OJK Pede Kredit Perbankan Masih Positif di Tahun Ini

- OJK proyeksikan pertumbuhan positif kredit perbankan hingga 2025.
- Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik menjadi faktor pendorong optimisme tersebut.
- Penurunan suku bunga domestik diharapkan berdampak positif pada penurunan biaya dana dan meningkatkan pertumbuhan DPK.
Jakarta, IDN Times - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan kredit perbankan masih melanjutkan pertumbuhan positif pada 2025. Hal itu didukung oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik.
"Kami melihat bahwa pertumbuhan kredit perbankan masih akan positif. Perkiraan sebelumnya bahwa penurunan suku bunga AS akan agresif ternyata dengan situasi terkini menjadi “less aggressive” dan cenderung masih dalam level yang relatif tinggi," ucap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam keterangannya dikutip, Rabu (29/1/2025).
1. Faktor penopang kredit perbankan masih tumbuh positif

Ia menjelaskan ada sejumlah faktor pendorong optimisme tersebut. Salah satunya laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan masih akan cukup baik.
Kondisi ini diharapkan menarik minat investasi ke domestik dan berhasil mendatangkan aliran dana ke domestik, sehingga meningkatkan investasi, perluasan usaha, serta meningkatkan demand kredit.
2. Bila penghimpunan dana tercukupi maka likuiditas akan terjaga

Selain itu, proyeksi penurunan suku bunga domestik di tahun ini juga diharapkan dapat
berdampak positif pada penurunan biaya dana namun tetap cukup menarik bagi nasabah
penyimpan menempatkan dananya di perbankan.
"Sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan DPK. Jika penghimpunan dana cukup positif, maka ketersediaan likuiditas akan terjaga dan menjadi sumber dana utama dalam melaksanakan penyaluran kredit perbankan," ungkapnya.
3. Risiko kebijakan Trump hingga arah suku bunga global harus diwaspadai

Meski demikian, Dian meminta semua pihak untuk tetap mewaspadai berbagai risiko yang
timbul akibat ketidakpastian global seperti melambatnya penurunan suku bunga global.
"Ini seiring kecenderungan meningkatnya laju inflasi, meningkatnya volatilitas pasar keuangan dan fluktuasi perdagangan global dan harga komoditas yang disebabkan Trump effect, serta ketegangan geopolitik yang masih berlanjut," ungkap Dian.