Insentif PPh Final 0,5 Persen untuk UMKM Berlaku Permanen

- Tarif pajak UMKM bukan hal baru dan sebelumnya sudah tertuang dalam PP/55/2022
- Ada praktik penghindaran pajak agar dapat fasilitas PPh final 0,5 persen
Jakarta, IDN Times – Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menegaskan, insentif pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5 persen bagi pelaku UMKM kini resmi diberlakukan secara permanen. Keputusan ini, menurutnya, menjadi bentuk komitmen pemerintah dalam mendukung keberlanjutan pertumbuhan sektor UMKM yang selama ini menjadi penopang perekonomian nasional.
Ia menjelaskan, selama ini UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun memang bebas pajak. Sementara itu, dengan omzet di atas Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar dikenakan tarif 0,5 persen.
"Permanen (insentif PPh final 0,5 persen untuk UMKM), jadi sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Sudah dibahas, sudah diputuskan," ujar Maman, dikutip Selasa (18/11/2025).
1. Tarif pajak UMKM bukan hal baru dan sebelumnya sudah tertuang dalam PP/55/2022

Tarif pajak untuk UMKM ini bukan hal baru. Aturan sebelumnya tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.
Awalnya pemerintah memutuskan untuk memperpanjang insentif tersebut hingga 2029, dan akhirnya memutuskan untuk mempermanenkan tarif PPh final 0,5 persen untuk UMKM.
2. Ada praktik penghindaran pajak agar dapat fasilitas PPh final 0,5 persen

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan, praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak pengguna skema PPh final 0,5 persen. Padahal, tarif pajak ini seharusnya hanya diperuntukkan bagi pelaku UMKM sebagai upaya meringankan beban pajak dan mendorong pertumbuhan usaha kecil.
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto mengatakan, pihaknya menemukan praktik bunching, yaitu menahan omzet yang seharusnya dilaporkan. Selain itu, terindikasi pula praktik firm splitting, yakni pemecahan usaha oleh pengusaha besar agar tetap bisa memanfaatkan tarif PPh final 0,5 persen.
Praktik ini jelas merugikan negara karena mengurangi penerimaan pajak yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan layanan publik.
"Ada beberapa praktik dari wajib pajak yang mendapat fasilitas PPh final 0,5 persen, dengan melakukan praktek bouncing atau menahan omzet dan melakukan praktek firm splitting atau pemecahan usaha," ujarnya.
3. Tutup celah penghindaran pajak
Pemerintah saat ini tengah menyiapkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 untuk menutup celah penyalahgunaan aturan. Di samping itu, Bimo juga mengusulkan perubahan Pasal 57 ayat 1 dan 2 dalam PP tersebut agar wajib pajak yang menyalahgunakan aturan dapat dikecualikan.
“Untuk itu, kami mengusulkan perubahan pada Pasal 57 ayat 1 dan ayat 2 di Bab 10 terkait pengaturan ulang subjek PPh final 0,5 persen bagi wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu, dengan mengecualikan wajib pajak yang berpotensi menggunakan aturan ini sebagai sarana penghindaran pajak atau praktik anti-avoidance,” tutur Bimo.


















