Panja Daya Saing Industri Dinilai Bisa Jadi Alat Evaluasi Kebijakan Aneh

- Regulasi yang tidak sinkron antarinstansi membuat pelaku industri tidak bisa bergerak.
- Perizinan antarkementerian juga kerap menjadi hambatan.
- Panja daya saing industri harus bisa membuat kebijakan yang baik, sehingga para pelaku industri, khususnya UMKM bisa mengembangkan produknya dengan baik.
Jakarta, IDN Times - Anggota DPR Komisi VII dari Fraksi PDI Perjuangan, Novita Hardini, pendorong panitia kerja (panja) daya saing industri untuk bisa menjadi alat evaluasi kebijakan aneh alias tumpah tindih. Menurutnya, kebijakan tersebut dapat merugikan pelaku industri.
“Panja ini harus menjadi alat evaluasi yang tajam terhadap kebijakan-kebijakan yang tumpang tindih dan selama ini tidak berpihak pada pelaku industri. Kita tidak bisa menutup mata bahwa industri besar wajib memberi dampak nyata bagi ekosistem akar rumput termasuk UMKM.” ujar Novita dalam keterangannya, dikutip Kamis (18/9/2025).
1. Regulasi yang tidak sinkron buat pelaku industri sulit bergerak

Novita menyampaikan, regulasi yang tidak sinkron antarinstansi membuat pelaku industri tidak bisa bergerak. Perizinan antarkementerian juga kerap menjadi hambatan.
“Regulasi yang tidak konsisten membuat pelaku industri sulit bergerak. Perizinan yang tidak selaras antar kementerian serta lembaga harus segera diselaraskan agar industri kita punya kepastian dan daya saing,” kata dia.
2. Panja daya saing industri harus bisa membuat kebijakan yang baik

Dalam kesempatan itu, Novita berharap, panja daya saing industri bisa membuat kebijakan yang baik. Sehingga, para pelaku industri, khususnya UMKM bisa mengembangkan produknya dengan baik.
“Jika kita serius ingin menempatkan Indonesia sebagai kekuatan industri dunia, Panja ini harus menghasilkan rekomendasi dan regulasi yang nyata, berpihak pada rakyat, dan mendukung keberlanjutan industri dari hulu ke hilir,” ucap dia.
3. Ada banyak industri lokal Indonesia yang bisa dimanfaatkan

Novita menyampaikan, ada banyak industri lokal Indonesia yang bisa dimanfaatkan. Salah satunya kopi.
Menurutnya, industri kopi memiliki potensi besar, namun belum dimanfaatkan secara maksimal.
“Hubungan bilateral Indonesia–Australia, misalnya, masih lebih banyak mengimpor kopi dari Afrika dan Amerika. Panja Daya Saing Industri harus mampu menjawab kebutuhan pasar global sekaligus memastikan petani kopi lokal menjadi bagian dari rantai nilai ekspor,” ujar dia.