Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[CERPEN] Cahaya di Tengah Luka

Potret jalanan di Bandung
Potret jalanan di Bandung (pexels.com/@rkftr)
Intinya sih...
  • Pagi pengumuman SNBP, Syilla ditolak UGM dan Arka diterima UNPAD.
  • Arka memberi dukungan pada Syilla yang kemudian mendaftar SMUP UNPAD tanpa berharap.
  • Syilla akhirnya diterima di Ilmu Komunikasi UNPAD, merasa lega dan bersyukur.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pagi itu, langit kota Bandung seperti seseorang yang sedang merindukan kekasihnya—sendu dan murung. Hujan mengguyur kota Bandung semalaman, aroma tanah basah pun masih tercium di pagi hari. Aku terheran-heran, mengapa ponselku terus berbunyi pagi ini. Tidak biasanya notifikasi silih berganti datang. Aku mengintip kalender. “SNBP!” teriakku kaget. Hari pengumuman tiba.

Aku segera menghubungi Arka untuk membuka pengumuman bersama. Kami sudah berjanji akan saling menguatkan. Namun ternyata pagi itu Arka harus tiba-tiba pergi ke Bandung untuk mengunjungi neneknya yang sakit mendadak. Akhirnya, aku hanya membuka pengumuman bersama nenekku.

Jam menunjukkan pukul 15.00, waktunya membuka pengumuman SNBP. Dengan tangan gemetar, aku membuka layar laptop. “DORRR.” Warna merah menyala terpampang jelas sore itu, seolah perjuanganku selama tiga tahun tak berarti apa-apa. Air mataku jatuh tanpa bisa ditahan. Aku menangis dan terpaku. Nenekku langsung memelukku hangat.

Di sela isak tangis, ponselku bergetar. Arka mengirim pesan.

“Syilla, are you okay?”
“No, I’m not. I got red. UGM rejected me,” jawabku kecewa.
“Jangan patah ya. Terkadang takdir memang suka bercanda. Aku yakin kamu kuat,” tulisnya, mencoba menghibur.
“How about UNPAD?”
“I got accepted.”

Setelah tahu Arka diterima di UNPAD, aku segera meneleponnya untuk mengucapkan selamat, walau aku sendiri sedang tidak baik-baik saja. Sejak awal, kami berjanji untuk saling menguatkan, entah saat bahagia atau kecewa. Kami punya universitas impian yang berbeda—Arka UNPAD, aku UGM. Tapi takdir berkata lain, dan aku harus memperjuangkan UGM lebih keras lagi.

“Kamu pasti bisa!” katanya di telepon.

Aku mendengarnya dengan rasa syukur. Ternyata masih ada orang yang percaya pada mimpiku, bahkan sebelum penolakan SNBP datang. Banyak ucapan yang sempat mematahkan semangatku: “Ketinggian,” “Kenapa harus top 3?” Kalimat-kalimat itu membuatku berpikir mimpiku terlalu tinggi. Meski begitu, aku tetap percaya pada diriku sendiri.

Waktu berjalan cepat. Pendaftaran SNBT ditutup. Aku kembali mempersiapkan diri secara intensif. “Semangat,” kata Arka. Ia selalu memberi dukungan. Aku belajar konsisten bersama tutor selama satu bulan penuh—100 soal per hari. Aku bahkan meninggalkan media sosial, hanya sesekali membalas pesan Arka.

Arka mendukungku sepenuhnya. Ia tak pernah keberatan aku fokus belajar. Sesekali ia datang ke rumah membawa buah kesukaanku. Tutorku pun terus meyakinkanku bahwa aku bisa. Hingga akhirnya hari ujian tiba. Aku berangkat dengan penuh semangat, mengerjakan ujian dengan sungguh-sungguh. Selesai ujian, aku pulang dan mendapati Arka sudah menunggu.

“ARKAAA!”
“I’m proud of you,” katanya sambil tersenyum.

Di rumah, aku merasa lega meski hasil belum keluar. Setidaknya aku sudah melakukan yang terbaik. Aku menggunakan waktuku untuk beristirahat, berdoa, dan beribadah.

Tak lama, pengumuman SNBT tiba. Aku sendirian di kamar. Setelah salat ashar, aku memberanikan diri membuka hasilnya. “Hari keramat ini lagi,” gumamku. Jam 15.00 kembali menghantui. Aku memasukkan nomor peserta dan mengklik hasilnya. Gagal. Lagi. Tulisan “Semangat” kembali muncul. Aku menangis kencang. “Apa mimpiku terlalu tinggi?” pikirku.

Aku mengabari Arka. Ia langsung menelepon. Kata-katanya yang paling kuingat:

“Kalau kamu punya luka, pasti ada proses sembuhnya. Asal kamu jalanin prosesnya, akan ada jalan. Kalau capek, istirahat ya. Aku tunggu kamu.”

Hari-hari berikutnya, aku mencari kegiatan: membuat kue, bermain gitar, dan mengunduh TikTok. Di sana aku sering melihat video Haechan NCT, idolaku, yang digambarkan sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi UNPAD. Aku tersenyum sendiri, membayangkan jika itu nyata.

“ARGHHH!” teriakku histeris. Kalau Arka tahu, pasti ia cemburu. Aku sering bercanda, “Dia pacar kandung aku, kamu nomor dua.” Arka hanya merasa sedikit tersaingi.

Setelah beberapa minggu istirahat, aku kembali mendaftar ke beberapa PTN, termasuk UGM. Tiba-tiba mamah menyuruhku mendaftar ke UNPAD—kampus yang tak pernah ada di pikiranku. Akhirnya aku mengikuti sarannya. Aku bahkan tak memberi tahu Arka soal pendaftaran SMUP UNPAD karena tak berekspektasi apa pun.

Hari pengumuman UNPAD tiba. Hujan deras mengguyur, rumah sedang kosong. Dengan perasaan biasa saja, aku membuka pengumuman di ponsel. “Selamat.” Aku diterima—di Ilmu Komunikasi. Prodi yang kuinginkan setelah melihat video Haechan.

Aku langsung menelepon Arka.

“ARKAAA! Aku lolos UNPAD ILKOM.”
“Hah? Kamu daftar kapan?”
“Aku disuruh mamah. Takut bilang.”
“Aku sedih kamu nggak bilang. Tapi aku senang banget kita satu kampus. Aku ke rumah sekarang.”

Arka datang.
“Selamat ya. Kita satu kampus. Doa aku nih,” katanya bercanda.
“IHHH, Haechan yang narik aku ke ILKOM.”

Ia menatapku kesal. “Kebiasaan.”

Kali ini aku menangis haru. Luka-luka yang dulu terasa perih, pelan-pelan terobati. Bukan hanya karena aku diterima di Ilmu Komunikasi, tapi juga karena Arka. Di kampus, kami sering belajar bersama. Walau jalan kami berbeda, kami punya satu tujuan yang sama—cahaya yang menyatukan kenangan, harapan, dan kasih sayang yang tumbuh di tengah luka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us

Latest in Fiction

See More

[PUISI] Berteduh

22 Des 2025, 16:47 WIBFiction
ilustrasi tenang

[PUISI] Merayakan Sekarang

22 Des 2025, 05:04 WIBFiction
ilustrasi kafe (unsplash.com/@grundsteins)

[CERPEN] Toko Matcha Ajaib

21 Des 2025, 21:59 WIBFiction
ilustrasi orang (pexels.com/Sebastian Voortman)

[PUISI] Jiwa yang Jauh

21 Des 2025, 21:07 WIBFiction
ilustrasi berdiri

[PUISI] Ikhlas dan Culas

21 Des 2025, 06:07 WIBFiction
ilustrasi melihat ke atas tebing berbatu dan berpohon

[PUISI] Akar yang Menyapa

21 Des 2025, 05:15 WIBFiction
ilustrasi perempuan bahagia

[PUISI] Detik Bahagia

21 Des 2025, 05:04 WIBFiction
ilustrasi lembaran kertas

[PUISI] Nadi Kertas Putih

20 Des 2025, 21:07 WIBFiction
pohon besar yang tumbuh di hutan

[PUISI] Rahasia Pohon Tua

20 Des 2025, 20:27 WIBFiction
ilustrasi lampu di malam hari

[PUISI] Senyap Berbisik

20 Des 2025, 05:15 WIBFiction