AS Selidiki Kepatuhan China atas Kesepakatan Dagang 2020

- Penyelidikan AS terhadap kepatuhan China pada kesepakatan dagang "Phase One" yang ditandatangani bersama Presiden Donald Trump pada 2020.
- Penyelidikan ini memeriksa apakah Beijing telah melaksanakan komitmen perdagangan yang mencakup peningkatan pembelian produk pertanian dan energi dari AS, serta perlindungan terhadap kekayaan intelektual.
- Pemerintah AS tampaknya mencari alat tekanan baru terhadap Beijing untuk meningkatkan pembelian produk pertanian dan energi Amerika.
Jakarta, IDN Times - Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) memulai penyelidikan baru terhadap kepatuhan China pada kesepakatan dagang “Phase One” yang ditandatangani bersama Presiden Donald Trump pada 2020. Penyelidikan ini dilakukan di bawah Section 301 Trade Act 1974 dan berpotensi membuka jalan bagi penerapan tarif tambahan terhadap produk-produk asal China.
Langkah ini diumumkan pada Jumat (24/10/2025), satu hari sebelum pertemuan baru antara pejabat tinggi Amerika Serikat (AS) dan China di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Sabtu (25/10/2025). Pertemuan tersebut dijadwalkan membahas pembatasan ekspor logam tanah jarang (rare earths) yang diberlakukan Beijing sejak awal Oktober 2025.
1. Penyelidikan diumumkan jelang pertemuan Trump–Xi
Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, menyampaikan bahwa penyelidikan tersebut dipicu oleh ketidakpatuhan China terhadap kesepakatan yang telah dibuat lima tahun lalu.
“Peluncuran investigasi ini menandakan tekad pemerintahan Trump untuk memastikan bahwa China memenuhi kewajibannya di bawah Perjanjian Fase Satu, serta melindungi petani, pekerja, dan inovator Amerika,” kata Geer, dilansir South China Morning Post.
Penyelidikan ini memeriksa apakah Beijing telah melaksanakan komitmen perdagangan yang mencakup peningkatan pembelian produk pertanian dan energi dari AS, serta perlindungan terhadap kekayaan intelektual. USTR menegaskan akan menilai dampak kelalaian China terhadap industri AS sebelum menentukan langkah lanjutan.
2. Kemungkinan sanksi tarif baru terhadap China
Berbagai analis menilai penyelidikan ini membuka peluang diterapkannya tarif baru, terutama menjelang rencana pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping di Seoul, Korea Selatan, pada Kamis (30/10/2025).
“Pemerintah tampaknya mencari alat tekanan baru terhadap Beijing untuk meningkatkan pembelian produk pertanian dan energi Amerika,” kata Wendy Cutler, Wakil Presiden Asia Society Policy Institute yang juga mantan negosiator perdagangan AS.
Trump dalam beberapa kesempatan menegaskan kesiapan meningkatkan tarif hingga 100 persen terhadap impor dari China jika negara tersebut terus melanggar kesepakatan dagang. Di sisi lain, Beijing meminta Washington agar menghindari ancaman semacam itu selama dialog perdagangan masih berlangsung.
3. Pembicaraan terkait ekspor rare earths di Malaysia
USTR Greer dan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, berangkat ke Malaysia pada Rabu (22/10/2025), untuk melakukan pertemuan dengan pejabat China membahas kontrol ekspor logam tanah jarang.
“China telah mengambil langkah sangat agresif untuk membatasi ekspor bahan penting bagi industri teknologi canggih,” kata Greer.
China sebelumnya mengumumkan akan memperketat ekspor bahan tersebut mulai November 2025, tindakan yang dinilai Washington melanggar semangat kesepakatan dagang tahun 2020. Kedua negara dijadwalkan melanjutkan pembicaraan pada Sabtu (25/10/2025) di Kuala Lumpur untuk mencari solusi seimbang terkait pasokan logam strategis ini.
“Masih ada ruang positif bagi AS dan China untuk membangun praktik dagang yang lebih setara,” tambah Greer.


















