Cegah Peredaran Rokok Ilegal, Kebijakan Tarif Cukai Tak Boleh Eksesif

- Misbakhun mendorong DJBC melakukan penyesuaian bisnis tembakau dan kaji ulang tarif cukai agar penerimaan negara optimal.
- Kebijakan tarif cukai hasil tembakau jangan eksesif, perlu dianalisis kondisi Gudang Garam dan mengatur exit strategy.
- GAPPRI dukung roadmap kebijakan tarif cukai dan HJE 2026-2029, meminta tidak menaikkan tarif CHT dan HJE hingga 2029 serta melibatkan pemangku kepentingan terkait.
Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mendorong Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) melakukan penyesuaian terhadap aktivitas bisnis tembakau. Selain itu, dia juga meminta DJBC mengkaji ulang penerapan tarif cukai pada industri produk tembakau secara moderat sehingga penerimaan negara dapat semakin optimal.
Menurut Misbakhun, kebijakan tarif cukai hasil tembakau jangan sampai eksesif. Sehingga, industri hasil tembakau tidak mengalami kontraksi. Dia mencontohkan kunjungan Komisi XI ke pabrik rokok Gudang Garam beberapa waktu lalu.
"Selama ini kan kita berpihak ke Sigaret Kretek Tangan (SKT), tetapi sekelas Gudang Garam, untuk golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM I) mengalami kontraksi yang luar biasa. Nah, konstraksi luar biasa produksinya menurun, tetapi di pasar tembakau ini habis," ujar Misbakhun, dikutip Kamis (8/5/2025).
1. Pemerintah perlu atur exit strategy

Menurut Misbakhun, kondisi yang dialami Gudang Garam harus dianalisis dan perlu mengatur exit strategy-nya, apakah ini juga dialami oleh pabrik rokok lainnya atau tidak.
"Kalau ini dialami oleh pabrik rokok yang lainnya, berarti sistem tarif cukai selama ini selalu menggunakan single model yaitu kenaikan tarif serta selalu dikenakan pada golongan SKM I, maka kita harus mengkaji ulang. Karena itu, eksesif dari sisi apa produksi dan eksesif terhadap penerimaan cukai kita," kata politisi Partai Golkar tersebut.
2. GAPPRI minta IHT diberikan waktu pemulihan

Di sisi lain, Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) secara prinsip mendukung dirumuskannya peta jalan (roadmap) kebijakan tarif cukai dan harga jual rokok eceran (HJE) untuk periode 2026-2029. Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, meminta pemerintah melakukan dua hal agar roadmap yang tengah digodok tersebut jadi kebijakan efektif dan efisien.
Pertama, agar selama 2026-2029, industri hasil tembakau (lHT) diberi waktu pemulihan terutama dari tekanan rokok murah yang tidak jelas asal dan produsennya. Hal itu dilakukan dengan cara tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE).
"Kemudian, pada 2029 saat daya beli membaik dapat dinaikkan sesuai kondisi pertumbuhan ekonomi atau inflasi," ujar Henry.
3. Perlu keterlibatan stakeholders
Kedua, pentingnya melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) terkait akan memastikan keseimbangan yang inklusif dan berkeadilan antara aspek kesehatan, tenaga kerja lHT, pertanian tembakau dan cengkeh, peredaran rokok murah yang tidak jelas produsennya, serta penerimaan negara melalui Roadmap IHT lndustri 2026-2029.
"Kami berharap, semoga hasil perumusan peta jalan ini jadi solusi bagi mengamankan pendapatan negara dari sektor Cukai Hasil Tembakau, kelangsungan tersedia lapangan pekerjaan, efek ganda, nilai tambah serta pengamanan investasi," tutur Henry.