Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
wifi-spelled-out-with-arrows.jpg
Ilustrasi internet (Freepik/Freepik)

Intinya sih...

  • Komdigi dorong operator seluler untuk menyediakan akses internet hingga 100 Mbps di wilayah tanpa jaringan serat optik.

  • Penetrasi fixed broadband masih rendah, dengan banyak sekolah, puskesmas, kantor desa, dan rumah tangga yang belum terkoneksi.

  • Pemerintah siapkan spektrum baru dan model jaringan open access untuk mendukung program internet murah dengan kecepatan tinggi.

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah melakukan pembicaraan dengan operator seluler terkait penyediaan akses internet hingga 100 Mbps yang ditargetkan melayani wilayah tanpa jaringan serat optik.

Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Ismail menyebut bahwa operator seluler mendukung program tersebut. Dia mengatakannya usai menghadiri acara Symposium & MoU Signing dengan tema "Building a Resillient Digital Indonesia: Integrating AI, Cybersecurity and Privacy" di Jakarta, pada Kamis (26/05/2025).

Penetrasi fixed broadband

Menurut data Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital Kementerian Komdigi, sebanyak 86 persen sekolah (190.000 unit) masih belum mempunyai akses internet tetap. Selain itu, 75 persen Puskesmas (7.800 unit) belum terkoneksi dengan baik, 32.000 kantor desa masih berada dalam zona blank spot, dan penetrasi fixed broadband baru menjangkau 21,31 persen rumah tangga di Indonesia.

Program ini dalam rangka untuk mengejar ketertinggalan penetrasi fixed broadband yang masih di bawah 20 persen, di mana ada rumah-rumah level medium sampai low yang belum menggunakan internet tetap.

"Makanya harus ada terobosan, selain juga tarifnya supaya affordable buat masyarakat di middle dan low. Jadi ujungnya kita dorong fixed broadband itu untuk menjadi internet murah dan buat masyarakat," ujar Ismail.

Didesain sebagai internet tetap

Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Ismail (IDN Times/Misrohatun)

Mereka mengusung konsep broadband wireless access (BWA) untuk fixed broadband, bukan seperti mobile broadband yang bisa dibawa ke mana saja.

"Bukan BWA untuk menjadi mobile. Ini tidak bisa, memang didesain hanya untuk fixed broadband. Dari awal sampai akhir sudah dibatasi, tidak ada nomornya, tidak ada kemampuan untuk handover," kata Ismail.

Pertemuan dengan operator seluler juga untuk penekanan bahwa spektrum frekuensi 1,4 GHz tidak boleh digunakan untuk mobile broadband, hanya fixed broadband saja.

Upaya ini diharapkan akan membuka jalan bagi penyediaan layanan internet tetap berkecepatan tinggi di area yang belum terjangkau jaringan serat optik, khususnya untuk fasilitas publik seperti sekolah, pusat layanan kesehatan, kantor desa, dan rumah tangga.

Persiapan lelang

Untuk mendukung hal ini, pemerintah telah menyiapkan spektrum baru yang akan dialokasikan secara transparan kepada penyelenggara jaringan tetap. Model jaringan yang akan diterapkan bersifat open access, artinya pemegang izin wajib membuka infrastrukturnya untuk digunakan bersama oleh penyelenggara telekomunikasi yang lain.

"Kebijakan ini akan difasilitasi melalui alokasi spektrum baru dan skema jaringan terbuka (open access) yang mendorong keterlibatan banyak pihak dengan harga layanan terjangkau," Ismail menjelaskan.

Untuk mengejar kesenjangan angka tersebut, Komdigi akan melampirkan syarat-syarat di dalam rencana lelang.

Kesiapan Peraturan Menteri sebagai landasan hukum dari program internet murah ini pun telah melalui konsultasi industri. Proses seleksi operator akan dimulai tahun ini dengan skema yang transparan dan akuntabel, mengedepankan kesiapan teknologi dan komitmen untuk menyediakan layanan dengan harga yang terjangkau.

Editorial Team