Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kerekan UMP 2026 Masih Berat untuk Dongkrak Daya Beli Masyarakat

Ilustrasi upah (IDN Times)
Ilustrasi upah (IDN Times)
Intinya sih...
  • Kenaikan UMP akan tergerus oleh faktor inflasi pangan dan energi.
  • Tak hanya soal UMP, masalah struktural turut jadi penyebab turunnya daya beli.
  • Gelombang PHK masih berlanjut di tahun depan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang akan berlaku tahun depan di tingkat provinsi, diperkirakan tidak akan memberikan dorongan signifikan terhadap daya beli masyarakat berpenghasilan menengah. Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan potensi peningkatan konsumsi rumah tangga pada 2026 diperkirakan tetap marginal pertumbuhannya.

"Kenaikan UMP akan meningkatkan daya beli masyarakat, tetapi dampaknya akan terbatas," ungkap Yusuf kepada IDN Times, Selasa (29/12/2025).

Pemerintah telah merancang formula kenaikan yang mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, serta memperlebar rentang alfa dari 0,5 hingga 0,9. Namun, dampak positif dari kebijakan ini masih diragukan. Faktor-faktor lain seperti inflasi pangan dan energi tetap menjadi penghambat utama.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga Indonesia pada tahun ini masih tumbuh di bawah 5 persen, angka yang mencerminkan penurunan signifikan dalam pola konsumsi masyarakat. Pada kuartal III 2024, konsumsi rumah tangga tercatat hanya tumbuh 4,8 persen, jauh dari target pemerintah yang menginginkan pertumbuhan di atas 5 persen.

Angka ini menunjukkan bahwa daya beli rumah tangga masih tertekan, meskipun sejumlah kebijakan diharapkan dapat mendorong pemulihan ekonomi. Sebagai salah satu pilar utama perekonomian Indonesia, sektor konsumsi berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), namun kontribusinya belum memperlihatkan lonjakan yang signifikan.

1. Kenaikan UMP akan tergerus oleh faktor inflasi pangan dan energi

Screenshot 2025-12-31 231616.jpg
Kenaikan UMP Tak Sanggup Dongkrak Daya Beli. (IDN Times/Mardya Shakti).

Meskipun kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 diharapkan dapat memberikan dorongan terhadap daya beli masyarakat, sejumlah faktor eksternal seperti inflasi pangan dan energi tetap menjadi penghambat utama.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan konsumsi rumah tangga Indonesia pada tahun ini masih tumbuh di bawah 5 persen, angka yang mencerminkan penurunan signifikan dalam pola konsumsi masyarakat. Pada kuartal III 2024, konsumsi rumah tangga tercatat hanya tumbuh 4,8 persen, jauh dari target pemerintah yang menginginkan pertumbuhan di atas 5 persen.

Angka ini menunjukkan daya beli masyarakat masih tertekan, meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendorong pemulihan ekonomi. Sektor konsumsi, yang menjadi salah satu pilar utama perekonomian Indonesia dan berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), belum menunjukkan lonjakan signifikan dalam pertumbuhannya.

Yusuf membeberkan satu faktor kunci yang menghambat pertumbuhan konsumsi rumah tangga adalah inflasi pangan. Komponen pangan, menurut sejumlah ahli, memiliki volatilitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti perubahan iklim dan curah hujan yang tidak terduga. Selain pangan, pergerakan harga bahan bakar minyak (BBM) juga menjadi penentu utama dalam arah inflasi secara keseluruhan.

Kenaikan harga energi berpotensi menimbulkan efek rambatan atau "second round effect" yang dapat mempengaruhi harga barang dan jasa lainnya, semakin menambah beban biaya hidup masyarakat.

"Dalam konteks ini, inflasi pangan menjadi faktor kunci yang sangat menentukan daya beli masyarakat. Karena pangan sangat bergantung pada faktor eksternal yang sulit diprediksi," kata Yusuf.

Merujuk pada pengalaman tahun-tahun sebelumnya, perubahan harga BBM sering kali dipengaruhi oleh pertimbangan politik dan situasi geopolitik global yang tidak stabil. Risiko tersebut masih ada, apalagi di tengah ketegangan geopolitik yang terus berlangsung, khususnya antara Amerika Serikat dan China.

"Bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, kenaikan UMP yang meskipun signifikan, tidak serta merta dapat mengimbangi kenaikan harga pangan dan energi. Sebagai hasilnya, daya beli mereka diperkirakan tetap terbebani, dan pemulihan ekonomi yang diharapkan masih sulit tercapai," tegasnya.

2. Tak hanya soal UMP, masalah struktural turut jadi penyebab turunnya daya beli

(Ilustrasi tenaga kerja) ANTARA FOTO/Siswowidodo
(Ilustrasi tenaga kerja) ANTARA FOTO/Siswowidodo

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai masalah struktural dalam perekonomian menjadi faktor utama yang menghambat pemulihan daya beli masyarakat. Menurutnya, meskipun kebijakan ekonomi telah diambil, perbaikan yang signifikan belum terlihat.

"Pemulihan daya beli masih sangat terbatas dan berpotensi terus tertekan dalam waktu dekat. Salah satu penyebab utama, adalah masalah struktural dalam perekonomian Indonesia yang belum teratasi," tegasnya.

Salah satu masalah utama yang menghambat daya beli masyarakat adalah deindustrialisasi yang terus berlanjut. Menurut Wijayanto, sektor industri Indonesia mengalami penurunan yang signifikan, yang berdampak pada kurangnya penciptaan lapangan kerja baru. Bahkan deindustrialisasi ini menyebabkan sektor-sektor yang dulu menjadi penopang utama perekonomian, seperti manufaktur, semakin melemah, sementara sektor-sektor lainnya belum bisa menyerap tenaga kerja secara optimal.

Tanpa adanya penciptaan lapangan kerja baru yang memadai, daya beli masyarakat, khususnya di kalangan buruh dan pekerja, akan tetap tertekan. Hal ini pada akhirnya menghambat konsumsi rumah tangga, yang merupakan pilar utama dalam pertumbuhan ekonomi.

Masalah lainnya adalah ketidakpastian yang melanda dunia usaha. Dunia usaha di Indonesia masih cenderung "wait and see" atau menunggu dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan besar, karena kondisi iklim usaha yang kurang kondusif. Banyak pelaku usaha yang khawatir terhadap ketidakpastian ekonomi, sehingga mereka enggan untuk berinvestasi atau memperluas bisnis.

"Iklim usaha yang buruk, termasuk peraturan yang tidak stabil dan biaya operasional yang terus meningkat, menyebabkan dunia usaha kesulitan untuk berkembang," kata Wijayanto.

Keadaan ini memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, karena dunia usaha yang stagnan tidak mampu menyerap tenaga kerja baru dan meningkatkan daya beli masyarakat. Di sisi lain, sektor informal semakin dominan dalam perekonomian Indonesia, tetapi sektor ini hanya mampu menciptakan pekerjaan berkualitas rendah. Banyak masyarakat yang terjebak dalam pekerjaan informal yang tidak memberikan perlindungan sosial atau jaminan yang layak.

"Sektor informal berkembang pesat, tetapi sayangnya banyak pekerjaan yang tercipta di sektor ini tidak memiliki kualitas yang baik, dan hal ini berkontribusi pada ketimpangan sosial yang semakin melebar," tambah Wijayanto.

3. Gelombang PHK masih berlanjut di tahun depan

ilustrasi seseorang yang terkena layoff atau phk (pexels.com/Anna Shvets)
ilustrasi seseorang yang terkena layoff atau phk (pexels.com/Anna Shvets)

Ia juga mengingatkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang tinggi pada 2026 justru berpotensi memberatkan dunia usaha. Kenaikan UMP yang rata-rata mencapai 8-9 persen per tahun di Indonesia, menjadikannya yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Namun, di sisi lain, peningkatan produktivitas buruh justru hanya berkisar antara 2-3 persen per tahun, yang jauh lebih rendah. Hal ini diprediksi akan menghambat ekspansi sektor-sektor padat karya dan meningkatkan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Kenaikan UMP yang tinggi, meskipun bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh, ternyata memberikan dampak negatif bagi sektor-sektor yang padat karya. Menurutnya sektor-sektor seperti manufaktur dan tekstil, yang mempekerjakan banyak buruh, akan kesulitan berkembang.

"Dunia usaha akan berhenti melakukan ekspansi karena beban biaya yang semakin tinggi. Akibatnya, PHK diperkirakan akan meningkat, karena perusahaan tidak mampu lagi menanggung biaya operasional yang semakin besar. Sektor padat karya, yang paling banyak menyerap tenaga kerja, akan berhenti berekspansi. Dengan produktivitas yang rendah dan biaya yang tinggi, PHK akan semakin banyak terjadi," ujarnya.

Dengan berbagai perkembangan terkait kondisi industri dalam negeri, Wijayanto memperkirakan gelombang pemutusan hubungan kerja untuk berbagai sektor industri masih berpotensi terjadi dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan tahun ini. Karena berdasarkan data Kemnaker 2024 terjadi PHK sebesar 78 ribu, namun angka ini dinilainya tidak mencerminkan kenyataan di lapangan. Berdasuarkan data BPJS Ketenagakerjaan, jumlah anggota yang mencairkan JHT akibat PHK mencapai 257 ribu, meskipun BPJS Ketenagakerjaan hanya memiliki 41 juta anggota dari total 154 juta pekerja di Indonesia.

"Padahal anggota BPJS hanya 41 jt dari 154 juta pekerja. Perkiraan saya, PHK pada 2024 mencapai 400-500 ribu. Tahun 2025 sama beratnya. Tahun 2026 tidak banyak beda," tegasnya.

4. Pemerintah klaim sudah berpihak kepada buruh

WhatsApp Image 2025-10-13 at 12.25.01.jpeg
Konferensi pers Menaker Yassierli terkait Program Magang Nasional 2025. (IDN Times/Pitoko)

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menjelaskan sejumlah kebijakan penting digulirkan oleh pemerintah sepanjang tahun ini, khususnya yang berkaitan dengan kesejahteraan buruh dan penyiapan tenaga kerja. Yassierli juga menekankan kebijakan lainnya, seperti pemberian berbagai bantuan bagi buruh dan insentif jaminan sosial ketenagakerjaan, merupakan terobosan signifikan yang diambil oleh pemerintah tahun ini.

“Semua kebijakan ini merupakan bentuk perhatian dan komitmen luar biasa dari Presiden dalam memperjuangkan kesejahteraan buruh,” kata Yassierli dalam konferensi pers di Kantor Kemnaker, Rabu (17/12/2025).

Ia meyakini tidak akan ada demo buruh terkait Peraturan Pemerintah (PP) soal kenaikan upah minimum, karena kebijakan tersebut telah menampung aspirasi buruh. Lantaran, PP mengenai kenaikan upah minimum sudah disesuaikan dengan amanat dari Mahkamah Konstitusi (MK).

Melalui putusan MK Nomor 168/2023, Mahkamah Konstitusi mengamanatkan kepada pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah, untuk melibatkan Dewan Pengupahan Daerah yang terdiri dari unsur pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan. Kebijakan tersebut nantinya menjadi bahan bagi pemerintah pusat untuk menetapkan kebijakan pengupahan.

Oleh karena itu, melalui PP terbaru tentang kenaikan upah, pemerintah memberikan kewenangan kepada Dewan Pengupahan Daerah untuk menetapkan upah minimum di daerah masing-masing. Adapun formula kenaikan upah yang baru adalah inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa), dengan rentang Alfa 0,5–0,9 poin. Nantinya, Dewan Pengupahan Daerah akan memberi rekomendasi mengenai nilai Alfa yang digunakan untuk menentukan upah agar sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.

"Karena merekalah yang paling tahu kondisi daerahnya masing-masing, dan ada pertimbangan terkait KHL (Kebutuhan Hidup Layak)," ucap Yassierli.

Selain itu, Yassierli juga menjelaskan bahwa pemerintah telah menaikkan komponen penghitungan upah, yaitu rentang Alfa, dari sebelumnya 0,1–0,3 poin menjadi 0,5–0,9 poin, untuk lebih menghargai kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi. Yassierli menambahkan bahwa peningkatan komponen tersebut adalah hasil dari aspirasi buruh dan pekerja yang telah dipertimbangkan oleh pemerintah.

"Itu semua adalah bentuk perhatian dan komitmen dari Pak Presiden dalam memperjuangkan kesejahteraan buruh, dan itu harus dicatat," tuturnya.

5. Sederet bantuan stimulus untuk buruh dan program magang

IMG-20251124-WA0084.jpg
Sejumlah perempuan yang jadi peserta magang nasional terlihat menyimak materi pembahasan dari Kepala Lapas Kedungpane Semarang. (IDN Times/Dok Humas Lapas Kedungpane Semarang)

Sejumlah kebijakan untuk membuka lapangan kerja hingga stimulus untuk buruh, rinciannya:

  • Magang Lulusan Baru (Maganghub)

Dalam upaya mengatasi kesulitan mencari pekerjaan, pemerintah telah menyelenggarakan program magang untuk lulusan sarjana baru (fresh graduate) yang belum bekerja selama kurang dari satu tahun, dengan kuota 100.000 peserta. Hingga pertengahan Desember 2025, perekrutan telah dilakukan dalam tiga gelombang dan berhasil menjaring 97.972 peserta.

  • Bantuan Subsidi Upah (BSU)

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tercatat telah menyalurkan bantuan subsidi upah (BSU) kepada 15,25 juta orang pada Juni dan Juli 2025. Namun, tidak ada pencairan tahap kedua yang direncanakan pada akhir tahun. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No.5/2025 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah Berupa Subsidi Gaji/Upah Bagi Pekerja/Buruh menjadi landasan program ini, yang memberikan bantuan senilai Rp600.000 untuk dua bulan kepada pekerja dengan syarat tertentu.

Syarat-syarat tersebut antara lain adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang aktif dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan hingga April 2025, serta menerima gaji/upah maksimal Rp3,5 juta per bulan. Pemberian BSU dikecualikan bagi aparatur sipil negara (ASN), prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

  • Insentif untuk Ojol dan Kurir

Tahun ini, sejumlah kebijakan telah diberikan kepada pengemudi transportasi daring atau driver ojol dan kurir, salah satunya adalah bonus hari raya (BHR) melalui masing-masing perusahaan layanan angkutan berbasis aplikasi. Imbauan agar perusahaan aplikasi transportasi online memberikan BHR ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No.M/3/HK.04.00/III/2025 tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 bagi Pengemudi dan Kurir pada Layanan Angkutan Berbasis Aplikasi.

Beleid ini mengatur tentang besaran bonus yang diterima pengemudi dan kurir. Untuk pengemudi dan kurir yang produktif, bonus hari raya diberikan secara proporsional sesuai kinerja dalam bentuk uang tunai, dengan perhitungan sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir. Kendati demikian, pemberian BHR ini tidak lepas dari polemik, karena besaran bantuan bergantung pada performa pengemudi, sementara aplikator dapat menerapkannya berdasarkan kemampuan perusahaan.

Pemerintah juga memberikan insentif berupa diskon 50 persen untuk iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM) bagi pekerja bukan penerima upah (BPU) dalam sektor transportasi online, antara lain pengemudi ojol, ojek pangkalan, supir, kurir, hingga logistik, selama enam bulan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us

Latest in Business

See More

Janji Sikat Perusahaan Nakal, Prabowo Siap Cabut Izinnya

01 Jan 2026, 00:48 WIBBusiness