[PUISI] Jam Tua dan Surat yang Tak Dikirim

Jam di dinding mengetik detik seperti hujan musim dingin,
bayangan kursi kosong menari-nari di lantai kayu.
Surat di meja menguning, tinta luntur tak sempat kusempurnakan.
Kata-kata bergelung seperti benang putus di ujung jarum.
Ia pergi, membawa kalimat yang pernah kita janjikan.
Di sudut ruang, kenangan berbisik dalam bahasa yang lupa kudengar.
Aku menghitung hari dengan jari yang keriput,
sementara angin menyapu halaman-halaman kosong.
Mungkin ia sedang menulis puisi untukku di negeri yang jauh,
tapi angin tak pernah membawa kabar dari sisi sana.
Aku biarkan jam berdetak,
sebab waktu adalah surat cinta yang tak pernah selesai ditulis.
Dan pada setiap jam yang berlalu,
aku belajar bahwa menunggu bukanlah kehilangan—
ia adalah seni menyimpan kepergiannya dalam kalimat yang tak pernah terucap.


















