Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Presiden Terpilih Diminta Transisi Energi Tanpa Rusak Lingkungan

Calon Presiden 2024 (ANTARA FOTO/Reno Esnir/M Risyal Hidayat/Galih Pradipta)
Calon Presiden 2024 (ANTARA FOTO/Reno Esnir/M Risyal Hidayat/Galih Pradipta)

Jakarta, IDN Times - Organisasi masyarakat sipil, diwakili Traction Energy Asia, Trend Asia, dan Forest Watch Indonesia, mendesak pasangan calon presiden dan wakil presiden di Pemilu 2024 serius mewujudkan transisi energi yang rendah emisi dan berkeadilan.

Mereka menyoroti risiko lingkungan seperti deforestasi, kesehatan seperti polusi, agraria terkait perampasan lahan dan lainnya, dan ekonomi menyangkut keterlibatan petani rakyat dalam rantai pasok yang sangat minim.

Pengembangan bioenergi seperti biofuel dan biomassa yang bersumber dari produk perkebunan, yakni kelapa sawit, dan kehutanan seperti beberapa jenis kayu, diperkirakan akan mendorong meningkatnya kebutuhan lahan dan mengancam keberadaan hutan.

Oleh karena itu, pihaknya menyarankan para kandidat menetapkan batasan penggunaan bioenergi dan mempercepat peralihan ke energi bersih.

1. Pengembangan bioenergi bisa meningkatkan peluang deforestasi

Soft launching Pertamax Green 95 di SPBU Pertamina 31.128.02 MT Haryono, Jakarta Selatan. (IDN Times/Trio Hamdani)
Soft launching Pertamax Green 95 di SPBU Pertamina 31.128.02 MT Haryono, Jakarta Selatan. (IDN Times/Trio Hamdani)

Forest Watch Indonesia (FWI) melaporkan deforestasi hutan sebesar 55 ribu hektar dari 2017-2021, dan memproyeksikan kemungkinan deforestasi tambahan sebesar 4,65 juta hektar. Deforestasi ini terkait dengan implementasi transisi energi biomassa dan terlihat pada lumbung deforestasi baru.

“Kami memberikan warning kepada tiga paslon, bahwasannya biomassa yang diimplementasikan dengan co-firing, jika tetap menggunakan tata kelola yang sama pada 52 PLTU saat ini, maka proyeksi hutan alam Indonesia yang menjadi korban akan mencapai 4,65 juta hektar,” ujar Anggi Putra Prayoga, Manager Kampanye, Advokasi, dan Media Forest Watch Indonesia dalam keterangan tertulis.

Terdapat 13 perusahaan Hutan Tanaman Energi yang telah melakukan deforestasi sebesar 55 ribu hektar karena penerapan kebijakan bioenergi secara masif.

Data terbaru menunjukkan aktivitas co-firing PLN di 43 PLTU dengan membakar 1 juta ton biomassa pada 2023 menghasilkan emisi 1,7 juta ton emisi karbon. Praktik ini juga berpotensi memperpanjang masa operasional PLTU tua.

Selain itu, kebijakan biofuel cenderung menggunakan kelapa sawit sebagai bahan baku, yang dapat menyebabkan perluasan lahan sawit besar-besaran. Penggunaan kelapa sawit untuk biodiesel berdampak pada ketersediaan sawit untuk produksi bahan pangan seperti minyak goreng. Persaingan penggunaan sawit untuk biofuel dan pangan dapat memicu deforestasi karena perlunya perluasan lahan untuk memenuhi permintaan kedua sektor.

2. Capres-cawapres diminta serius pada tata kelola bioenergi

Ilustrasi Biodiesel (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi Biodiesel (IDN Times/Arief Rahmat)

Organisasi masyarakat sipil mendorong calon presiden dan wakil presiden memberikan perhatian tinggi pada tata kelola bioenergi. Hal ini untuk menghindari kelalaian terhadap aspek keberlanjutan dan keadilan dalam konteks energi.

Sektor energi di Indonesia berkontribusi sebesar 34,49 persen dalam produksi emisi gas rumah kaca. Sebagai salah satu dari lima sektor yang harus mengurangi emisinya, transisi menuju energi bersih rendah karbon menjadi penting mengingat krisis iklim yang mengancam eksistensi manusia.

Meskipun Indonesia memiliki potensi energi bersih rendah karbon sekitar 3.600 gigawatt, pemanfaatannya masih rendah, hanya sekitar 0,3 persen atau 12,6 gigawatt. Ini mencakup sumber seperti air, bioenergi, surya, angin, arus laut, dan panas bumi.

Para calon presiden dan wakil presiden diminta menunjukkan komitmen terhadap nol deforestasi dalam konteks transisi energi. Komitmen ini diharapkan tidak hanya berupa konsep normatif tetapi juga implementasi konkret di lapangan, dengan fokus pada keadilan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

3. Rekomendasi tindak lanjut kebijakan biofuel dan biomassa

businessinsider.com
businessinsider.com

Berikut ini rekomendasi kebijakan biofuel dan biomassa yang perlu dilakukan:

Biofuel:

  1. Membekukan campuran biodiesel pada tingkat saat ini sebesar 35% dan melakukan evaluasi program yang komprehensif dan transparan, dengan menetapkan batasan luas lahan yang dapat digunakan untuk perkebunan kelapa sawit sampai evaluasinya selesai.
  2. Berhenti mengeluarkan izin baru, sambil mengevaluasi izin yang sudah ada.
  3. Memanfaatkan waktu untuk mengevaluasi tingkat target campuran biodiesel dan luas perkebunan kelapa sawit untuk meningkatkan pengelolaan data perkebunan dan industri kelapa sawit.
  4. Meningkatkan ketertelusuran dan transparansi untuk menghilangkan deforestasi dari rantai pasok biodiesel dengan mengembangkan skema rantai pasok biodiesel berkelanjutan yang mencakup petani kecil kelapa sawit.
  5. Mengembangkan bahan baku (feedstock) baru sebagai alternatif pengganti minyak sawit untuk biodiesel; dan mengadopsi kebijakan perlindungan dan keberlanjutan hutan alam yang lebih kuat dan komprehensif (perlu mencantumkan kebijakan-kebijakan ini), termasuk mengadopsi IBSI yang diperkuat.

Biomassa:

  1. Mengevaluasi teknis pelaksanaan co-firing, karena saat ini diperlukan 10,2 juta ton biomassa untuk 52 PLTU. Dari jumlah tersebut, delapan juta ton berasal dari Hutan Tanaman Energi (HTE), sehingga tidak ada sumbangan dari sumber lain. Proses memproduksi biomassa yang akan mendorong deforestasi juga diperkirakan akan menghasilkan 26,48 juta ton emisi karbon.
  2. Mengevaluasi dampak-dampak sosial dari hulu ke hilir tentang penerapan PLTU co-firing antara lain perampasan lahan, kehilangan sumber perekonomian, dampak sosial seperti perubahan persepsi masyarakat yang mengelola wilayah tersebut, serta perubahan status masyarakat dari pengelola lahan menjadi buruh.
  3. Mengevaluasi dampak lingkungan dari co-firing akan mengancam sisa hutan di Indonesia di mana posisi hutan di Indonesia tetap perlu dijaga karena ke depan terdapat tiga tantangan global, yaitu bukan hanya pengurangan emisi di sektor energi, namun juga ketahanan pangan dan sumber daya air.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us