[PUISI] "Sejarah Kelam Bercerita"

Desing peluru dan retakan tulang terdengar memekakkan telinga,
Pun dengan makian, cacian serta raungan lirih masih berdentang menggema,
Gemercik darah masih terus menggoreskan cerita,
Sedang, berita duka masih bertandang dengan angkuhnya.
Lalapan si jago merah menambah kadar amarah yang kian membuncah,
Seolah nyawa begitu murah bagi para bedebah,
Dengan bilur biru, cetakan cambuk serta luka yang menganga menjadi hadiah,
Bagi mereka yang menentang dan tak ingin mengaku kalah.
Potongan kepala layaknya boneka miniatur berjejer di bilah bambu,
Potongan anggota tubuh, terhampar dan berserak di segala penjuru,
Seolah menjadi pemandangan indah pemuas kalbu,
Bagi mereka sang pembawa petaka di tanah biru.
Sedang, di salah satu balik pintu lemari tua,
Netra hitam polos merekam semua derita,
Gemetar dan dentuman di dadanya membuatnya tak dapat berkata-kata,
Jika ia bisa, ia ingin melupakan kelam yang merenggut ayah ibunya.
Sejarah berdarah yang menjadi pengantar tidur lelapnya.
Singkawang, 28 Februari 2020