Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenaikan Harga Kakao Ghana Terkendala Penguatan Mata Uang Lokal

Ilustrasi kakao (freepik.com/freepik)
Ilustrasi kakao (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Pemerintah Ghana menaikkan harga beli kakao sebesar 4,2 persen menjadi 3.228,75 cedi (Rp5,02 juta) per karung.
  • Pemerintah juga memberikan subsidi pupuk gratis dan jaminan harga tetap untuk menjaga pendapatan petani.
  • Anggota parlemen dan petani menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan tersebut karena dianggap tidak memadai.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Ghana mengumumkan kenaikan harga beli kakao untuk petani sebesar 4,2 persen pada Senin (4/8/2025). Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Cassiel Ato Forson di Accra dan mulai berlaku pada Kamis (7/8/2025), bertepatan dengan dimulainya musim panen 2025-2026.

Kebijakan ini menjadi perhatian dunia karena Ghana merupakan produsen kakao terbesar kedua di dunia dan penguatan mata uang lokal, cedi, dinilai membatasi ruang untuk kenaikan lebih besar. Kenaikan harga beli kepada petani diumumkan sebesar 3.228,75 cedi (Rp5,02 juta) untuk setiap karung 64 kilogram. Besaran ini merupakan 70 persen dari nilai free-on-board (FOB) ekspor, sesuai janji Presiden John Mahama, namun jauh di bawah ekspektasi akibat penguatan nilai cedi sejak semester awal 2025.

1. Penetapan harga baru akibat penguatan cedi

Menteri Keuangan Cassiel Ato Forson mengumumkan bahwa penetapan harga baru sebesar 3,228.75 cedi (Rp5,02 juta) per karung, menjadi satu-satunya solusi di tengah penguatan cedi yang signifikan.

“Pemerintah tidak dapat menaikkan harga lebih tinggi karena nilai tukar cedi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang semakin kuat selama 2025 telah mengurangi pendapatan ekspor jika dikonversikan ke mata uang lokal.” ujarnya, dikutip Bloomberg.

Forson menekankan bahwa jika kurs awal tahun tetap berlaku, petani seharusnya bisa menerima hingga 3.600 cedi (Rp5,6 juta) per karung, namun hal itu tidak dapat terealisasi.

Penguatan cedi, yang naik lebih dari 30 persen sejak awal 2025, telah memangkas laba petani kendati harga kakao dunia naik jauh lebih tinggi secara dolar. Sementara dalam dolar, harga beli melonjak dari 3.100 dolar AS (Rp4,8 juta) menjadi 5.400 dolar AS (Rp8,4 juta) per ton atau naik 62,58 persen.

2. Subsidi dan kompensasi pemerintah bagi petani

Pemerintah Ghana juga memperkenalkan kebijakan subsidi komplementer untuk menjaga pendapatan petani. Selain menaikkan harga beli kakao, pemerintah mengumumkan pemberian subsidi berupa pupuk gratis, insektisida, peralatan pertanian, serta jaminan harga tetap guna menahan dampak nilai tukar.

“Program pupuk gratis akan kami kembalikan mulai musim 2025-2026 untuk membantu petani menghadapi kenaikan biaya produksi,” ujar Forson, dikutip News Ghana.

Langkah intervensi seperti ini sebelumnya juga dilakukan dengan cara mempertahankan harga tetap cedi per karung di tengah penguatan mata uang, bahkan pemerintah mengaku telah mensubsidi lebih dari 1.100 cedi (Rp1,7 juta) per karung sejak kuartal II 2025. Tindakan ini dimaksudkan melindungi petani agar tidak kehilangan penghasilan dari fluktuasi global dan penguatan nilai cedi.

3. Kritik dan respons terhadap ketetapan pemerintah

Sejumlah anggota parlemen dan petani menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan ini. Dr. Isaac Yaw Opoku, anggota komite pangan dan pertanian parlemen Ghana, menyatakan ketidakpuasan pada proses penetapan harga karena dianggap tidak sepenuhnya mempertimbangkan kebutuhan petani kecil.

“Saya tidak sependapat dengan asumsi pemerintah dalam perhitungan harga, termasuk nilai FOB dan kurs cedi yang digunakan. Petani berharap mendapat imbal hasil lebih besar, yaitu hingga 6 ribu cedi (Rp9,3 juta) per karung sesuai janji kampanye,” ujar Dr. Opoku, dikutip Citinewsroom.

Kelompok petani menganggap bahwa kenaikan yang hanya 4,2 persen di tingkat lokal tidak sepadan dengan lonjakan harga kakao di pasar internasional serta meningkatnya biaya produksi, kendati mereka menerima kembali program subsidi input. Sementara itu, pemerintah menilai kebijakan ini merupakan wujud keberpihakan karena sudah menetapkan proporsi harga ekspor ke petani paling tinggi sejak beberapa dekade terakhir.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us