Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bos Bulog Sebut Harga Beras Belum Akan Turun, Ini Sebabnya

Ilustrasi pedagang beras di pasar tradisional. (IDN Times/Hamdani)

Jakarta, IDN Times - Perum Bulog mengungkapkan harga beras di dalam negeri belum turun meskipun pemerintah sudah mengguyur program bantuan pangan beras.

Direktur Utama Perum BULOG Bayu Krisnamurthi memaparkan, harga beras belum turun disebabkan oleh penurunan produksi, surplus yang berkurang, biaya input yang tinggi, dan ketidakstabilan pasar dunia.

Dia menjelaskan bahwa produksi beras mengalami penurunan dari 2022 ke 2023, meskipun masih ada kelebihan pasokan (surplus), jumlahnya sudah berkurang.

"Masalahnya di produksi. BPS (Badan Pusat Statistik) sudah mengatakan tahun 2023 produksi kita turun," kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (11/1/2024).

1. Harga beras diperkirakan belum turun di awal tahun

Pedagang beras di Pasar Kebon Roek Ampenan Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Pada awal 2024, kata dia, belum ada tanda positif terkait penurunan harga beras. Alasannya adalah pertama, produksi beras masih belum pulih. Kedua, biaya input tetap tinggi, terutama harga pupuk yang bergejolak di tingkat global.

Ketiga, kebijakan-kebijakan negara lain belum membuat pasar dunia stabil, sehingga terjadi fluktuasi harga yang signifikan.

Situasi di Indonesia juga mencerminkan defisit, terutama pada Januari dan Februari, disebabkan sebagian besar Jawa mundur dalam penanaman beras, yang berdampak pada penundaan panen dan sulitnya pasokan beras dari dalam negeri.

"Bagi Indonesia situasinya lagi-lagi saya menggunakan data BPS yang mengatakan bahwa Januari dan Februari kita masih defisit dalam jumlah yang cukup besar," ujar Bayu.

2. Merevisi harga eceran tertinggi beras bukan solusi

Pedagang beras di Pasar Sindu, Cakranegara, Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Bayu menerangkan, harga beras yang masih tinggi dipengaruhi faktor fundamental terkait produksi dan pasokan beras. Jadi, mengubah harga eceran tertinggi (HET) dirasa tidak akan memiliki dampak signifikan.

Saat ini, dengan naiknya harga beras, secara otomatis HET telah dilanggar. Jadi, jika harga eceran tertinggi dinaikkan, hal itu mungkin hanya akan menjadi pembenaran kenaikan harga tanpa pengaruh nyata pada situasi pasokan dan produksi beras.

"Sekarang jelas sudah dilanggar HET itu. Kalau nanti kita naikin HET-nya, hanya mungkin untuk seperti pembenaran kenaikan harga," tuturnya.

Oleh karena itu, saat ini fokusnya adalah memastikan ketersediaan beras untuk 22 juta masyarakat yang paling membutuhkan, agar mereka tidak khawatir dan tetap tenang, karena kelompok tersebut sangat bergantung pada makanan.

3. Bulog hanya bisa memastikan pasokan beras tersedia di pasaran

Beras impor dari Vietnam dan Thailand penuhi kebutuan di Kalbar. (IDN Times/Teri).

Selain menyalurkan bantuan pangan dari negara, Bulog menerapkan program Stabilitas Pasokan Harga Pangan (SPHP) sebagai upaya mengatasi harga beras yang tinggi.

SPHP berbeda dengan bantuan pangan gratis, karena dalam SPHP, beras dijual secara komersial namun dengan harga lebih murah. Tujuannya adalah menekan harga beras ke bawah.

"Kalau bahasanya Bulog, strategi ini namanya strategi menggandoli harga. Jadi harganya kita gandolin ke bawah dengan beras SPHP. Ini cukup efektif di beberapa daerah," tutur Bayu.

Meskipun efektif di beberapa daerah dengan kecenderungan penurunan harga, secara nasional, pengaruhnya terbatas karena program tersebut hanya bisa menahan harga agar tidak merangkak naik, namun tidak bisa mendorong penurunan harga secara signifikan.

"Kuncinya masih tetap harus di produksi, intinya itu. Tambahan dari impor yang 2 juta ton kah, mungkin bisa lebih dari itu, itu hanya bisa menjaga saja, mengisi yang tadinya terjadi kekurangan (pasokan)," tambahnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us