Tertawalah jika bahagia,
Menangislah jika merasa tersiksa 
Sewaktu tangan kecilku masih di pangkuan ibunda
Bagaimana harus mengeluarkan perasaan yang dirasa
Tidak pernah diajarkan dan keluar dengan sendirinya 
Saat itu, sekiranya dengan jelas aku bisa merasakan situasinya

Mengenal dirimu dan memutuskan untuk jadi hamba pengagummu 
Berjibaku mendapat perhatianmu,
Sampai posisimu dengan Tuhan di hati terasa seimbang
Masih jelas betapa hati merasa senang 
Ketika kamu pun diam-diam mencuri pandang
Inikah yang namanya doa terkabul saat sujud dalam tenang?
Setidaknya sampai waktu itu, kamu masih jadi yang tersayang

Hingga perlahan pahatan hati kian kamu ukir dalam sanubari
Dingin, tak acuh, egois, siapakah dirimu yang dulu aku puji? 
Inikah doa yang terjawab atau kutuk yang tertunda? 
Karena sakit yang kurasa,
Perlahan melebur jadi mati rasa 
Gambar dirimu pudar bersama asa
Memori indah itu hilang bersama dia yang kini jadi candu asmara

Ketika diri sudah pasrah, perihal kepergianmu yang akan datang,
Apakah ini tandanya aku sudah siap melajang?
Apakah ini tandanya aku kalau jadi manusia jalang?
Hati, aku tak tahu kapan harus pulang...