Ini Biang Kerok Anjloknya Ekonomi RI saat Krisis Moneter 1998

Jakarta, IDN Times - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri, menyatakan kegiatan monopoli bisnis sejumlah konglomerat semasa Orde Lama jadi salah satu faktor penyebab krisis ekonomi 1998.
Faisal menyebut pada masa kepemimipinan Presiden Soeharto, terjadi banyak monopoli sejumlah kegiatan bisnis. Monopoli perdagangan terjadi beberapa komoditas seperti terigu, jeruk, hingga cengkeh.
"Di masa itu sebenarnya Pak Harto sadar konglomerasi ini menyebabkan konsentrasi aset hanya pada segelintir konglomerat itu," kata Faisal dalam diskusi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia dengan tema "Refleksi 25 Tahun Reformasi dalam Perspektif Ekonomi dan Pemberantasan Korupsi" pada Selasa (16/5/2023).
1. Bank-bank BUMN dikuras lewat praktik markup

Sejalan dengan monopoli bisnis tersebut, bank-bank yang termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dikuras melalui praktik markup atau penggelembungan.
"Akhirnya, daya dukung ekonomi menghadapi deadweight loss atau rugi beban mati itu sudah tidak sanggup lain ditanggung oleh perekonomian dan akhirnya kolaps," kata Faisal.
2. Indonesia paling terdampak krisis moneter 1998

Dalam kesempatan yang sama, ekonom senior lainnya, Rizal Ramli menerangkan bahwa Indonesia jadi salah satu negara paling terdampak krisis moneter 1998. Hal tersebut ditunjukkan melalui anjloknya rata-rata pertumbuhan ekonomi domestik waktu itu.
"Indonesia menjadi negara yang terdampak paling dahsyat. Pertumbuhan ekonomi dari rata-rata 6,5 persen anjlok gara-gara saran IMF, menjadi minus 13 persen. Pengangguran bertambah 40 persen dan seterusnya," ucap Rizal.
3. 25 tahun reformasi, konglomerasi berubah jadi oligarki

Di sisi lain, Faisal Basri turut menjelaskan kondisi perekonomian Indonesia 25 tahun pasca reformasi pada 1998 silam. Menurut dia, konglomerasi yang banyak terjadi zaman itu kini berubah menjadi oligarki.
"Sekarang kita lihat apa yang terjadi setelah 25 tahun reformasi, konglomerasi berubah bentuk menjadi oligarki, karena sentimen anti China sekarang giliran pribumi dong. Kemudian datanglah pribumi-pribumi itu atas nama segala macam merasa berhak datang ke bank," tutur Faisal.
Selain oligarki, menurutnya, para konglomerat dalam negeri kini juga menguasai sumber daya alam (SDA) yang ada di Indonesia. Hal semacam itu menurut Faisal tidak terjadi pada masa lalu. Para konglomerat di zaman Presiden Soeharto tidak menguasai SDA seperti saat ini.
"Waktu itu konglomerat tidak menguasai sumber daya alam seperti sekarang. Sumber daya alam dikuasai oleh negara, Pertamina 100 persen punya negara, Pertamina sebagai operator dan regulator, masuk semua ke APBN," ucap Faisal.