AAJI: Klaim Asuransi Kesehatan Melejit sejak 2022, Premi Menurun

- Masyarakat diharapkan aktif membaca detail polis soal tanggungan penyakit, masa tunggu, dan batas manfaat sebelum membeli produk asuransi.
- OJK menetapkan aturan baru per 1 Januari 2026 melalui SEOJK No.7/2025.
- Sistem co-payment 10% dari total klaim untuk mengurangi overutilisasi layanan kesehatan.
Bogor, IDN Times - AAJI mencatat adanya tren peningkatan tajam dalam klaim asuransi kesehatan sejak 2022, melebihi pertumbuhan premi yang dibayarkan oleh nasabah. Data AAJI menunjukkan pada 2024, klaim mencapai Rp 24,18 triliun, sementara premi hanya Rp 19,84 triliun.
Kesenjangan ini menjadi sorotan utama dalam penyusunan kebijakan baru industri asuransi ke depan.
"Kalau kita lihat, 2020-2021 di mana klaim dan premi masih seimbang, sejak 2022 yang merah (diagram batang klaim) lebih tinggi. Klaim meningkat, tetapi preminya tidak naik sepadan. Akhirnya perusahaan asuransi menanggung defisit yang makin besar," ungkap Kepala Departemen Klaim dan Manfaat Asuransi AAJI dr. Dian Budiani dalam acara gathering bersama wartawan di Bogor, Rabu (25/6/2025) petang.
1. Baca polis sebelum tanda tangan, jangan asal ambil asuransi

Salah satu kekhawatiran utama AAJI adalah minimnya pemahaman masyarakat tentang isi polis yang mereka beli.
“Jangan sampai premi sudah dibayar bertahun-tahun, tapi nasabah baru sadar ada ketidaksesuaian setelah butuh klaim. Itu terlambat,” ujar dr. Dian Budiani.
Ia menganjurkan agar masyarakat aktif membaca detail tanggungan penyakit, masa tunggu, dan batas manfaat sebelum membeli produk asuransi.
Bila ada hal yang tidak jelas, menurutnya tidak perlu ragu untuk bertanya atau bahkan menolak menandatangani polis.
2. OJK terapkan Co-Payment 10 persen

Per 1 Januari 2026, OJK menetapkan aturan baru melalui SEOJK No.7/2025, salah satunya mewajibkan sistem co-payment 10 persen dari total klaim. Contohnya, untuk rawat jalan, nasabah menanggung minimal Rp 300 ribu, dan untuk rawat inap maksimal Rp 3 juta.
"Gunakan asuransi secara bijak. Jangan berlebihan dalam meminta obat atau pemeriksaan yang tidak perlu. Ini bisa merugikan diri sendiri saat klaim ditolak," tegas Dian.
Penerapan co-payment diharapkan dapat mengurangi overutilisasi layanan kesehatan dan membantu menjaga keberlanjutan dana asuransi.
3. Aturan baru asuransi kesehatan 2026

Dian menyampaikan, selain co-payment, AAJI menyoroti poin penting lain dalam regulasi baru OJK. Salah satunya, masa tunggu hingga 30 hari untuk polis baru dan 1 tahun untuk penyakit kronis atau kritis.
Kemudian, repricing premi saat perpanjangan berdasarkan riwayat klaim dan inflasi medis dan koordinasi manfaat antara polis asuransi pribadi dan jaminan sosial lain.
AAJI, kata dia, juga mengingatkan para tenaga pemasar untuk menghindari penjualan menyesatkan, serta memastikan nasabah benar-benar memahami SPAK (Surat Permintaan Asuransi Kesehatan) sebelum kontrak ditandatangani.
Dengan meningkatnya tantangan medis dan finansial pascapandemi, AAJI menilai kolaborasi antara regulator, perusahaan asuransi, rumah sakit, dan masyarakat sangat penting demi menjaga ekosistem asuransi yang sehat dan berkelanjutan.