5 Hal Penting di Balik Slogan G20: Recover Together, Recover Stronger

Sejak Desember 2021 Presidensi G20 resmi dibuka oleh Presiden Jokowi. Indonesia pun menjadi tuan rumah platform multilateral strategis yang beranggotakan 20 negara berkembang dan maju dengan GDP terbesar di dunia tersebut. Rangkaian acaranya pun akan terus berlanjut hingga Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada Oktober 2022 mendatang.
Presidensi G20 mengusung slogan "Recover Together, Recover Stronger". Slogan ini dibuat tentu dengan alasan atau makna yang sangat berarti dan berkaitan dengan situasi pandemi COVID-19 yang menyerang hampir seluruh negara di dunia selama dua tahun terakhir.
Wempi Saputra, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, menjelaskan alasan penggunaan slogan tersebut serta agenda-agenda penting yang diusung dalam Presidensi G20 melalui webinar bertajuk "Dukungan Penuh untuk G20 Indonesia di Mata Milenial dan Gen Z" yang diselenggarakan oleh IDN Times dan Kementrian Keuangan RI pada Jumat, 12 Februari 2022.
1. Slogan Recover Together, Recover Stronger menyemangati 3 pilar

Melalui slogan Recover Together, Recover Stronger , Indonesia mendorong semua negara untuk bekerja sama mencapai pemulihan dunia yang lebih kuat dan berkelanjutan di tengah perekonomian dunia yang masih terkena dampak pandemik COVID-19.
Melihat banyaknya tantangan yang akan dihadapi untuk proses pemulihan dan perlunya tindakan kolektif, Presidensi G20 diharapkan memiliki proyek dan manfaat yang konkret, baik secara global maupun domestik, dan fokus pada tiga pilar utama, yaitu Arsitektur Kesehatan Global, Transisi Energi Berkelanjutan, dan Transformasi Digital.
Inti dari tiga pilar tersebut adalah penanganan pandemi secara masif untuk mendorong pembangunan dan mencapai pemulihan ekonomi yang lebih cepat dan mencegah pandemi di masa depan.
2. Proses pemulihan ekonomi global sudah berlangsung, tapi tidak seimbang

Selain tiga pilar yang menjadi fokus utama dalam Presidensi G20, Wempi Saputra juga menyampaikan alasan penggunaan slogan Recover Together, Recover Stronger. Alasan pertama adalah proses pemulihan ekonomi global akibat pandemi COVID-19 sebenarnya sudah berlangsung tetapi tidak seimbang antara satu negara dengan negara lainnya.
"Ada yang sudah pulih, ada yang masih tertatih-tatih," ungkap Wempi.
Setelah diidentifikasi, negara-negara berkembang rupanya lebih cepat pulih karena sektor-sektornya sudah sembuh (bangkit) pasca pandemi. Sementara negara miskin dan negara-negara berkembang lainnya agak terlambat. Ketidakseimbangan inilah yang kemudian akan dibahas kemudian ditemukan solusi dan formula kerja samanya dalam pemulihan ekonomi secara global.
2. Belum terkendalinya pandemik dan vaksinasi yang belum merata

Saat ini vaksinasi sudah terlaksana sedemikian cepat di berbagai negara di dunia. Sayangnya, masih ada negara-negara yang belum maksimal dalam pelaksanaan vaksinasi tersebut.
"Negara-negara seperti Afrika baru 10% (yang melaksanakan vaksinasi) sehingga risiko penyebaran COVID-19 yang saat ini terus berlangsung (dan) tetap menghantui di berbagai negara. Situasi pandemi yang belum terkendali, vaksinasi yang tidak merata, dan pemulihan ekonomi yang tidak seimbang dapat menimbulkan risiko global," jelas Wempi.
3. Terdapat global megatrend issue terkait digital dan perubahan iklim

Global megatrend issue terkait digital dan perubahan iklim akan menjadi isu yang harus dipahami dan dipantau bersama, khususnya millenial dan gen z, karena hal ini akan menentukan masa depan bersama. Bahkan Wempi juga mendorong millenial dan gen z, dapat berkontribusi di dalamnya sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa optimal.
Pandemik telah menimbulkan banyak peralihan kebiasaan dari konvensional menjadi digital, seperti webinar dan sistem work form home. Ditambah lagi dengan invesitasi digital, penggunaan mata uang digital, dan inklusi keuangan untuk pendanaan UMKM dan penyaluran bantuan sosial.
Melihat hal ini, memang sudah seharusnya pengembangan infrastruktur digital untuk memicu pertumbuhan ekonomi di masa depan menjadi pembahasan dalam G20.
Sedangkan dalam perubahan iklim, transisi energi menjadi topik yang akan dibahas lebih lanjut mengingat sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia berbahan bakar batu bara yang menyumbangkan efek rumah kaca cukup besar. Sesuai dengan Paris Agreement, G20 berkomitmen mengurangi efek rumah kaca hingga 29% pada tahun 2030 untuk mencegah terjadinya pemanasan global di masa depan.
5. Pemulihan ekonomi harus dilakukan secara kolektif

Pandemi COVID-19 telah mengajarkan kepada kita semua bahwa tidak ada negara yang dapat menghadapi kondisi ini sendirian sehingga pemulihan ekonomi menjadi fokus penting untuk dibahas.
Semua anggota G20 akan membuat exit strategy atau semacam formulasi insentif agar pemulihan ekonomi jangka pendek maupun jangka panjang bisa berjalan secara kolektif, sinkron, dan selaras sehingga tidak ada perbedaan antara negara maju dan berkembang.
Di saat bersamaan masih ada banyak kesenjangan di beberapa negara dalam mengatasi krisis dan menjadi masalah yang terus membayangi. Untuk itu, Indonesia berkomitmen mengajak seluruh dunia untuk bekerja sama, pulih bersama, tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan bersama. Recover Together, Recover Stronger!