5 Cara Loud Budgeting, Bikin Lebih Cepat Kaya Tanpa Harus Pelit

- Loud Budgeting: Menghapus stigma bicara soal uang.
- Efek Positif: Hemat lebih banyak, komunitas lebih sehat.
- Tentukan apa yang mau kamu bagikan.
Selama ini, kita diajarkan bahwa ada beberapa topik yang sebaiknya tidak dibicarakan di depan umum: politik, agama, dan tentu saja urusan keuangan pribadi. Karena itulah, banyak orang memilih diam soal kondisi finansial mereka.
Jadi ketika teman yang bergaji besar, atau yang orang tuanya super tajir, tiba-tiba mengajak liburan mahal demi konten Instagram, kamu ikut saja, meski itu sebenarnya menggerogoti tabungan darurat atau dana beli mobilmu.
Kita semua punya tujuan finansial, tapi tanpa dukungan dan pengingat dari orang terdekat, mudah sekali kehilangan fokus, belanja berlebihan, dan akhirnya gagal mencapai target. Karena itu, sudah waktunya berhenti “sungkan” soal uang dan mulai terbuka. Bukan sembarang terbuka—melainkan loud budgeting.
Inilah konsep yang dipopulerkan oleh Vivian Tu, mantan trader Wall Street sekaligus kreator “Your Rich BFF”, edukator keuangan, pembicara, dan penulis buku bestseller New York Times. Lewat tren loud budgeting, ia mendorong orang untuk lebih vokal menyampaikan batasan keuangan dan prioritas mereka.
1. Loud Budgeting: Menghapus stigma bicara saal uang

Banyak kebiasaan buruk di bidang keuangan berkembang karena kita menyembunyikan kondisi sebenarnya. Salah satu pemicunya adalah rasa takut terlihat “lebih miskin” dari orang sekitar. Rasa malu ini sering berujung pada keputusan buruk—misalnya memaksakan gaya hidup, memaksimalkan kartu kredit, atau membeli barang demi gengsi.
Dengan loud budgeting, kita belajar mengatakan “TIDAK” dengan tegas namun sopan, misalnya:
“Aku nggak bisa ikut makan malam mewah itu, aku lagi nabung buat DP rumah.”
Vivian mengatakan tren ini muncul karena biaya hidup makin tinggi. Tanpa batasan finansial yang jelas, kita bisa terjebak utang — hanya demi terlihat “ikut arus”.
2. Efek Positif: Hemat lebih banyak, komunitas lebih sehat

Terbuka soal keuangan bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Saat kamu jujur tentang prioritas finansialmu, orang lain pun merasa lebih nyaman untuk melakukan hal yang sama. Akhirnya, muncul ide-ide aktivitas yang lebih ramah kantong—misalnya ganti restoran mahal jadi potluck di rumah.
Selain itu, komunitas bisa jadi pengingat dan penguat target finansialmu. Jika temanmu tahu kamu menabung untuk beli rumah, mereka bisa bantu menjagamu tetap di jalur—mulai dari menahanmu beli barang nggak penting sampai berbagi tips hemat.
Tu bilang, keterbukaan ini sering memunculkan persahabatan baru, diskusi bermanfaat, bahkan grup dukungan finansial.
3. Tentukan apa yang mau kamu bagikan

Ada risiko ketika berbagi soal keuangan: bisa dinilai orang lain, dipandang rendah, atau diberi saran yang tidak membantu. Karena itu, Vivian menyarankan untuk membagikan informasi secara selektif — mulai dari lingkaran terdekat terlebih dahulu, bukan ke publik langsung.
“Kamu berhak menentukan batasan. Jika terasa tidak nyaman, kurangi tingkat keterbukaannya,” katanya.
Bicarakan batasan finansialmu dengan cara positif. Kamu bukan menolak nongkrong karena “nggak punya uang”, tapi karena kamu sedang memilih tujuan yang lebih penting. Ini bukan pengorbanan, melainkan keputusan sadar untuk membangun masa depan. Dan justru sikap positif ini bisa menginspirasi orang lain ikut menata keuangan mereka.
Berani bicara soal uang bukan hanya soal batasan, tapi tentang mengambil alih kendali atas masa depan finansialmu — karena ketika kamu jujur pada diri sendiri dan orang lain, kekayaan bukan lagi sekadar impian, tapi rencana yang sedang kamu wujudkan.


















