Pemerintah Tarik Utang Rp614,9 Triliun, Wamenkeu: Masih On Track

- Pemerintah manfaatkan SAL sebesar Rp85,6 triliun
- Pengelolaan utang dilakukan dengan sinergi bersama BI
- Pembiayaan non-utang tercatat minus Rp41,4 triliun
Jakarta, IDN Times - Kementerian Keuangan mencatat realisasi pembiayaan utang pemerintah mencapai Rp614,9 triliun hingga 30 November 2025. Jumlah tersebut setara 84,06 persen dari target pembiayaan utang sebesar Rp731,5 triliun dalam Laporan Semester (Lapsem).
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pembiayaan utang tersebut digunakan untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diproyeksikan sebesar 2,78 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Hingga 30 November 2025, defisit APBN tercatat Rp560,3 triliun atau setara 2,35 persen terhadap PDB. Menurut Suahasil, posisi defisit tersebut masih sesuai dengan desain APBN.
“Pembiayaan utang sudah direalisasikan Rp614,9 triliun atau sekitar 84 persen dari total outlook Rp731,5 triliun. Saat ini defisit masih 2,35 persen terhadap PDB dan itu masih on track menuju defisit 2,78 persen sesuai Laporan Semester,” ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (18/12/2025).
1. Pemerintah juga manfaatkan SAL

Selain mengandalkan pembiayaan utang, pemerintah juga memanfaatkan sisa anggaran lebih (SAL) sebesar Rp85,6 triliun untuk menekan kebutuhan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Menurut Suahasil, pembiayaan APBN hingga akhir November 2025 tetap terkendali. Hal itu ditopang oleh strategi prefunding, ketersediaan kas yang memadai, serta penerapan active cash and debt management, termasuk penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di perbankan umum.
2. Pengelolaan utang juga dilakukan dengan sinergi bersama BI

Suahasil mengatakan, pengelolaan utang juga dilakukan melalui sinergi dengan Bank Indonesia (BI). Bentuk sinergi tersebut antara lain melalui skema debt switching atas Surat Berharga Negara (SBN) pembiayaan COVID-19 yang akan jatuh tempo. Langkah ini ditempuh untuk menekan risiko refinancing.
“SBN yang diterbitkan pada masa pandemi COVID-19 sebagian akan jatuh tempo pada 2025, 2026, 2027, dan 2028. Untuk mengelola jatuh tempo tersebut, kami bekerja sama dengan BI melalui skema debt switching,” tambahnya.
Skema debt switching yang dilakukan Kementerian Keuangan tidak hanya melibatkan BI.
3. Pembiayaan non utang minus

Di sisi lain, pembiayaan non utang tercatat minus Rp41,4 triliun atau setara 59,57 persen dari target APBN.
Pembiayaan non-utang ini dilakukan tanpa menambah utang, melainkan melalui investasi pada sektor tertentu.
4. Defisit negara per November capai Rp560,3 triliun

Lebih lanjut, realisasi defisit APBN sebesar Rp560,3 triliun atau 2,35 persen dari PDB.
Defisit terjadi seiring belanja negara yang lebih besar dibandingkan pendapatan. Hingga November 2025, pendapatan negara terealisasi Rp2.351,5 triliun atau 82,1 persen dari outlook.
Capaian ini ditopang oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp1.903,9 triliun, yang terdiri dari penerimaan pajak Rp1.634,4 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp269,4 triliun. Adapun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp444,9 triliun atau 93,2 persen dari outlook.
Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai Rp2.911,8 triliun atau 82,5 persen dari outlook. Belanja pemerintah pusat tercatat Rp2.116,2 triliun, terdiri dari belanja kementerian/lembaga sebesar Rp1.110,7 triliun dan belanja non-K/L Rp1.005,5 triliun. Transfer ke daerah mencapai Rp795,6 triliun atau 92,1 persen dari outlook.

















