Pulihkan Kinerja, Waskita Genjot Restrukturisasi- Fokus Proyek Sehat

- Waskita Karya berhasil restrukturisasi utang Rp26,3 triliun dari 21 bank, fokus pada restrukturisasi lain dan pemegang obligasi.
- Persetujuan terkait perubahan fasilitas kredit modal kerja dengan lima kreditur perbankan senilai Rp5,2 triliun, sementara satu seri obligasi belum disetujui sebesar Rp1,3 triliun.
Jakarta, IDN Times - PT Waskita Karya (Persero) Tbk mengantongi kesepakatan restrukturisasi utang dari 21 perbankan dengan total pinjaman Rp26,3 triliun.
Direktur Utama Waskita Karya, Muhammad Hanugroho mengatakan, pihaknya saat ini fokus mengejar restrukturisasi lainnya. Salah satunya dari pihak obligor demi memulihkan kinerja perusahaan.
“Paling itu yang menjadi fokus utama kita. Meskipun kalau dilihat tantangan akan lebih besar ke depan, tapi kami cukup confident untuk bisa menjalankan beberapa inisiatif strategis yang akan kita lakukan dalam beberapa waktu ke depan,” kata Hanugroho usai penandatanganan perubahan Master Restructuring Agreement (MRA) & Pokok Perubahan Terms KMK Penjaminan (KMKP) di Menara Danareksa, Jakarta, Jumat (6/9/2024).
1. Waskita Karya kejar kesepakatan restrukturisasi dengan obligor

Pada kesempatan yang sama, Waskita Karya berhasil mendapat persetujuan terkait. Perubahan Perjanjian fasilitas Kredit Modal Kerja Penjaminan (KMKP) yang dilakukan oleh lima kreditur perbankan dengan nilai outstanding sebesar Rp5,2 triliun.
Adapun dengan pemegang obligasi, masih ada satu seri obligasi dari total empat seri obligasi yang belum memperoleh persetujuan restrukturisasi dengan nilai Rp1,3 triliun.
“Yang sudah disetujui Rp3 triliun, yang belum (mendapat persetujuan restrukturisasi) Rp1,3 triliun,” ujar Hanugroho.
Selain itu, Hanugroho juga mengatakan, pihaknya fokus menyelesaikan kewajiban kepada pihak-pihak vendor dalam pengerjaan proyek, serta terkait kewajiban pajak.
“Jadi prioritas-prioritas kepada khususnya untuk vendor, pajak, itu prioritas utama kita. Tentunya itu akan kita selesaikan. Tapi kan tidak bisa one shot, langsung selesaikan semua, tentunya ada staging kita lakukan, karena harus menyesuaikan dengan modal kerja yang kita punya,” tutur dia.
2 Perusahaan ingin suspensi saham dicabut

Saham PT Waskita Karya sendiri telah ditanggungkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) selama lebih dari satu tahun, sejak Mei 2023 lalu.
Saham Waskita digembok di harga terakhir, yakni Rp202 per lembar saham, dengan notasi khusus ‘X’, yang artinya saham Waskita memenuhi kriteria Efek Bersifat Ekuitas Dalam Pemantauan Khusus.
Dengan kesepakatan MRA dan KMKP ini, Hanugroho berharap suspensi saham bisa segera dicabut.
“Tentu next step akan ke sana, kan masih subject. Kalau suspend itu kan harus clear terkait restrukturisasinya. Artinya dengan MRA ini bisa jadi sinyal positif untuk saham, itu prioritas kita,” ujar Hanugroho.
3. Waskita bakal fokus ke proyek-proyek sehat

Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo alias Tiko mengatakan, Waskita tak boleh lagi menggarap proyek jalan tol demi memperbaiki kinerja keuangan. Tiko mengatakan, Waskita ke depannya akan tetap menggarap proyek pemerintah, namun selektif dalam memilih kontraknya agar mendapat kontrak yang lebih sehat.
“Tentunya dengan dukungan perbankan, nanti Waskita bisa menjalankan proyek-proyek baru dengan kontrak yang lebih sehat yang penting,” ujar Tiko.
Hingga kuartal II-2024, Waskita Karya mengantongi pendapatan sebesar Rp4,47 triliun. Pendapatan itu ditopang dari jasa konstruksi sebesar Rp3,12 triliun. Ada pula penjualan beton atau precast yang berkontribusi sebesar Rp610,96 miliar terhadap pendapatan Perseroan. Kemudian ditambah oleh pendapatan jalan tol yang mencapai Rp563,34 miliar.
Selanjutnya, kinerja Gross Profit Margin (GPM) perusahaan naik menjadi 13,3 persen secara tahunan atau year on year (yoy) dari sebelumnya sebesar 8,8 persen.
Kenaikan itu seiring dengan profil proyek yang lebih baik terutama proyek Ibu Kota Nusantara (IKN). Proyek itu mendukung optimalisasi kemajuan konstruksi dan lean project. Ada 12 proyek IKN yang dikerjakan Waskita, dengan nilai kontraknya Rp7,7 triliun.