Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Indonesia Dinilai Kurang Menarik Buat Family Office, Ini Sebabnya

ilustrasi keluarga merayakan pesta (pexels.com/Gustavo Fring)
ilustrasi keluarga merayakan pesta (pexels.com/Gustavo Fring)
Intinya sih...
  • Indonesia dinilai memiliki risiko kerahasiaan data yang tinggi, terutama setelah kebocoran data pemerintah dan bank syariah baru-baru ini.
  • Regulasi yang sering berubah-ubah di Indonesia membuat family office enggan menanamkan investasi jutaan dolar karena risiko hukum yang tinggi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara mengkritisi rencana pemerintah untuk menarik investasi family office ke Indonesia.

Menurutnya, ada beberapa hambatan yang signifikan yang harus diatasi oleh pemerintah sebelum family office dapat beroperasi secara efektif di Indonesia. Pertama, Bhima menyoroti isu kerahasiaan data. Bagi orang-orang superkaya atau crazy rich, privasi data adalah faktor utama dalam menempatkan dana mereka.

“Masalahnya Indonesia baru-baru ini mengalami kebocoran data yang cukup fatal baik pusat data pemerintah maupun bank syariah,” kata Bhima kepada IDN Times, Sabtu (6/7/2024).

1. Aturan di Indonesia yang sering berubah-ubah beri ketidakpastian

Ilustrasi Undang-Undang (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi Undang-Undang (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurutnya, regulasi di Indonesia yang sering berubah-ubah juga menjadi persoalan utama. Bhima menggarisbawahi ketidakpastian regulasi membuat family office enggan untuk menanamkan investasi jutaan dolar di negara dengan risiko hukum yang tinggi.

Mereka cenderung menghindari pasar yang regulasinya tidak stabil karena dapat berdampak negatif pada perhitungan untung-rugi mereka.

“Regulasi di Indonesia sering berubah-ubah jadi persoalan utama. Bayangkan family office investasi jutaan dolar, kemudian regulasi tidak pasti. Pastinya mereka kalkulasi untung rugi dari risiko hukum,” tuturnya.

2. Indonesia bukan surga pajak meski ada insentif perpajakan

ilustrasi pajak (Freepik.com)
ilustrasi pajak (Freepik.com)

Bhima menyebutkan negara-negara yang menjadi lokasi favorit family office biasanya adalah surga pajak atau negara yang menawarkan tarif pajak yang sangat rendah, seperti Gibraltar, Panama, dan Virgin Islands.

Meskipun Indonesia menawarkan insentif pajak khusus untuk family office, menurut dia, Indonesia tidak dapat dikategorikan sebagai surga pajak, yang menjadi daya tarik utama bagi family office.

“Indonesia bukan surga pajak meski ada pemberian insentif pajak khusus ke family office,” kata dia.

3. Kedalaman pasar dan pengawasan sektor keuangan jadi tantangan

Ilustrasi pencucian uang. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi pencucian uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dia juga menyoroti kedalaman pasar keuangan dan kelengkapan produk keuangan di Indonesia masih kurang dibandingkan negara lain. Misalnya, rasio aset keuangan terhadap PDB Indonesia yang hanya 77 persen, jauh tertinggal dibandingkan Malaysia yang mencapai 256 persen.

Menurut Bhima, hal tersebut menunjukkan bahwa pasar keuangan Indonesia belum cukup matang untuk menarik family office.

Selain itu, ada kekhawatiran mengenai isu pencucian uang dan tindak pidana lintas negara di Indonesia. Nilai transaksi judi online yang mencapai Rp600 triliun dan melibatkan yurisdiksi negara lain menunjukkan pengawasan sektor keuangan di Indonesia masih lemah.

“Kalau pengawasan sektor keuangan lemah maka family office pun khawatir ikut terseret dugaan pencucian uang,” ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us