Shell Perketat Pengiriman di Timur Tengah Imbas Konflik Iran-Israel

- Ancaman di jalur pelayaran Selat Hormuz meningkatkan ketegangan dan risiko tambahan bagi Shell.
- Gangguan pelayaran di Timur Tengah mendorong lonjakan harga minyak dan biaya logistik secara global.
- Shell memperkuat koordinasi dengan otoritas maritim, mempertimbangkan pengalihan jalur pelayaran, dan meningkatkan perlindungan bagi kru dan kargo.
Jakarta, IDN Times - Raksasa energi global Shell memperketat pengawasan pengiriman di Timur Tengah menyusul eskalasi konflik antara Iran dan Israel. CEO Shell, Wael Sawan menyampaikan langkah ini dalam wawancara di sela-sela konferensi energi di Jepang.
Konflik yang telah berlangsung tujuh hari ini meningkatkan ketegangan di jalur pelayaran strategis, termasuk Selat Hormuz. Shell kini memperkuat protokol keselamatan demi menjaga kelancaran operasional di tengah risiko yang meningkat.
1. Ancaman di jalur pelayaran

Selat Hormuz, yang menyalurkan lebih dari 20 juta barel minyak per hari, menjadi titik rawan seiring insiden pada Selasa (17/6), saat dua kapal tanker bertabrakan dan terbakar di dekat wilayah tersebut.
“Kami sangat berhati-hati dengan pengiriman di Timur Tengah saat ini,” ujar Sawan, dikutip dari Yahoo Finance.
Ia menyoroti gangguan elektronik seperti jamming sinyal sebagai tantangan serius bagi armada Shell. Perusahaan kini memantau situasi secara ketat guna menghindari risiko tambahan.
Beberapa operator kapal, termasuk Shell, mulai mengalihkan rute dari Selat Hormuz demi keamanan, meski konsekuensinya adalah peningkatan biaya dan waktu tempuh. Langkah ini diambil untuk meminimalkan ancaman konflik bersenjata.
2. Dampak global terhadap energi

Gangguan pelayaran di Timur Tengah telah mendorong lonjakan harga minyak dan biaya logistik. Pada Senin (16/6), tarif pengiriman bahan bakar dari kawasan ke Asia Timur naik hampir 20 persen, sementara ke Afrika Timur melonjak lebih dari 40 persen.
“Jika Selat Hormuz ditutup, meski sementara, dampaknya akan sangat besar bagi harga energi global,” ujar Sawan, dikutip dari CNBC.
Ia menekankan pentingnya jalur tersebut bagi ekspor minyak dan LNG, terutama dari Qatar. Shell memiliki operasi signifikan di kawasan, baik dalam bentuk aset maupun pengiriman.
Analis JPMorgan Chase memperkirakan premi minyak saat ini mencerminkan 17 persen kemungkinan terganggunya pasokan. Dilansir Investing, ketidakstabilan kawasan berisiko memperparah tekanan rantai pasok dan mendorong biaya energi global naik.
3. Respons strategis Shell

Sebagai langkah antisipatif, Shell memperkuat koordinasi dengan otoritas maritim dan mempertimbangkan pengalihan jalur pelayaran ke Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Perusahaan juga meningkatkan perlindungan bagi kru dan kargo sejak Rabu (18/6), sejalan dengan peringatan dari pemerintah Inggris dan Yunani.
“Kami tidak ingin mengambil risiko yang tidak perlu,” kata Sawan.
Ia menyebut, Shell tengah mengevaluasi dampak jangka panjang konflik terhadap operasi di kawasan, termasuk investasi dalam teknologi untuk menghadapi gangguan elektronik. Meski kondisi tidak menentu, Shell tetap berkomitmen menjaga stabilitas pasokan energi global.
“Dengan manajemen risiko yang tepat, kami yakin bisa mengurangi dampak konflik terhadap operasi,” ujar Sawan.
Namun ia menegaskan, stabilitas kawasan tetap krusial bagi kelangsungan perdagangan energi.