Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

25 Tahun Reformasi, Faisal Basri: Konglomerasi Berubah Jadi Oligarki

Diskusi CORE Indonesia dengan tema "Refleksi 25 Tahun Reformasi dalam Perspektif Ekonomi dan Pemberantasan Korupsi" (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Jakarta, IDN Times - Ekonom senior Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri mengungkapkan kondisi perekonomian Indonesia 25 tahun pascareformasi pada 1998 silam. Menurut dia, konglomerasi yang banyak terjadi zaman itu kini berubah menjadi oligarki.

Hal itu disampaikan Faisal dalam diskusi yang dilaksanakan oleh Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia dengan tema "Refleksi 25 Tahun Reformasi dalam Perspektif Ekonomi dan Pemberantasan Korupsi" pada Selasa (16/5/2023).

"Sekarang kita lihat apa yang terjadi setelah 25 tahun reformasi, konglomerasi berubah bentuk menjadi oligarki, karena sentimen anti-china sekarang giliran pribumi dong. Kemudian datanglah pribumi-pribumi itu atas nama segala macam merasa berhak datang ke bank," tutur Faisal.

1. Konglomerat kini banyak menguasai sumber daya alam

Ilustrasi Tambang (IDN Times/Aditya Pratama)

Selain oligarki, menurutnya, para konglomerat dalam negeri kini juga menguasai sumber daya alam (SDA) yang ada di Indonesia. Hal semacam itu menurut Faisal tidak terjadi pada masa lalu. Para konglomerat di zaman Presiden Soeharto tidak menguasai SDA seperti saat ini.

"Waktu itu konglomerat tidak menguasai sumber daya alam seperti sekarang. Sumber daya alam dikuasai oleh negara, Pertamina 100 persen punya negara, Pertamina sebagai operator dan regulator, masuk semua ke APBN," ucap Faisal.

2. Sumber daya alam benar-benar dikuasai negara

Kantor Pusat PT Pertamina (Persero) (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Faisal menambahkan, pada saat reformasi, SDA yang ada benar-benar dikuasai negara. Hal itu terbukti lewat sumbangan pajak yang diberikan Pertaminan buat negara. Pada masa itu, penerimaan pajak disebut Faisal masih sangat rendah.

"Penerimaan pajak masih rendah, Pertamina sumbangan ke pajaknya 60-70 persen, jadi 100 persen dapat dikatakan sumber daya alam itu dikelola oleh negara dan masuk anggaran," ujar dia.

3. Konglomerasi yang terjadi sebelum reformasi

Presiden ke-2 RI Soeharto. (IDN TIMES/Aryodamar)

Pada kesempatan tersebut, Faisal juga turut menceritakan kondisi konglomerasi yang terjadi pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Menurut dia, Soeharto kala itu menyadari adanya pengonsentrasian aset pada segelintir konglomerat. Hal itu membuat Soeharto memanggil semua konglomerat ke Tapos.

"Di masa itu sebenarnya Pak Harto sadar konglomerasi ini menyebabkan konsentrasi aset hanya pada segelintir konglomerat itu. Oleh karena itu, dia memanggil mereka semua ke Tapos dan bertitahlah dia bahwa 2,5 persen dari keuntungan konglomerat itu harus masuk ke Yayasan Dana Sejahtera Mandiri," beber Faisal.

Itu kemudian menjadi cara yang dilakukan Presiden Soeharto agar uang-uang milik konglomerat masuk ke dalam kas negara.

"Semua konglomerat tanpa terkecuali datang, tapi lewat mekanisme paksa, tidak lewat APBN, tidak dinaikkan pajak," kata Faisal.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us