Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bolehkah Mendaki Gunung saat Sedang Kurang Tidur?

bolehkah mendaki gunung saat sedang kurang tidur?
ilustrasi mendaki gunung saat sedang kurang tidur (pexels.com/Kamaji Ogino)

Tubuh manusia punya batas, terutama ketika berhadapan dengan aktivitas fisik ekstrem seperti mendaki gunung. Banyak orang meremehkan pentingnya istirahat sebelum naik ke ketinggian, padahal kualitas tidur sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh, keseimbangan, hingga kemampuan berpikir jernih. Topik ini sering muncul di antara para pendaki yang antusias, tetapi sedang terjebak dalam rutinitas padat hingga waktu tidurnya berantakan.

Padahal, kurang tidur bisa menjadi faktor risiko yang tidak disadari saat menghadapi kondisi alam yang tidak menentu di gunung. Karena itu, penting memahami hubungan antara tidur dan performa tubuh sebelum melakukan aktivitas berat seperti pendakian. Berikut penjelasan yang bisa membantu kamu menilai pentingnya tidur yang cukup sebelum berangkat mendaki gunung.

1. Kurang tidur menurunkan konsentrasi dan koordinasi tubuh

ilustrasi kurang tidur (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi kurang tidur (pexels.com/cottonbro studio)

Tidur bukan hanya waktu beristirahat, melainkan juga proses pemulihan sistem saraf yang menjaga otak tetap fokus. Saat seseorang kurang tidur, otak mengalami penurunan fungsi kognitif yang membuat respon terhadap lingkungan menjadi lebih lambat. Hal ini berbahaya ketika mendaki gunung, karena jalur yang menanjak, berbatu, dan licin memerlukan koordinasi antara mata, tangan, dan kaki yang baik. Kesalahan kecil seperti salah pijak atau terlambat bereaksi bisa menyebabkan cedera serius.

Selain itu, kelelahan akibat begadang dapat menurunkan kemampuan mengambil keputusan cepat, padahal medan pendakian sering kali menuntut insting yang tajam. Ketika otak tidak bekerja dengan optimal, risiko tersesat, kehilangan arah, atau membuat keputusan berbahaya meningkat. Kurang tidur juga dapat memperburuk keseimbangan elektrolit tubuh, yang berujung pada kelelahan lebih cepat di ketinggian.

2. Tubuh kurang tidur lebih rentan mengalami penurunan imunitas

ilustrasi insomnia (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi insomnia (pexels.com/cottonbro studio)

Tidur memiliki peran besar dalam menjaga sistem kekebalan tubuh. Saat tidur, tubuh memproduksi sitokin protein yang membantu melawan infeksi dan peradangan. Jika waktu tidur berkurang, produksi sitokin ikut menurun, membuat tubuh lebih mudah terkena flu atau infeksi ringan yang bisa menjadi masalah besar di gunung. Pendaki yang kurang tidur biasanya juga mengalami dehidrasi lebih cepat karena metabolisme tubuh bekerja tidak seimbang.

Kondisi dingin di gunung memperparah situasi tersebut karena tubuh harus bekerja lebih keras untuk menjaga suhu tetap stabil. Tanpa tidur yang cukup, tubuh kehilangan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan suhu ekstrem, sehingga mudah menggigil dan kehilangan energi. Kelelahan kronis yang disebabkan oleh kurang tidur juga dapat memperlambat pemulihan otot, membuat kamu cepat lelah di awal pendakian.

3. Kurang tidur meningkatkan risiko gangguan jantung saat mendaki

bolehkah mendaki gunung saat sedang kurang tidur?
ilustrasi tidak bisa tidur (pexels.com/cottonbro studio)

Pendakian gunung termasuk aktivitas yang menuntut kerja jantung lebih keras karena tekanan oksigen di ketinggian menurun. Bila seseorang kurang tidur, sistem kardiovaskularnya bekerja tidak stabil. Detak jantung cenderung meningkat lebih cepat dan tekanan darah juga sulit dikontrol. Kombinasi ini berpotensi memicu sesak napas, pusing, atau bahkan kolaps jika tidak disadari sejak awal.

Selain itu, kurang tidur juga memicu peningkatan hormon stres seperti kortisol, yang dapat mempersempit pembuluh darah. Saat mendaki, pembuluh darah yang menyempit akan memperlambat aliran oksigen ke otot dan otak, menyebabkan tubuh cepat lemas. Dalam jangka panjang, kebiasaan mendaki tanpa tidur cukup bisa meningkatkan risiko hipertensi dan gangguan irama jantung yang tidak disadari.

4. Tidur kurang membuat emosi tidak stabil dan sulit fokus pada tim

ilustrasi emosi tidak stabil (pexels.com/Anna Shvets)
ilustrasi emosi tidak stabil (pexels.com/Anna Shvets)

Mendaki gunung bukan hanya soal fisik, melainkan juga soal mental. Kurang tidur bisa membuat seseorang lebih mudah tersulut emosi, cepat panik, dan sulit bekerja sama dengan tim. Dalam situasi pendakian yang membutuhkan komunikasi efektif, kondisi emosional semacam ini bisa memicu kesalahpahaman atau keputusan terburu-buru yang berakibat fatal.

Selain itu, kelelahan mental akibat kurang tidur dapat membuat seseorang kehilangan semangat di tengah perjalanan. Padahal, motivasi dan kerja sama tim adalah kunci utama untuk mencapai puncak dengan aman. Emosi yang tidak stabil juga membuat otak sulit mengatur prioritas, seperti kapan harus beristirahat, minum, atau makan.

5. Tidur yang cukup menjadi kunci keselamatan dan performa fisik optimal

ilustrasi tidur (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi tidur (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Tidur yang cukup sebelum mendaki adalah kebutuhan biologis yang wajib dipenuhi. Selama tidur, tubuh memperbaiki jaringan otot dan menyeimbangkan hormon energi, dua hal penting untuk menjaga stamina di ketinggian. Ketika tidur terpenuhi, sistem pernapasan bekerja lebih efisien sehingga kamu bisa beradaptasi dengan udara tipis di gunung tanpa mudah lelah.

Kondisi tubuh yang bugar juga membuat pendaki lebih peka terhadap tanda bahaya seperti kelelahan ekstrem atau gejala altitude sickness. Tidur cukup meningkatkan rasa percaya diri dan kewaspadaan, dua hal yang penting untuk keselamatan. Dengan kata lain, tidur bukan sekadar pelengkap, melainkan pondasi utama sebelum melakukan aktivitas ekstrem seperti mendaki gunung.

Tidur yang cukup adalah investasi kesehatan yang sering diabaikan, terutama oleh pendaki yang berfokus pada perlengkapan dan rute tanpa memerhatikan kondisi tubuh. Mendaki saat kurang tidur bisa memperburuk performa dan meningkatkan risiko cedera. Jadi, sebelum memulai perjalanan ke puncak, sudahkah kamu benar-benar memberi tubuh kesempatan untuk beristirahat?

Referensi

"Coping with insomnia and a need to climb mountain". UKC. Diakses pada Oktober 2025.

"Climbing and sleeping". Mountain Project. Diakses pada Oktober 2025.

"Want to Adventure to Your Fullest? Go to Sleep". Much Better Adventure. Diakses pada Oktober 2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us

Latest in Health

See More

Studi: Otak Laki-laki Lebih Cepat Menyusut Dibanding Perempuan

20 Okt 2025, 13:08 WIBHealth