Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

8 Hal yang Harus Kamu Tahu tentang HIV-1

ilustrasi HIV (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • HIV-1 adalah salah satu dari dua jenis HIV, dan sebagian besar orang yang hidup dengan HIV mengidap HIV-1.
  • Penularan HIV-1 melalui cairan tubuh, seperti hubungan seks, penggunaan jarum suntik bersama, kehamilan dan menyusui (penularan dari ibu ke anak), serta paparan darah di tempat kerja.
  • Faktor risiko penularan HIV-1 termasuk seks tanpa kondom, infeksi menular seksual, berbagi jarum suntik, stigma HIV, dan kemiskinan.

Ada dua jenis utama human immunodeficiency virus (HIV). HIV-1, yang ditemukan pertama kali, adalah jenis yang paling tersebar luas di seluruh dunia. Sementara itu, HIV-2 memiliki perbedaan genetik lebih dari 55 persen dari HIV-1.

Di bawah ini dipaparkan informasi penting seputar HIV-1.

1. Apa itu HIV-1?

HIV-1 adalah jenis retrovirus yang berasal dari virus serupa pada simpanse. Diyakini bahwa virus ini ditularkan ke manusia saat manusia bersentuhan dengan darah simpanse yang diburunya.

Ada empat kelompok HIV-1: M, N, O, dan P.

Yang terbesar adalah kelompok M, yang selanjutnya dibagi menjadi sembilan subtipe. Subtipe B adalah subtipe yang paling umum di Amerika Serikat. Subtipe C adalah yang paling umum di seluruh dunia.

Ketika seseorang tertular HIV-1, virus mulai menginfeksi jenis sel imun tertentu yang disebut sel CD4. Sel-sel ini sangat penting dalam membantu mengoordinasikan respons imun tubuh.

Ketika HIV-1 tidak diobati dengan obat antiretroviral (ARV), virus terus menguras sel CD4 tubuh. Saat ini terjadi, sistem imun makin sulit mengatasi infeksi dan jenis kanker tertentu.

2. Penyebab

ilustrasi virus HIV (unsplash.com/National Institute of Allergy and Infectious Diseases)

HIV ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui cairan tubuh, termasuk air mani, darah, cairan vagina, dan air susu ibu.

Penyebab HIV-1 sama dengan HIV-2.

Jalur utama penularan HIV adalah:

  • Hubungan seks, baik anal maupun vaginal.
  • Penggunaan jarum suntik atau alat suntik bersama.
  • Kehamilan dan menyusui (penularan dari ibu ke anak).
  • Paparan darah di tempat kerja (seperti luka tusuk jarum).

Penyebab penularan HIV yang jarang hingga tidak mungkin termasuk seks oral (karena enzim dalam air liur yang menetralkan virus) dan transfusi darah (karena pemeriksaan rutin pasokan darah).

Seks anal dan seks vaginal adalah jalur infeksi HIV yang paling umum di sebagian besar negara. Namun, di beberapa wilayah, seperti Rusia dan sebagian Eropa Timur dan Asia Tengah, penggunaan jarum suntik bersama adalah jalur paling umum karena tingginya tingkat penggunaan narkoba suntik.

Kamu tidak dapat tertular HIV dari menyentuh, mencium, berbagi peralatan, nyamuk, atau dudukan toilet.

3. Faktor risiko

Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan risiko seseorang tertular atau menularkan HIV. Beberapa faktor bersifat fisiologis (berkaitan dengan tubuh), sementara yang lain terkait dengan praktik seksual. Faktor sosial, budaya, ras, dan ekonomi juga berkontribusi.

Faktor-faktor risiko yang dapat memperparah kemungkinan seseorang terinfeksi di antaranya:

  • Seks anal: Seks anal adalah rute penularan HIV yang paling efisien, sebagian karena lapisan rektum rapuh dan hanya dilindungi oleh satu kolom sel epitel (tidak seperti vagina, yang memiliki banyak).
  • Seks tanpa kondom: Mereka yang berisiko paling tinggi terinfeksi adalah pasangan reseptif selama seks anal atau vaginal, meskipun pasangan insertif juga dapat terinfeksi.
  • Infeksi menular seksual (IMS): Beberapa IMS seperti sifilis dan herpes genital menyebabkan tukak yang memungkinkan HIV masuk dengan mudah ke dalam tubuh. Penyakit lain seperti gonore dan klamidia menyebabkan peradangan yang meningkatkan konsentrasi sel T yang dapat dituju dan diinfeksi oleh HIV.
  • Berbagi jarum suntik: Berbagi jarum suntik dan perlengkapan narkoba lainnya memungkinkan penularan langsung darah yang terkontaminasi HIV dari satu orang ke orang lain. Narkoba juga dapat merusak penilaian seseorang dan meningkatkan kemungkinan hubungan seks yang berisiko.
  • Stigma HIV: Ketakutan akan pengungkapan, homofobia, dan stigma membuat banyak orang enggan menjalani tes atau pengobatan HIV. Di sisi lain, "menyalahkan dan mempermalukan" HIV dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi, penggunaan narkoba, berganti-ganti pasangan seks, dan pengambilan risiko seksual pada orang yang didiagnosis dengan HIV.
  • Kemiskinan: Kemiskinan membatasi akses terhadap perawatan kesehatan dan intervensi pendidikan, sosial, dan medis yang dirancang untuk mencegah HIV (termasuk PrEP dan pengobatan kecanduan).

4. Diagnosis

ilustrasi tes cepat HIV (flickr.com/UNICEF Ethiopia)

Beberapa tes dapat mendiagnosis HIV-1. Tes ini paling sering dilakukan menggunakan sampel darah yang diambil dari vena di lengan atau melalui tusukan jari:

  • Tes antibodi: Tes antibodi mendeteksi antibodi terhadap HIV. Antibodi adalah protein yang dibuat sistem imun sebagai respons terhadap penyerang asing, seperti HIV. Sebagian besar tes HIV cepat atau tes di rumah adalah tes antibodi.
  • Tes antigen/antibodi: Jenis tes ini mencari antibodi terhadap HIV serta protein virus yang disebut p24. Mungkin untuk mendeteksi p24 sebelum antibodi berkembang.
  • Tes asam nukleat (NAT). NAT mendeteksi materi genetik virus dalam sampel darah. NAT juga dapat menentukan jumlah virus (viral load) dalam darah.

Setiap tes diagnostik memiliki periode jendela yang berbeda. Ini adalah periode waktu antara saat seseorang terpapar virus dan saat tes dapat mendeteksinya secara akurat.

Seorang profesional perawatan kesehatan akan mempertimbangkan periode jendela tes selama pengujian. Ada kemungkinan bahwa tes kedua setelah periode jendela berlalu akan diperlukan untuk mengonfirmasi hasil negatif.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) merekomendasikan penggunaan tes antigen/antibodi untuk diagnosis HIV. Jika positif, tes ini ditindaklanjuti dengan tes konfirmasi untuk menentukan apakah seseorang mengidap HIV-1 atau HIV-2.

Pengujian HIV setelah diagnosis

Pengujian tambahan dilakukan setelah seseorang menerima diagnosis HIV-1 dan selama perawatan mereka. Pengujian ini meliputi:

  • Viral load: Jumlah virus dalam darah disebut viral load. Ketika HIV-1 tidak diobati, viral load akan meningkat. Sebaliknya, pengobatan dengan obat ARV dapat mengurangi viral load ke tingkat yang tidak terdeteksi.
  • Jumlah CD4: Hitungan CD4 melihat jumlah sel CD4 dalam sampel darah. Penurunan kadar sel CD4 menandakan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh.
  • Pengujian resistensi obat: HIV-1 dapat menjadi resisten terhadap jenis obat ARV tertentu. Oleh karena itu, pengujian resistensi obat dilakukan untuk membantu menentukan obat ARV mana yang dapat digunakan untuk pengobatan.

5. Tahapan HIV

Infeksi HIV memiliki tiga tahap yang berbeda, yaitu:

  • Akut: Periode sesaat setelah seseorang tertular HIV-1. Orang dalam tahap akut memiliki jumlah virus yang tinggi dan mungkin mengalami gejala seperti flu.
  • Kronis: Selama tahap ini, seseorang dengan HIV biasanya tidak mengalami gejala. Meskipun tidak ada gejala yang muncul, tetapi virus tersebut terus merusak sistem kekebalan tubuh jika obat ARV tidak digunakan.
  • Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS): Pada tahap ini, sistem kekebalan tubuh rusak parah. HIV telah berkembang menjadi AIDS ketika jumlah CD4 di bawah 200 sel per milimeter kubik atau ketika seseorang mulai mengalami beberapa jenis infeksi oportunistik.

Pengobatan HIV-1 telah berkembang secara dramatis sejak virus tersebut pertama kali diidentifikasi.

Superinfeksi HIV-1

Ada kemungkinan tertular dua jenis HIV-1 yang berbeda. Ini disebut superinfeksi. Dalam superinfeksi, jenis baru mungkin menjadi dominan, atau kedua jenis dapat hidup berdampingan.

Terkadang jenis baru mungkin resistan terhadap obat ARV yang dikonsumsi seseorang, sehingga pengobatan yang sedang dijalani kurang efektif.

Namun, superinfeksi yang sulit diobati jarang terjadi.

6. Gejala

ilustrasi demam (freepik.com/freepik)

Beberapa orang mengalami gejala seperti flu sekitar 2 hingga 4 minggu setelah tertular HIV-1. Gejala-gejala ini dapat meliputi:

  • Demam.
  • Menggigil.
  • Kelelahan.
  • Keringat malam.
  • Nyeri otot dan nyeri.
  • Ruam.
  • Sakit tenggorokan.
  • Pembengkakan kelenjar getah bening.
  • Sariawan.

Penting untuk dicatat bahwa tidak semua orang yang tertular HIV akan mengalami gejala. Beberapa orang mungkin tidak menyadari bahwa mereka hidup dengan HIV. Bahkan, diperkirakan 1 dari 7 orang yang mengidap HIV tidak mengetahuinya.

7. Pengobatan

Pengobatan HIV-1 melibatkan penggunaan obat ARV setiap hari. Obat-obatan ini bekerja untuk mencegah virus menginfeksi sel-sel baru dan memperbanyak diri. Ketika ini terjadi, viral load dapat berkurang drastis.

Ada beberapa jenis obat ARV. Masing-masing bekerja untuk menargetkan virus dengan cara yang berbeda:

  • Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI).
  • Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI).
  • Fusion inhibitor.
  • Protease inhibitor.
  • Integrase inhibitor.
  • CCR5 antagonist.
  • Post-attachment inhibitor.

Pengobatan HIV biasanya melibatkan penggunaan tiga atau lebih obat ARV. Beberapa obat ini akan berasal dari jenis obat yang berbeda untuk menghambat virus dengan lebih baik dan untuk mencegah resistensi obat.

Mengonsumsi obat ARV setiap hari sesuai petunjuk dapat mengurangi viral load ke tingkat yang tidak terdeteksi dalam waktu 6 bulan atau kurang. Ketika ini terjadi, tidak ada risiko penularan virus ke pasangan seksual. Ini disebut undetectable = untransmissible (U=U) atau tidak terdeteksi = tidak menularkan (TDTM).

8. Pencegahan

ilustrasi kondom (freepik.com/freepik)

Ada banyak langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan HIV-1, meliputi:

  • Menggunakan kondom. Menggunakan kondom selama hubungan seks vaginal, anal, atau oral dapat membantu mencegah penularan virus selama aktivitas tersebut.
  • Menjalani tes. Melakukan tes HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lainnya merupakan cara yang ampuh untuk mendeteksi dan mengobati infeksi ini. Dorong pasangan seksual untuk menjalani tes juga.
  • Tidak berbagi jarum suntik. Penting bagi pengguna narkoba suntik untuk menghindari berbagi jarum suntik atau peralatan narkoba suntik dengan orang lain.
  • Mengonsumsi profilaksis prapajanan (PrEP). PrEP adalah obat harian yang dapat diminum untuk membantu menurunkan risiko penularan HIV melalui hubungan seks atau penggunaan narkoba suntik.
  • Menggunakan profilaksis pascapajanan (PEP). PEP adalah obat yang dapat digunakan dalam keadaan darurat untuk mencegah penularan HIV. Agar efektif, obat harus dimulai dalam waktu 72 jam setelah kemungkinan terpapar.

HIV-1 adalah salah satu dari dua jenis HIV, dan sebagian besar orang yang hidup dengan HIV mengidap HIV-1.

Seseorang dapat tertular HIV-1 saat cairan tubuh yang mengandung virus bersentuhan dengan darah atau selaput lendir. Cara umum penularannya adalah saat berhubungan seks tanpa kondom dan melalui penggunaan alat suntik narkoba.

HIV-1 menginfeksi sel imun yang disebut sel CD4. Jika tidak diobati, virus ini dapat merusak sistem imun secara bertahap. Tahap akhir HIV-1 ditandai dengan jumlah sel CD4 yang rendah dan infeksi oportunistik.

Berbagai tes tersedia untuk membantu mendeteksi HIV-1. Meskipun belum ada obat untuk HIV-1, tetapi menerima terapi ARV segera dapat mengurangi virus hingga ke tingkat yang tidak terdeteksi dan mencegah kerusakan pada sistem imun.

Referensi

Fettig J, Swaminathan M, Murrill CS, Kaplan JE. "Global epidemiology of HIV." Infectious Disease Clinics of North America. 2014;28(3):323–37.
"HIV-1 and HIV-2". Aidsmap. Diakses November 2024.
"Understanding HIV-1 and How It May Affect You". Healthline. Diakses November 2024.
"HIV-1: What You Should Know". Verywell Health. Diakses November 2024.
"HIV transmission." Centers for Disease Control and Prevention. Diakses November 2024.
Nyamweya, Samuel, Andrea Hegedus, Assan Jaye, et al. “Comparing HIV‐1 and HIV‐2 infection: Lessons for viral immunopathogenesis.” Reviews in Medical Virology 23, no. 4 (February 26, 2013): 221–40.
Jolley, Emma, Tim Rhodes, et al. “HIV among people who inject drugs in Central and Eastern Europe and Central Asia: a systematic review with implications for policy.” BMJ Open 2, no. 5 (January 1, 2012): e001465.
Braun DL, Kouyos RD, Balmer B, et al. “Frequency and Spectrum of Unexpected Clinical Manifestations of Primary HIV-1 Infection.” Clinical Infectious Diseases 61, no. 6 (May 19, 2015): 1013–21.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nurulia R F
EditorNurulia R F
Follow Us