali kemampuan merekam video serta menampilkan data visual berbasis AI secara real time membuat potensi penyalahgunaan perangkat ini semakin meningkat. Lampu indikator perekaman yang berukuran kecil dianggap belum cukup efektif untuk memberi tahu orang di sekitar bahwa kamera sedang aktif, terutama di kondisi cahaya terang atau sudut pandang tertentu.
Sebuah penelitian oleh Zhang et al. (2025) membandingkan berbagai platform extended reality (XR) seperti Meta Quest 3, Meta Ray-Ban Display, Android XR, dan Microsoft HoloLens 2 yang semuanya mengintegrasikan model Large Language Model (LLM) seperti Llama dan ChatGPT. Hasil studi menunjukkan bahwa meskipun setiap platform menerapkan integrasi LLM dengan cara berbeda, semuanya memiliki kerentanan yang serupa yakni kemungkinan penyerang memodifikasi konteks publik di sekitar kueri LLM yang sah. Hal ini menyebabkan sistem memberikan umpan balik visual atau audio yang salah sehingga berpotensi menimbulkan risiko privasi bahkan ancaman keselamatan pengguna.
Dari sisi ergonomi, penggunaan layar monokular di satu sisi lensa berpotensi menimbulkan ketegangan mata jika digunakan terlalu lama. Meta mengklaim bahwa baterai Ray-Ban Display mampu bertahan hingga enam jam untuk penggunaan campuran, sementara Neural Band dapat digunakan hingga 18 jam. Namun, daya tahan tersebut dapat berkurang drastis jika fitur display dan asisten AI diaktifkan terus-menerus. Pada akhirnya, kombinasi antara isu privasi dan keterbatasan baterai menjadi dua tantangan terbesar yang harus diselesaikan Meta agar kacamata pintar ini benar-benar dapat diandalkan dalam penggunaan sehari-hari.
4. Harga tinggi berbanding lurus dengan ekspektasi tinggi pula dari konsumen

Banderol harga sekitar Rp13 jutaan membuat Meta Ray-Ban Display jelas belum ditujukan untuk pengguna umum. Harganya yang setara sebuah smartphone flagship membuat perangkat ini terasa lebih eksklusif sekaligus eksperimental. Melansir XRToday, produk ini masih tergolong “AI glasses” bukan "Augmented Reality Glasses" sesungguhnya karena belum mampu menampilkan representasi dunia nyata secara menyeluruh. Bagi sebagian pengguna, hal itu mungkin membuat pengalaman terasa kurang “wah” dibandingkan ekspektasi awal.
Meski demikian, Meta tetap optimis. Keberadaan Ray-Ban Display semata-mata bukan menggantikan peran HP, melainkan membantu pengguna tetap terkoneksi tanpa kehilangan fokus pada dunia sekitar. Jika Meta berhasil memperluas dukungan aplikasi, meningkatkan daya tahan baterai, dan menekan harga pada generasi berikutnya, bukan tidak mungkin kacamata ini menjadi jembatan menuju era AR glasses yang benar-benar praktis dan fungsional.
Secara konsep, Ray-Ban Display memang merupakan terobosan maju dibandingkan generasi sebelumnya. Perpaduan antara layar visual, kecerdasan buatan, dan kontrol gestur menjadikannya salah satu perangkat wearable paling menarik di tahun 2025. Bila implementasi teknologinya sukses dan isu privasi dapat diatasi, kacamata ini berpotensi mengubah cara manusia berinteraksi dengan teknologi dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, inovasi yang menggoda saja tidak cukup. Meta harus memastikan Ray-Ban Display benar-benar stabil, nyaman digunakan, dan memiliki nilai tambah bagi pengguna. Tanpa hal itu, produk ini berisiko mengulangi nasib perangkat pintar terdahulu yang gagal menembus pasar luas.
Apabila Meta mampu belajar dari kesalahan masa lalu dan menempatkan pengalaman pengguna sebagai prioritas utama, Ray-Ban Display bisa menjadi tonggak sejarah baru bagi industri smart glasses. Sebaliknya, jika tidak, inovasi ini mungkin bakal bernasib sama seperti banyak perangkat pintar yang sudah ada sebelumnya. Bagaimana menurutmu? Apakah Meta Ray-Ban Display merupakan langkah visioner menuju masa depan atau hanya sekadar ide cemerlang yang muncul terlalu dini?