Ekonom: Stimulus Pemerintah Sudah Tepat, Fokus Bantu Kelas Menengah

- Pemerintah menggulirkan 6 stimulus ekonomi untuk dorong pertumbuhan ekonomi kuartal II hingga 5 persen (yoy).
- Kebijakan efisiensi anggaran melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 menjadi faktor memperlambat pergerakan ekonomi pada kuartal I-2025.
Jakarta, IDN Times – Ekonom menilai langkah pemerintah yang mulai menggulirkan enam stimulus ekonomi yang dimulai pada 5 Juni 2025 sudah tepat untuk mendorong kinerja ekonomi kuartal II agar mencapai level 5 persen (year on year/yoy). Pasalnya, laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2025 tercatat hanya 4,87 persen (yoy).
Ekonom senior Samuel Sekuritas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, keenam stimulus tersebut merupakan respons yang telah lama ditunggu oleh dunia usaha dan masyarakat kelas menengah yang terdampak tekanan ekonomi sejak awal tahun.
"Paket stimulus Ini saya rasa merupakan bagian dari langkah pemerintah untuk melakukan normalisasi pertumbuhan ekonomi yang seharusnya minimal 5 persen (yoy), sehingga ini adalah paket stimulus yang paling banyak menyentuh middle class," katanya dalam diskusi di Jakarta, Rabu (28/5/2025).
1. Kebijakan efsiensi anggaran di kuartal I sebabkan ekonomi tak sampai 5 persen

Ia menjelaskan, salah satu faktor yang memperlambat pergerakan ekonomi pada kuartal I-2025 adalah kebijakan efisiensi anggaran melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Kebijakan ini menuntut birokrasi untuk melakukan penyesuaian signifikan yang akhirnya berdampak pada lambatnya realisasi belanja pemerintah.
Akibatnya, belanja pemerintah pada kuartal I-2025 tercatat mengalami kontraksi sebesar -1,38 persen secara tahunan (yoy), jauh berbeda dengan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh sekitar 20 persen.
"Dampak langsungnya tercermin pada pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 yang hanya mencapai 4,87 persen atau turun dibandingkan kuartal I tahun 2024 sebesar 5,11 persen (yoy)," ujarnya.
2. Ada lima stimulus yang langsung menyasar kelas menengah

Menurutnya, dari enam program stimulus yang digulirkan pemerintah, lima di antaranya secara langsung menyasar kelas menengah, sementara hanya satu program berupa bantuan sosial (bansos) yang ditujukan kepada 18 juta penerima manfaat.
Program-program lainnya seperti diskon tarif listrik, subsidi transportasi, dan bantuan subsidi upah dirancang untuk meringankan beban pengeluaran kelas menengah yang selama ini berjuang di tengah tekanan ekonomi.
“Kita harus ingat, kelas menengah ini berjuang di tengah. Mereka bukan orang kaya, tapi juga bukan penerima bansos karena tidak masuk kategori miskin,” ucap Fithra.
3. Diskon tarif listrik 50 persen bantu ringankan beban kelas menengah

Fithra menegaskan, saat kelas menengah menghadapi kesulitan, mereka cenderung tidak mendapatkan bantuan apa pun. Mereka berada di posisi rentan, yakni tidak cukup kaya untuk bertahan sendiri, namun juga tidak cukup miskin untuk mendapatkan perlindungan sosial dari pemerintah.
Kebijakan diskon tarif listrik 50 persen dinilainya cukup signifikan dalam membantu meringankan beban pengeluaran masyarakat kelas menengah. Namun, insentif ini belum cukup untuk mendorong pemulihan daya beli secara menyeluruh.
"Diskon tarif listrik sebesar 50 persen menurut saya cukup signifikan dalam membantu meringankan beban kelas menengah. Namun, pelajaran dari kuartal I (2025) menunjukkan bahwa potongan tarif saja tidak cukup. Pada Januari dan Februari, kita melihat kelas menengah memang terbantu dengan pengurangan beban pengeluaran, tetapi kepercayaan mereka untuk melakukan konsumsi masih perlu dibangkitkan," tuturnya.
Dengan demikian, menurutnya, stimulus ekonomi ini bisa menjadi awal yang baik untuk mendorong konsumsi rumah tangga dan kepercayaan pasar. Namun, ia mengingatkan bahwa stimulus fiskal harus dibarengi dengan reformasi struktural agar dampaknya tidak hanya bersifat sementara.