Kena Masalah Gegara IPO di Hong Kong, Ini Pemilik J&T Express

Jakarta, IDN Times - Indonesia memiliki banyak perusahaan jasa ekspedisi atau pengiriman barang. J&T Express salah satunya. J&T Express berdiri pertama kali pada Agustus 2015 Meskipun baru delapan tahun berdiri, J&T Express telah menjelma menjadi salah satu perusahaan jasa ekspedisi ternama di Indonesia.
Namun, belakangan ini nama J&T Express dibicarakan karena diketahui dikuasai saham asing 100 persen. Hal itu muncul ke permukaan usai J&T Express melakukan initial public offering (IPO) di bursa Hong Kong (HKEX).
1. Co-founder J&T Express adalah mantan dua pentolan OPPO

Pendiri sekaligus pemilik awal J&T Express merupakan eks CEO OPPO Indonesia bernama Jet Lee, bersama Tony Chen, rekannya yang juga merintis OPPO. Keduanya memutuskan keluar dari OPPO Indonesia dan kemudian membangun perusahaan jasa ekspedisi.
J&T pun dipilih sebagai nama perusahaan tersebut dengan mengambil inisial nama mereka berdua, Jet dan Tony.
2. Investor dan valuasi J&T Express
Laporan dari CB Insight menyebutkan bahwa valuasi J&T Express saat ini menyentuh angka 20 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp318 triliun. Adapun investor yang menaungi J&T Express saat ini adalah Hillhouse Capital Management, Boyu Capital, dan Sequoia Capital China.
Atas valuasi tersebut, J&T Express menyandang status sebagai startup yang termasuk decacorn dan bersanding bersama Gojek. Decacorn sendiri merupakan sebutan bagi startup yang punya valuasi di atas 10 miliar dolar AS.
3. IPO di Hong Kong

Baru-baru ini, J&T Global Express Ltd yang akan melaksanakan IPO di Hong Kong mengaku telah mengakali regulasi investasi di Indonesia dengan pendirian PT Global Jet Express (J&T Express). Melalui prospektus, J&T Global mengaku memiliki 100 persen saham di J&T Express melalui praktik pinjam nama atau nominee.
Merespons hal tersebut, Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Barang Indonesia (Asperindo), Budiyanto Darmastono menilai aksi J&T telah melanggar ketentuan investasi di Indonesia, di mana kepemilikan perusahaan asing seharusnya maksimal 49 persen.
Dengan demikian, J&T dinilai sebagai perusahaan dengan penanaman modal asing (PMA) telah menggarap aktivitas logistik di kawasan yang tidak seharusnya.