Payment ID Bakal Digunakan untuk Distribusi Bansos, Begini Kata Ekonom

- Payment ID meminimalisasi hambatan dalam penyaluran bansos
- Perlindungan data pribadi pada Payment ID
- Payment ID disebut bikin resah masyarakat
Jakarta, IDN Times - Bank Indonesia (BI) tengah merancang Payment ID yang rencananya akan diuji coba dalam penyaluran bantuan sosial nontunai pada semester II-2025. Namun, waktu uji cobanya sampai sekarang masih simpang siur dan belum ada kepastian dari BI maupun pemerintah.
Meski begitu, Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede memandang penerapan Payment ID dalam penyaluran bansos pada paruh kedua 2025 berpotensi membawa dampak signifikan bagi masyarakat, baik dari sisi kemudahan akses maupun aspek keamanan data pribadi.
"Payment ID, yang dirancang Bank Indonesia sebagai unique identifier akan mempermudah verifikasi penerima bansos dan memastikan bantuan tepat sasaran. Dengan penggabungan data profil individu dan data transaksi yang granular, pemerintah dapat mengurangi risiko penerimaan ganda atau salah sasaran," kata Josua kepada IDN Times, Selasa (12/8/2025).
1. Meminimalisasi hambatan dalam penyaluran bansos

Selain itu, Josua meyakini dengan teknologi yang digunakan BI, Payment ID bisa menjadi solusi atas hambatan yang kerap terjadi selama ini dalam penyaluran bansos.
"Proses pencairan pun menjadi lebih cepat karena identifikasi dan autentikasi penerima dapat dilakukan secara real-time, meminimalkan hambatan administratif yang selama ini sering menghambat penyaluran bansos," kata dia.
2. Perlindungan data pribadi pada Payment ID

Kemudian dari sisi perlindungan data pribadi, Josua mengatakan, Payment ID selaras dengan arah BSPI 2030 yang menempatkan keamanan siber, integritas transaksi, dan pelindungan konsumen sebagai prioritas. Sistem tersebut mengadopsi data capturing berbasis standar ISO 20022, yang memungkinkan data dikumpulkan secara terstandardisasi dan terenkripsi, baik melalui mekanisme berkala maupun sesuai permintaan.
"Penerapan consent-based access pada BI-Payment Info juga memberi kontrol lebih besar kepada pemilik data, sehingga akses pihak ketiga hanya dapat dilakukan dengan persetujuan eksplisit penerima bansos," kata Josua.
3. Payment ID disebut bikin resah masyarakat

Sebelumnya, Pegiat Perlindungan Konsumen, Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi mengkritisi rencana Bank Indonesia (BI) yang akan menerapkan instrumen Payment ID. Dia menyebut kebijakan tersebut membuat publik resah.
Tulus menyoroti Payment ID yang akan menghubungkan seluruh transaksi perbankan, dompet digital, hingga e-commerce dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) setiap individu. Dengan begitu, BI dapat memantau seluruh lalu lintas pembayaran masyarakat.
"Belum reda kegelisahan publik terkait pemblokiran rekening dormant, kini publik kembali dibuat resah dan gelisah," kata dia dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/8/2025).
Tulus menilai, Payment ID berpotensi melanggar hak warga negara. Potensi pelanggaran itu mencakup rahasia perbankan, kenyamanan dan keamanan konsumen, hingga perlindungan data pribadi.
"Dalam hal ini, Bank Indonesia terlalu dalam memasuki ranah privat warga negara, dan oleh karena itu berpotensi melanggar hak asasi warga negara," ujarnya.
Dia juga menduga kebijakan tersebut digunakan untuk menggenjot pendapatan pajak dengan mengorbankan hak asasi warga negara. Tulus menambahkan, Payment ID belum menjadi kebijakan umum secara internasional.
"Sebab tercatat hanya lima negara saja yang telah menerapkannya, seperti Singapura, Swedia, India, Brasil, dan China," sebut Tulus.