"Untuk menghitung orang dengan HIV di Indonesia, dihitung tiap provinsi, tiap kota, kabupaten, kemudian dikumpulin jadi nasional, diestimasi secara nasional. Itu kita ketemu sekitar 560-an ribu," ujar dr. Bagus.
Kasus HIV Menurun, tapi Sepertiga ODHIV di Indonesia Belum Diobati

- Penurunan kasus HIV di Indonesia sejak 2010 menunjukkan tren yang menurun, tetapi baru dua pertiga orang yang menjalani pengobatan.
- Sebanyak 67 persen orang dengan HIV di Indonesia menjalani pengobatan, di bawah rata-rata global yang sudah mencapai tiga perempat.
- Kondisi ini membuat penurunan angka HIV berpotensi menimbulkan rasa aman semu tanpa perluasan akses pengobatan dan pemeriksaan lanjutan yang merata.
Penurunan estimasi jumlah orang dengan HIV (ODHIV) di Indonesia sejak tahun 2010 kerap dibaca sebagai kabar baik. Data nasional dan estimasi lembaga internasional menunjukkan tren yang menurun, sejalan dengan upaya pencegahan yang terus digencarkan. Namun, di balik capaian tersebut, persoalan HIV di Indonesia masih banyak.
Hingga kini baru sekitar dua pertiga orang dengan HIV yang menjalani pengobatan, tertinggal dibandingkan rata-rata global yang sudah mencapai tiga perempat. Artinya, meski angka kasus menurun, tetapi tantangan terbesar justru masih berada pada akses pengobatan dan pemerataan layanan kesehatan. Hal ini dijelaskan oleh dr. Bagus Prabowo, MScPH dalam Health Talk by IDN Times dengan tema "World Aids Day: Kemajuan Pengobagan HIV, Sudah Sampai Mana?"
Kesenjangan angka pengobatan
Secara global, dari sekitar 40 juta orang yang hidup dengan HIV, lebih dari 30 juta di antaranya telah menjalani pengobatan. Angka ini menunjukkan bahwa sekitar 75 hingga 80 persen orang dengan HIV di dunia sudah mengakses terapi antiretroviral (ARV/ART)
Sementara itu, Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 550–560 ribu orang dengan HIV.
Namun, dari jumlah tersebut, baru sekitar 67 persen yang tercatat menjalani pengobatan. Kesenjangan ini memperlihatkan bahwa capaian Indonesia masih berada di bawah rata-rata global, meski tren kasus secara umum menunjukkan penurunan.
Kenapa angkanya masih rendah?

Padahal, rendahnya capaian pengobatan tersebut bukan disebabkan oleh ketidakefektifan obat HIV. Data menunjukkan bahwa di antara ODHIV yang menjalani pengobatan dan mendapatkan evaluasi melalui pemeriksaan viral load, tingkat keberhasilan terapinya sangat tinggi, yakni di atas 95 persen.
Artinya, pengobatan ARV terbukti bekerja dengan baik. Tantangan utama justru terletak pada akses yang belum merata, terutama terhadap layanan pemantauan pengobatan, sehingga tidak semua pasien dapat dievaluasi secara optimal.
Imbas untuk ODHIV
Kondisi yang disebutkan di atas membuat penurunan angka HIV berpotensi menimbulkan rasa aman semu. Tanpa perluasan akses pengobatan dan pemeriksaan lanjutan yang merata, sebagian ODHIV tetap berisiko mengalami kegagalan terapi dan berkontribusi pada penularan baru.
Dengan kata lain, keberhasilan menekan angka kasus tidak akan berkelanjutan jika tidak diikuti penguatan layanan kesehatan, khususnya dalam menjangkau kelompok yang selama ini belum tersentuh sistem pengobatan.
Karakter epidemi di Indonesia

Berbeda dengan sejumlah negara di Afrika sub-Sahara yang menghadapi epidemi HIV bersifat umum, Indonesia masih tergolong sebagai negara dengan epidemi terkonsentrasi.
Artinya, penularan HIV terutama terjadi pada kelompok populasi tertentu yang memiliki risiko lebih tinggi, bukan pada masyarakat umum. Pola ini membuat strategi penanggulangan HIV seharusnya lebih terarah dan spesifik.
"Kita, tuh, epidemi yang terkonsentrasi, bukan epidemi yang general, bukan epidemi yang menimpa masyarakat umum. Jadi kita terkonsentrasi di populasi-populasi yang berisiko, kecuali di tanah Papua," ungkap dr. Bagus.
Di sana, prevalensi HIV telah mendekati, bahkan melampaui satu persen, menandakan pergeseran menuju epidemi yang lebih luas di tingkat populasi umum.
Fakta bahwa estimasi kasus HIV di Indonesia menurun sejak 2010 seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat, bukan melonggarkan, respons nasional.
Tanpa upaya serius memperluas deteksi dini, pengobatan, serta pemerataan pemeriksaan lanjutan seperti tes viral load, penurunan angka tersebut berisiko tidak berkelanjutan. Dengan sebagian orang dengan HIV masih berada di luar sistem layanan kesehatan, tantangan Indonesia bukan hanya menekan angka kasus, tetapi memastikan tidak ada yang tertinggal dalam pengobatan.


















