Penempatan Dana Rp200 Triliun Ditebar ke 6 Bank Himbara, Cair Besok

- Dana sebesar Rp200 triliun ditempatkan di enam bank Himbara, termasuk dua bank syariah, untuk memperkuat likuiditas dan mendorong penyaluran kredit ke sektor riil.
- Pemerintah berkoordinasi dengan pihak perbankan agar dana yang ditempatkan wajib disalurkan dalam bentuk kredit, bukan disimpan. Kebijakan ini diharapkan dapat menggerakkan perekonomian.
- Menteri Keuangan menyoroti kondisi sistem keuangan nasional yang dinilainya cukup kering dalam satu tahun terakhir, menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kesulitan masyarakat dalam memperoleh pekerjaan.
Jakarta, IDN Times – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan untuk menempatkan dana sebesar Rp200 triliun di enam bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), yakni empat bank konvensional milik pemerintah dan dua bank syariah mulai besok. Langkah ini merupakan bagian dari upaya memperkuat likuiditas dan mendorong penyaluran kredit ke sektor riil.
Adapun rincian dana disalurkan ke empat bank anggota Himbara, yakni Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN, serta dua bank syariah, yaitu Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Bank Syariah Nasional (BSN).
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, pihaknya akan segera menyelesaikan regulasi teknis terkait penyaluran dana tersebut pada malam ini. Adapun dana Rp200 triliun tersebut berasal dari cadangan pemerintah yang disimpan di Bank Indonesia (BI).
“Harusnya prosesnya cepat. Malam ini saya tanda tangan peraturannya, dan besok dana sudah masuk ke bank-bank itu,” ujar Purbaya di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
1. Penempatan dana wajib disalurkan dalam bentuk kredit, bukan dibelikan SBN dan SRBI

Purbaya menjelaskan, pemerintah telah berkoordinasi dengan pihak perbankan agar dana yang ditempatkan wajib disalurkan dalam bentuk kredit, bukan disimpan. Selain itu, dana tersebut tidak boleh digunakan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
“Kami sudah bicara dengan pihak bank agar dana ini tidak digunakan untuk membeli SRBI atau SBN,” ujarnya.
Pelaksanaan kebijakan ini diharapkan dapat menggerakkan perekonomian dan menciptakan efek berganda di masyarakat. Dengan demikian, likuiditas yang semula ketat bisa menjadi lebih longgar.
Perbankan pun diharapkan akan memicu mekanisme pasar. Pasalnya, bank-bank penerima akan terdorong untuk segera menyalurkan dana tersebut sebagai kredit agar tidak terbebani biaya dana (cost of capital).
“Kalau bank punya uang lebih, ada cost of capital-nya. Kalau hanya disimpan di brankas, mereka rugi. Maka, mereka akan terpaksa menyalurkan dana tersebut dalam bentuk kredit. Kita memberi bahan bakar supaya mekanisme pasar berjalan,” tuturnya.
2. Rincian penerbitan instrumen SBN

Dengan penempatan dana ini, Purbaya menyebut apabila sektor riil bergerak, maka akan terjadi penciptaan lapangan kerja, peningkatan penyerapan tenaga kerja, dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Dengan cara ini, hampir pasti uang akan menyebar ke sistem perekonomian. Ekonomi akan tumbuh lebih cepat, dan pertumbuhan kredit pun akan meningkat,” ujar Purbaya.
Meski demikian, Purbaya mengaku belum memiliki proyeksi pasti mengenai seberapa besar dampak penempatan dana segar di perbankan terhadap pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) maupun terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, ia memastikan pemerintah akan melakukan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan program ini, mengingat kebijakan penempatan dana dalam skema seperti ini merupakan yang pertama kali dilakukan.
Jika nantinya program ini terbukti memberikan dampak positif terhadap perekonomian, maka jumlah dana yang ditempatkan berpotensi untuk ditambah. Apalagi, cadangan dana pemerintah yang tersimpan di Bank Indonesia saat ini masih cukup besar, mencapai Rp440 triliun.
“Yang jelas ini percobaan pertama. Kita lihat dulu dampaknya dalam satu hingga tiga minggu ke depan. Kalau kurang, ya kita tambah lagi. Karena uang saya sekarang ada di BI sebesar Rp440 triliun, daripada didiamkan saja,” ucapnya.
3. Soroti sistem keuangan yang kering

Purbaya sebelumnya menyoroti kondisi sistem keuangan nasional yang dinilainya cukup kering dalam satu tahun terakhir. Hal ini disebabkan kurang selarasnya kebijakan fiskal dan moneter.
Situasi ini menyebabkan perputaran uang di masyarakat menjadi tersendat, yang berdampak langsung pada perlambatan pertumbuhan ekonomi dan menyulitkan masyarakat dalam memperoleh pekerjaan.
"Begitu saya masuk ke Kemenkeu lihat sistem finansial kita agak kering. Selama satu tahun terakhir orang susah cari kerja, karena ada kesalahan kebijakan, antara moneter dan fiskal," ujar Purbaya dalam Rapat Kerja Komisi XI dikutip, Kamis (11/9).
Di sisi lain, Purbaya menilai demonstrasi besar yang terjadi pada akhir Agustus 2025 lalu dipicu oleh tekanan berkepanjangan di sektor ekonomi. Tekanan tersebut, menurutnya, tidak lepas dari kesalahan dalam pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter di dalam negeri.
"Kemarin, demonstrasi itu muncul karena tekanan ekonomi yang sudah berlangsung lama, akibat kesalahan kebijakan fiskal dan moneter yang sebenarnya bisa kita kendalikan," ujar Purbaya.