Pemerintah Diminta Perkuat Dukungan Insentif Buat Mobil Hybrid

- Masih terjadi kesenjangan pajak HEV dan BEV
- Alasan mobil lokal HEV didorong agar mendapat insentif
- Mobil hybrid juga didorong mendapat potongan pajak
Jakarta, IDN Times - Pemerintah diminta menyeimbangkan dukungan insentif antara mobil listrik berbasis baterai (BEV), dan kendaraan hybrid atau Hybrid Electric Vehicle (HEV).
Hal itu karena HEV diyakini memiliki kontribusi signifikan dalam mengurangi emisi dan meningkatkan efisiensi energi.
Peneliti senior LPEM FEB UI Riyanto menyebut kebijakan fiskal untuk mobil hybrid saat ini belum cukup adil, dibandingkan kendaraan listrik murni. Menurutnya, nilai insentif HEV yang hanya 3 persen terbilang minim.
“Segmen ini perlu diberikan kebijakan yang lebih fair dengan basis reduksi emisi dan TKDN. Insentif untuk HEV saat ini belum fair,” kata Riyanto dalam keterangan tertulis, Senin (24/11/2025).
1. Masih terjadi kesenjangan pajak HEV dan BEV

Struktur pajak saat ini dinilai sangat timpang dan harus segera dievaluasi, mengingat mobil hybrid hanya mendapat diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 3 persen yang akan segera berakhir.
Kesenjangan tersebut kontras dengan insentif besar yang diterima mobil listrik berbasis baterai produksi lokal, yaitu PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) 10 persen dan PPnBM 0 persen.
Akibatnya, BEV lokal hanya perlu membayar total pajak sekitar 2 persen, karena juga dibebaskan dari pajak daerah seperti PKB dan BBNKB. Sementara itu, HEV masih harus membayar PPN, BBN, dan PKB dengan tarif normal.
Bahkan, BEV impor dalam skema tes pasar pun mendapat keringanan Bea Masuk (BM) 50 persen, sehingga hanya dikenakan pajak 12 persen (insentif ini berakhir akhir 2025).
2. Alasan mobil lokal HEV didorong agar mendapat insentif
Dorongan untuk memberikan insentif yang lebih besar kepada kendaraan hybrid dinilai sangat relevan, mengingat semakin banyak produsen otomotif yang mulai memproduksi model HEV di dalam negeri. Beberapa contoh model yang telah diproduksi lokal antara lain Honda HR-V e:HEV di Karawang dan Wuling Almaz Hybrid di Bekasi.
Yang terbaru, Toyota juga mulai memproduksi New Toyota Veloz HEV secara lokal di Karawang, dengan kandungan lokal di atas 80 persen. Model tersebut melengkapi jajaran HEV lokal Toyota sebelumnya, yaitu Toyota Kijang Innova Zenix HEV (2022) dan Toyota Yaris Cross HEV (2023).
Kehadiran model-model hybrid produksi lokal ini telah memberikan dampak ekonomi yang signifikan, termasuk penyerapan ribuan tenaga kerja, baik di lini produksi, rantai pasok komponen, hingga sektor logistik dan penjualan.
Aktivitas produksi HEV yang terus meningkat berkontribusi langsung pada perputaran ekonomi nasional karena rantai pasoknya yang lebih panjang dibandingkan kendaraan impor utuh.
Oleh karena itu, para pengamat menilai ini adalah alasan kuat bagi pemerintah untuk segera memberikan insentif yang lebih proporsional, agar industri hybrid dalam negeri dapat terus berkembang dan memberikan dampak ekonomi yang lebih luas.
“Yang jelas tahun depan HEV akan lebih baik dari tahun ini, karena tahun ini BEV CBU yang penjualannya menggerus pasar BEV CKD dan juga HEV. Estimasi saya kalau HEV bisa 5 persen market sharenya. Beberapa pemain yang tadinya hanya menjual BEV akan menawarkan HEV, jadi akan banyak variasi model dari yang kecil sampai yang besar,” ungkap Riyanto.
Dia juga memprediksi kendaraan listrik murni dan hybrid akan memiliki segmen pasar yang berbeda. Konsumen di luar pulau Jawa cenderung akan lebih memilih hybrid, mengingat belum semua wilayah memiliki kesiapan infrastruktur, terutama Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Riyanto menambahkan, berakhirnya insentif untuk BEV CBU akan membuat pasar kendaraan hybrid dan BEV rakitan lokal kembali bergairah.
“Insentif kendaraan hybrid layak dilanjutkan dan diberikan tambahan dengan penambahan produksi komponen lokal,” sebutnya.
3. Mobil hybrid juga didorong mendapat potongan pajak

Pengamat otomotif Bebin Djuana berpendapat mobil hybrid harus mendapat perhatian yang lebih besar dari sisi kebijakan fiskal. Dia menekankan, jika fokus kebijakan adalah pada pengurangan emisi, maka kendaraan hybrid wajib diperhitungkan, tidak hanya BEV.
Dia menjelaskan, BEV memang tidak menghasilkan emisi, tetapi hybrid mampu mengurangi emisi sekaligus mengurangi pemakaian bahan bakar minyak (BBM). Karena kontribusi ganda ini, menurut Bebin, sudah sepatutnya pajak HEV dikurangi, yang pada gilirannya akan meningkatkan pangsa pasar hybrid.
“Besarnya peningkatan tergantung berapa besar potongan pajak dan kecepatan pabrik menyerahkan model-model terbaru karena konsumen kita selalu menginginkan model-model terbaru dalam waktu sesingkat-singkatnya,” ungkap Bebin.
Peta pasar kendaraan listrik dan hybrid di masa mendatang, lanjutnya, akan ditentukan oleh kesiapan industri dalam negeri memproduksi kendaraan secara efisien dan kompetitif.
4. Menperin godok kebijakan buat lindungi pekerja otomotif

Secara terpisah, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya telah menyatakan sektor otomotif memiliki multiplier effect yang sangat tinggi, baik dari sisi hulu maupun hilir, serta mampu menyerap banyak tenaga kerja. Oleh karena itu, Kemenperin sedang berupaya mengusulkan insentif agar industri ini dapat terus bergerak.
"Kemenperin sekarang dalam proses merumuskan usulan yang akan diajukan pemerintah, dalam hal ini Menkoperekonomian. Kami sedang menggodok kebijakan insentif dan stimulus untuk sektor otomotif yang akan kami ajukan untuk kebijakan fiskal 2026," kata Agus.
Fokus utama dari usulan insentif ini adalah perlindungan terhadap tenaga kerja dari risiko Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan penciptaan lapangan kerja baru di sektor otomotif. Selain itu, kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan investasi industri otomotif di Indonesia.
"Paling tidak, melalui kebijakan fiskal 2026, sektor otomotif bisa tumbuh jauh lebih cepat, berkontribusi lebih besar bagi pertumbuhan manufaktur dan pertumbuhan ekonomi nasional," kata Agus.


















