Chili Buka Peluang Ekspor Mobil Listrik dari Indonesia

- Permintaan mobil listrik di Chili tinggi tapi harga masih mahal
- Kerja sama Indonesia-Chile terkait kendaraan listrik memiliki potensi besar
- Sebanyak 40 persen total ekspor Chili ditujukan ke Asia
Jakarta, IDN Times - Pemerintah Chili membuka peluang bagi Indonesia untuk memperluas pasar ekspor mobil listrik ke negara di Amerika Selatan tersebut. Peluang ini didorong oleh hubungan dagang yang semakin erat antara kedua negara, khususnya melalui perjanjian perdagangan komprehensif atau Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) yang telah disepakati sebelumnya.
Wakil Menteri Hubungan Ekonomi Internasional Chili, Claudia Sanhueza menegaskan, CEPA memberikan keunggulan tersendiri bagi produk-produk Indonesia di pasar Chili, terutama dengan penerapan tarif nol. Hal ini, menurutnya, membuka jalan bagi Indonesia untuk bersaing secara kompetitif di sektor kendaraan listrik yang saat ini tengah berkembang pesat di Chili.
"Karena kita memiliki CEPA, yaitu perjanjian dengan Indonesia, maka barang yang diproduksi langsung di Indonesia bisa masuk ke pasar Chili dengan tarif nol," kata Wakil Menteri Hubungan Ekonomi Internasional Chili Claudia Sanhueza di acara Chile-Indonesia Trade Engagement Seminar di Hotel Fairmont Jakarta, Senin (8/9/2025).
1. Permintaan mobil listrik di Chili tinggi tapi harga masih mahal

Menurut Claudia, permintaan terhadap mobil listrik di Chili saat ini cukup tinggi. Namun, harga kendaraan ramah lingkungan tersebut masih tergolong mahal. Kondisi ini, lanjutnya, menjadi peluang strategis bagi industri otomotif Indonesia untuk masuk ke pasar Chili.
“Kami memang membutuhkan lebih banyak mobil listrik di Chili, tetapi harga saat ini masih relatif tinggi. Ini bisa menjadi kesempatan bagi industri Indonesia untuk menawarkan produk yang kompetitif. Chili sendiri telah menjalin lebih dari 30 perjanjian perdagangan dengan berbagai negara di dunia. Dalam konteks itu, persaingan terjadi di antara negara-negara mitra dagang kami. Kami terbuka untuk kehadiran perusahaan-perusahaan baru yang ingin masuk ke pasar Chili,” tuturnya.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Duta Besar Chili untuk Indonesia, Mario Artaza turut menekankan pentingnya penguatan kerja sama antara kedua negara dalam membangun ekosistem kendaraan listrik di tingkat global.
2. Kerja sama Indonesia-Chile terkait kendaraan listrik memiliki potensi besar

Ia mengatakan, kerja sama antara Indonesia dan Chili di sektor kendaraan listrik dinilai memiliki potensi besar untuk diperkuat, terutama karena kedua negara sama-sama memiliki cadangan sumber daya alam (SDA) yang strategis dalam pengembangan industri tersebut.
Duta Besar Chili untuk Indonesia, Mario Artaza menyampaikan, Chili merupakan salah satu negara dengan cadangan litium terbesar di dunia, sementara Indonesia dikenal dengan cadangan nikel yang melimpah dua komponen utama dalam produksi baterai kendaraan listrik.
“Industri kendaraan listrik menjadi alternatif nyata untuk memperkuat kerja sama bilateral,” ujar Mario.
3. Sebanyak 40 persen total ekspor Chili ditujukan ke Asia

Direktur Jenderal ProChile, Ignacio Fernández menegaskan komitmen negaranya untuk memperkuat hubungan perdagangan dengan negara-negara Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Langkah ini merupakan bagian dari strategi Chili dalam memperluas pasar ekspor nontradisional dan mendiversifikasi mitra dagangnya di kawasan Asia.
Fernández menjelaskan, hampir 40 persen dari total ekspor Chili tahun lalu ditujukan ke kawasan Asia, dengan nilai mencapai sekitar 55 miliar dolar AS. Namun demikian, hanya sekitar 4 persen dari ekspor tersebut yang mengalir ke negara-negara ASEAN.
“Sebagian besar ekspor kami masih terfokus pada Tiongkok, India, Jepang, dan Korea. Kami melihat ASEAN, terutama Indonesia sebagai pasar dengan potensi besar yang belum tergarap secara optimal,” ujarnya.
Salah satu sektor yang menjadi fokus utama Chili adalah produk pangan. Berdasarkan data, negara-negara ASEAN mengimpor produk pangan senilai sekitar 4 miliar dolar AS pada tahun lalu. Namun, pangsa Chili dalam pasar tersebut masih berada di bawah 1 persen.
“Artinya, ada ruang sebesar 99 persen yang belum kami manfaatkan. Ini merupakan peluang besar — tidak hanya untuk produk pangan, tetapi juga untuk anggur dan jasa. Potensi kerja sama di kawasan ini sangat luas,” ucap Fernández.