AS Tolak Konsultasi India atas Tarif Tembaga 50 Persen

- AS menjadikan Pasal 232 sebagai dasar hukum tarif.
- India dan AS berulang kali berselisih di WTO.
- Tarif berdampak pada perdagangan dan negosiasi bilateral.
Jakarta, IDN Times – Amerika Serikat (AS) menolak permintaan India untuk mengadakan konsultasi di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengenai tarif 50 persen pada impor tembaga dan produk turunannya. Washington beralasan bahwa tarif yang mulai berlaku sejak 1 Agustus 2025 itu bukanlah tindakan pengamanan sebagaimana klaim New Delhi.
India sebelumnya mengajukan permintaan konsultasi pada 2 September 2025 dengan dasar Perjanjian tentang Tindakan Pengamanan (AoS) WTO.
AS menyampaikan penjelasannya kepada Komite Tindakan Pengamanan WTO pada Senin (15/9/2025).
“Amerika Serikat tidak mempertahankan tindakan ini berdasarkan ketentuan tindakan pengamanan/darurat…dan AoS. Oleh karena itu, tarif ini bukan tindakan pengamanan, dan tidak ada dasar untuk melakukan konsultasi berdasarkan AoS terkait tindakan ini,” kata AS dikutip dari The Hindu Business Line.
Washington menilai tarif tersebut semata-mata ditujukan untuk melindungi keamanan nasional.
1. AS menjadikan Pasal 232 sebagai dasar hukum tarif

Tarif impor itu diterapkan berdasarkan Pasal 232 Undang-Undang Ekspansi Perdagangan AS 1962, yang memberikan kewenangan kepada presiden untuk membatasi impor barang bila dianggap mengancam keamanan nasional. Washington menyatakan kebijakan terhadap produk tembaga diperlukan dengan mengacu pada Pasal XXI General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994. Penegasan itu memperlihatkan bahwa AS menempatkan tarif tersebut dalam kerangka perlindungan keamanan nasional, bukan tindakan pengamanan.
Namun, India memandang keputusan itu berbeda. New Delhi menilai bahwa meski dibungkus alasan keamanan, kebijakan itu pada hakikatnya adalah tindakan pengamanan. India juga menyoroti bahwa AS tidak menyampaikan pemberitahuan resmi kepada Komite Tindakan Pengamanan WTO, yang menurutnya melanggar aturan perdagangan internasional.
2. India dan AS berulang kali berselisih di WTO

Dilansir dari Economic Times, penolakan terbaru ini menambah panjang daftar perselisihan dagang India dan AS di WTO. Sebelumnya, Washington juga menolak permintaan konsultasi India terkait tarif baja dan aluminium, serta tarif pada mobil dan komponen otomotif. Dalam setiap kasus, AS bersikukuh bahwa kebijakan berdasarkan Pasal 232 merupakan langkah keamanan nasional, bukan instrumen pengamanan dagang.
India di sisi lain terus mengajukan keberatan. New Delhi berargumen bahwa tarif-tarif itu sejatinya berfungsi sebagai tindakan pengamanan sehingga seharusnya dicabut. Perbedaan tajam dalam mengklasifikasi tarif Pasal 232 mencerminkan jurang pandangan antara kedua negara mengenai batas antara alasan keamanan dan aturan perdagangan multilateral.
3. Tarif berdampak pada perdagangan dan negosiasi bilateral

Tarif 50 persen pada tembaga dan produk turunannya berlaku tanpa batas waktu untuk semua impor tertentu sejak 1 Agustus 2025. Nilai ekspor produk tembaga India ke AS pada tahun fiskal 2025 tercatat sebesar 360 juta dolar AS (setara Rp5,9 triliun). Meski volumenya relatif kecil, kalangan industri memperingatkan kebijakan ini bisa memicu efek domino global yang berpotensi menekan sektor chip dan elektronik India.
Persoalan tarif ini juga masuk dalam agenda diplomasi bilateral. Pada Selasa (16/9/2025), para negosiator AS berada di New Delhi untuk mengadakan pembicaraan sehari penuh mengenai Perjanjian Perdagangan Bilateral (BTA). Kedua pihak berusaha mengurai kebuntuan dalam negosiasi dengan target menyelesaikan perjanjian sebelum akhir 2025, dilansir dari News Arena India.
Permintaan konsultasi India mencerminkan kepentingan ekspornya di pasar tembaga AS sekaligus kekhawatiran terhadap dampak global dari tarif tersebut. Penolakan berulang AS menunjukkan betapa sulitnya menyelaraskan alasan keamanan nasional dengan aturan yang berlaku di WTO.