Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menkomdigi: AI Berisiko Terhadap Pekerja Perempuan

Meutya Hafid, Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) (IDN Times/Misrohatun)
Intinya sih...
  • Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyoroti dampak AI terhadap pekerja perempuan.
  • Indonesia AI Institute (IAII) didirikan untuk pengembangan, literasi, dan penerapan AI di Indonesia.
  • Pemerintah berkomitmen memperluas akses digital, mendorong partisipasi perempuan dalam ekosistem AI, dan mengatasi kesenjangan gender dalam teknologi.

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid menyebut bahwa kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) membawa tantangan dan risiko tertentu. Salah satu yang paling signifikan adalah dampak terhadap pekerja perempuan.

Hal ini disampaikan saat dirinya melakukan sambutan dalam acara peluncuran Indonesia AI Institute yang digelar secara daring, pada Sabtu (15/03/2025).

Harus dibarengi langkah yang tepat

Di Indonesia, pemanfaatan AI masih relatif terbatas, baik di bidang pendidikan maupun industri. Padahal revolusi industri 4.0 telah membawa transformasi signifikan di berbagai sektor, termasuk pendidikan, industri, dan pemerintahan.

Indonesia AI Institute (IAII) menjawab kebutuhan ini dengan menjadi lembaga penelitian yang didedikasikan untuk pengembangan, literasi, dan penerapan AI di Indonesia yang diinisiasi oleh Iim Fahima Jachja, Dr. Ayu Purwarianti dan Noudie de Jong.

"Ini adalah langkah besar membangun ekosistem kecerdasan buatan yang inklusif, inovatif dan berdaya saing. Selamat kepada seluruh tim yang telah bekerja keras khususnya dua perempuan hebat Iim Fahima Jachja dan Dr. Ayu Purwarianti, yang telah menjadi penggerak utama di balik inisiatif ini," papar Meutya.

Kolaborasi dan inovasi

Ilustrasi perempuan karier (pexels.com/Photo by Vlada Karpovich)

Menurut Meutya, kehadiran Indonesia AI Institute ini membuktikan bawa kolaborasi dan juga inovasi adalah kunci dalam membuka potensi besar AI di Indonesia.

"Kita semua telah menyaksikan bagaimana Artificial Intelligence atau AI telah menjadi katalis utama dalam berbagai transformasi digital di berbagai sektor," katanya.

AI bukan lagi sekadar konsep di masa depan tetapi sudah hadir di keseharian kita, dari otomatisasi industri, personalisasi layanan digital, hingga analisis big data. Namun dengan kemajuan ini muncul pula tantangan-tanganan baru yang harus kita hadapi bersama.

"Kami telah menerapkan kebijakan untuk mendukung transformasi digital yang beretika dan berkeadilan diantaranya adalah penguatan regulasi dan kebijakan. Kami telah mengesahkan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi untuk menjaga keamanan informasi masyarakat dan juga telah menerbitkan surat edaran etika AI, menekankan pentingnya transparansi, inklusivitas, dan nondiskriminasi dalam pengembangan teknologi kecerdasan buatan," Meutya menjelaskan.

Butuh lebih banyak keterlibatan perempuan

Kemudian, terkait pengembangan infrastruktur digital dan literasi AI. Komdigi terus memperluas akses ke seluruh pelosok negeri, memastikan setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk pemanfaatan teknologi. Selain itu gerakan menjangkau jutaan masyarakat kini diperkuat dengan fokus pada literasi AI, termasuk bagi perempuan dan kelompok rentan agar mereka tidak tertinggal di era otomatisasi ini.

Selanjutnya dengan mendorong partisipasi perempuan dalam ekosistem AI. Data saat ini menunjukkan keterlibatan perempuan dalam pengembangan dan kepemimpinan AI masih jauh dari ideal, padahal inklusivitas gender dalam teknologi tidak hanya menciptakan solusi yang lebih beragam tetapi juga memastikan bahwa AI tidak mereproduksi bias yang ada di masyarakat.

Pemerintah akan terus bekerja sama dengan akademisi, indutri, dan organisasi internasional untuk memastikan perempuan mendapatkan akses dan peluang yang setara dalam industri AI.

"Otomatisasi yang didorong oleh AI dapat mengancam pekerjaan-pekerjaan yang selama ini didominasi oleh kaum perempuan. Jika kita tidak mengambil langkah yang tepat, kesenjangan digital antara laki-laki dan perempuan bisa semakin melebar," ungkap Meutya.

Peluang kesetaraan gender

(Pexels/Tima Miroshnichenko)

Digitalisasi yang cepat telah menyoroti tantangan yang terus ada, khususnya kesenjangan gender dalam akses dan penggunaan teknologi, menurut Ulziisuren Jamsran, Perwakilan UN Women untuk Indonesia dan Liaison ASEAN.

"Meskipun semakin banyak perempuan di seluruh dunia yang terhubung ke internet setiap tahun, hanya 20 persen perempuan di negara-negara berpenghasilan rendah yang online," katanya.

Walau banyak tantangan, dia juga mengemukakan AI memiliki potensi yang sangat besar untuk mempercepat kesetaraan gender. Di Indonesia, adopsi AI akan memberikan efek siginifikan, di mana pada tahun 2030 teknologi tersebut diproyeksikan memberikan kontribusi antara 2,83 persen hingga 3,67 persen terhadap PDB Indonesia, setara dengan USD366 miliar.

Indonesia diidentifikasi sebagai global leader dalam adopsi AI di tempat kerja, dengan 92 persen pekerja kantor menggunakan generative AI. Potensi yang besar ini jangan sampai membuat kita terlena.

“Saat ini Indonesia menempati peringkat ke-46 dari 62 negara dalam Global AI Index 2023, yang menekankan pentingnya investasi berkelanjutan dalam infrastruktur digital dan adopsi AI yang merata. Sangat penting untuk mengatasi kesenjangan ini dan memastikan bahwa manfaat AI dapat dinikmati secara adil di seluruh sektor masyarakat” lanjutnya.

Tujuan adanya IAII

Indonesia AI Institute bertujuan untuk meningkatkan literasi dan kemampuan AI di masyarakat Indonesia, mempromosikan inovasi serta penelitian di bidang AI yang menjawab kebutuhan lokal dan nasional.

Dr. Ayu Purwarianti, peneliti Pusat AI Institut Teknologi Bandung, mengungkapkan pihaknya tengah melakukan penelitian tentang sentiment analysis di sektor ekonomi dan keuangan untuk meningkatkan pengambilan keputusan berbasis data.

"Sentiment Analysis yang akan dilakukan menggunakan berbagai pendekatan, mulai dari Multi Domain, Aspect Base, Knowledge Graph, Named Entity Recognition (NER) dan LLM. Analisis akan dilakukan menggunakan dua bahasa, Indonesia dan Inggris. Harapannya penelitian ini dapat mengidentifisi sentimen yang terkandung dalam berita secara akurat dan dapat dimanfaatkan untuk memprediksi pergerakan pasar finansial ataupun ekonomi,” jelasnya.

Riset dan penelitian

Kecerdasan Buatan Teknologi Robot (pixabay/Tumisu/ilustrasi artikel)

Secara bersamaan, Indonesia AI Institute juga melakukan riset yang memadukan teknologi VR dan AI untuk membantu pendidikan. Use case yang digunakan pada saat ini adalah penanaman nilai-nilai kebangsaan melalui pendekatan sejarah dan pengenalan para pahlawan.

Ketika penelitian ini sukses, maka teknologi yang dibangun dapat diterapkan di berbagai bidang lain mulai dari pelatihan di dunia industri hingga di sektor pariwisata.

Penelitian lain yang pada saat ini telah dimanfaatkan adalah AI Teaching Tools, yaitu pemanfaatan AI dalam penyusunan rencana pembelajaran. Tools ini telah disampaikan ke para guru dalam pelatihan AI Literacy for Teachers.

Dengan ini mereka dapat membuat rencana pengajaran dengan cepat sekaligus mempertimbangkan faktor-faktor lokal, sehingga pengajaran dapat lebih mudah diterima oleh siswa.

Mereka juga tengah mempersiapkan buku “Membuat Chatbot itu Mudah”. Hal ini dilakukan mengingat peranan Chatbot dalam perekonomian yang signifikan. Chatbot akan mendorong consumer engagement, meningkatkan produktifitas dan eifisiensi bagi berbagai pihak.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Achmad Fatkhur Rozi
Misrohatun H
Achmad Fatkhur Rozi
EditorAchmad Fatkhur Rozi
Follow Us