Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengapa Usus Dijuluki 'Otak Kedua'?

ilustrasi laki-laki memegang perut (freepik.com/master1305)
ilustrasi laki-laki memegang perut (freepik.com/master1305)
Intinya sih...
  • Usus dijuluki "otak kedua" karena memiliki sistem saraf enterik yang berfungsi mandiri.
  • ENS memproses informasi sensorik, membuat keputusan, dan beroperasi independen dari sistem saraf pusat.
  • Kesehatan usus memengaruhi suasana hati, emosi, kesehatan mental, dan sistem kekebalan tubuh secara keseluruhan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tahukah kamu bahwa usus sering dijuluki sebagai "otak kedua"? Julukan ini bukan sekadar kiasan, melainkan berangkat dari temuan ilmiah yang menunjukkan betapa kompleks dan pentingnya peran usus dalam tubuh manusia.

Tak hanya bertugas mencerna makanan, usus juga memiliki sistem saraf tersendiri yang disebut sistem saraf enterik, yang mampu bekerja secara mandiri dan berkomunikasi langsung dengan otak. 

Sejumlah besar hormon dan neurotransmiter juga diproduksi di usus, menjadikannya pusat pengaruh besar terhadap suasana hati, emosi, hingga kesehatan mental. Apa sebenarnya yang membuat usus begitu cerdas hingga layak disebut otak kedua?

1. Sistem saraf enterik

Inti dari kenapa usus dianggap sebagai otak kedua adalah sistem saraf enterik atau enteric nervous system (ENS).

ENS adalah jaringan neuron yang luas yang tertanam di dalam dinding saluran pencernaan. Jaringan ini terdiri dari neuron sensorik, neuron motorik, dan interneuron, yang terorganisasi menjadi ribuan ganglia. Neuron-neuron ini dikelompokkan menjadi dua pleksus utama: pleksus mienterikus, yang terutama mengendalikan motilitas usus, dan pleksus submukosa, yang mengatur aliran darah dan sekresi lokal.

Tidak seperti organ lain di luar otak, ENS dapat beroperasi secara independen dari sistem saraf pusat (SSP). ENS memproses informasi sensorik dari usus, membuat keputusan, dan memulai respons seperti peristaltik, yaitu kontraksi ritmis yang menggerakkan makanan melalui saluran pencernaan. Otonomi dan kompleksitas ini adalah alasan mengapa para ilmuwan sering menyebutnya sebagai otak kedua.

2. Sumbu usus-otak

Usus dan otak terus berkomunikasi satu sama lain melalui koneksi yang disebut sumbu usus-otak (gut-brain axis). Hubungan ini bekerja dua arah dan melibatkan jalur saraf, hormon, serta sistem kekebalan tubuh. Saraf vagus—salah satu saraf terbesar di tubuh—berperan sebagai jalur utama yang menghubungkan ENS dengan otak. 

Menariknya, komunikasi ini bukan hanya otak yang memberi perintah. Usus juga bisa mengirim sinyal balik yang memengaruhi suasana hati, emosi, bahkan kemampuan berpikir.

Misalnya, sensor di usus bisa mendeteksi perubahan seperti jumlah nutrisi atau adanya zat penyebab peradangan, lalu mengirim informasi itu ke otak. Sebagai balasan, otak bisa memicu reaksi tertentu di usus, seperti membuat kita mual atau muntah saat mendeteksi racun.

3. Neurotransmiter dan mikrobioma usus

ilustrasi mikrobioma usus (vecteezy.com/DzianisVasilyeu)
ilustrasi mikrobioma usus (vecteezy.com/DzianisVasilyeu)

Usus juga berperan dalam memproduksi neurotransmiter, yaitu zat kimia yang mengirimkan sinyal dalam sistem saraf. Usus memproduksi lebih dari 90 persen serotonin tubuh, neurotransmiter yang penting untuk mengatur suasana hati, tidur, dan nafsu makan. Neurotransmiter lain, seperti gamma-aminobutyric acid (GABA), yang membantu mengendalikan kecemasan dan ketakutan, juga diproduksi di usus. 

Triliunan mikroba yang hidup di usus memainkan peran penting dalam proses ini. Mikroba ini menghasilkan asam lemak rantai pendek dan metabolit lain yang dapat memengaruhi fungsi dan perilaku otak. Gangguan pada mikrobioma usus telah dikaitkan dengan kondisi kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan bahkan penyakit neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimer dan Parkinson.

4. Implikasi bagi kesehatan dan penyakit

Pengaruh usus tidak sebatas mencerna makanan. Usus juga berperan penting dalam menjaga sistem kekebalan tubuh, membantu melindungi kita dari serangan kuman dan menjaga kesehatan secara keseluruhan. Jika keseimbangan bakteri di usus terganggu atau komunikasi antara usus dan otak tidak berjalan baik, hal ini bisa dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, seperti sindrom iritasi usus besar, obesitas, diabetes, hingga gangguan mental. 

Para ahli meyakini penggunaan probiotik dapat membantu mengembalikan keseimbangan mikroba di usus dan berpotensi memperbaiki kondisi kesehatan mental. Temuan-temuan ini menegaskan bahwa kesehatan usus sangat penting, baik untuk tubuh maupun pikiran.

5. Kiat meningkatkan kesehatan usus

Berikut tips untuk meningkatkan kesehatan usus:

  • Mengelola stres. Stres kronis dapat memengaruhi kesehatan usus. Kamu bisa mengurangi stres dengan meditasi, berjalan kaki, pijat, menghabiskan waktu dengan keluarga atau teman, menggunakan aromaterapi, membatasi konsumsi alkohol, tertawa, berlatih yoga, dan berinteraksi dengan hewan peliharaan. 
  • Mengonsumsi makanan kaya polifenol. Polifenol adalah mikronutrien yang dapat mendukung kesehatan usus. Makanan yang kaya polifenol meliputi sayuran, buah-buahan, kopi, teh, dan anggur. 
  • Makan makanan tinggi serat. Beberapa makanan tinggi serat, meliputi legum, biji-bijian utuh, sayuran, kacang-kacangan, dan buah-buahan.
  • Mengonsumsi bawang putih. Bawang putih dapat meningkatkan keragaman mikrobioma usus dan mendukung pertumbuhan bakteri baik. 
  • Makan makanan fermentasi. Makanan fermentasi adalah sumber probiotik alami yang dapat meningkatkan kesehatan usus. Contohnya termasuk kimci, sauerkraut, yoghurt, dan kefir. 
  • Mengonsumsi makanan yang meningkatkan kolagen. Makanan seperti kaldu tulang dan kulit salmon kaya akan kolagen, yang dapat mendukung kesehatan usus.

Melihat betapa pentingnya peran usus dalam sistem saraf, kekebalan tubuh, hingga kesehatan mental, tak heran jika usus mendapat julukan sebagai otak kedua. Menjaga keseimbangan dan kesehatan usus bukan hanya soal pencernaan, tetapi juga bagian penting dari menjaga tubuh dan pikiran tetap sehat.

Referensi 

"The Gut-Brain Connection." Cleveland Clinic. Diakses April 2025. 
"Gut-Brain Connection." Healthline. Diakses April 2025. 
"Gut Health." Healthline. Diakses April 2025.
"The Brain-Gut Connection." Johns Hopkins Medicine. Diakses April 2025. 
"What to Know About Gut-Brain Link." WebMD. Diakses April 2025. 
"Think Twice: How the Gut's "Second Brain" Influences Mood and Well-Being." Scientific American. Diakses April 2025. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
Eka Amira Yasien
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

[QUIZ] Apakah Pikiranmu Kotor? Tes Lewat Kuis Ini

22 Sep 2025, 22:25 WIBHealth