Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pasien Positif Omicron bisa Isoman di Rumah, Ini Panduannya

ilustrasi isolasi mandiri (muhealth.org)

Beberapa waktu terakhir, kasus harian positif COVID-19 melejit. Per Jumat (11/2/2022), terjadi penambahan kasus positif sejumlah 40.489 orang dengan pasien sembuh sebanyak 15.767 orang. Selain itu, terjadi penambahan kasus kematian sebanyak 100 orang.

Meski varian Omicron memiliki kecepatan penularan yang luar biasa, tetapi cenderung bergejala ringan. Pasien yang terpapar COVID-19 varian Omicron bisa melakukan isolasi mandiri (isoman) di rumah. Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus COVID-19 Varian Omicron yang ditetapkan pada 17 Januari 2022.

Lantas, bagaimana panduan perawatan COVID-19 di rumah? Ini dikupas tuntas dalam program Health Talk "Panduan Perawatan COVID-19 di Rumah, Lekas Pulih!" pada Kamis (10/2/2022). Disiarkan secara live di Instagram @idntimes, narasumber yang dihadirkan adalah dr. Paulus Arka Triyoga, SpP, dokter spesialis paru dari Eka Hospital Cibubur. Mari simak bersama!

1. Kasus tanpa gejala (asimtomatik) dan ringan bisa isoman di rumah

ilustrasi isolasi mandiri (clevelandclinic.org)

Berdasarkan peraturan terbaru, kasus probable dan konfirmasi varian Omicron (B.1.1.529) baik yang bergejala (simptomatik) dan tidak bergejala (asimptomatik) perlu melakukan isolasi dan memisahkan diri dari masyarakat yang sehat. Dengan catatan:

  • Kasus konfirmasi COVID-19 tanpa gejala (asimtomatik) dan gejala ringan bisa melakukan isolasi mandiri di rumah apabila memenuhi syarat tertentu.
  • Kasus konfirmasi COVID-19 dengan gejala ringan atau sedang disertai komorbid yang tidak terkontrol bisa dirawat di rumah sakit (RS) lapangan, RS darurat, atau RS yang merupakan penyelenggara pelayanan COVID-19.
  • Kasus konfirmasi COVID-19 dengan gejala berat hingga kritis harus dirawat di RS penyelenggara pelayanan COVID-19.

2. Untuk bisa isoman di rumah, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi

ilustrasi pulse oximetry (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Syarat isolasi mandiri untuk pasien tanpa gejala dan gejala ringan dibedakan menjadi dua, yaitu syarat klinis dan syarat rumah (tempat tinggal). Syarat klinis dan perilaku yang dimaksud ialah:

  • Usia di bawah 45 tahun.
  • Tidak memiliki komorbid atau penyakit penyerta.
  • Bisa mengakses telemedisin atau layanan kesehatan lainnya.
  • Berkomitmen untuk tetap diisolasi sebelum diizinkan keluar.

Sementara itu, syarat rumah dan peralatan pendukung lainnya adalah:

  • Bisa tinggal di kamar terpisah, lebih baik lagi jika lantainya terpisah dengan penghuni rumah yang sehat.
  • Ada kamar mandi di dalam rumah yang terpisah dengan penghuni rumah lainnya.
  • Bisa mengakses pulse oximetry.

Apabila pasien tidak memenuhi syarat klinis dan syarat rumah, pasien harus melakukan isolasi di fasilitas isolasi terpusat yang disediakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau pihak swasta yang dikoordinasikan oleh puskesmas dan dinas kesehatan. Selama isolasi berlangsung, pasien berada dalam pengawasan puskesmas atau satuan tugas (satgas) setempat.

Jika pasien yang dirawat di RS mengalami perbaikan klinis, mereka perlu menjalani pemeriksaan RT-PCR sebanyak dua kali dengan jarak waktu pemeriksaan 24 jam. Apabila hasilnya masih positif, ada dua opsi yang ditawarkan, yaitu lokasi isolasi pasien dipindahkan ke fasilitas isolasi terpusat atau melakukan isolasi mandiri jika mereka bisa memenuhi syarat yang telah disebutkan.

3. Saat isoman di rumah, masker harus tetap dipakai

ilustrasi beraktivitas dengan menggunakan masker (reduxpictures.com/Amin Shirazi)

Menurut dr. Arka, hal yang pertama harus dilakukan adalah melapor ke gugus tugas di perumahan atau puskesmas bahwa kita positif COVID-19. Biasanya, puskesmas akan memberikan nomor telepon dan link untuk pemantauan.

"Itulah gunanya lapor ke puskesmas karena bisa saja di awal (terasa) ringan. Kemudian, kita tidak tahu kalau ternyata punya komorbid, seperti punya gula darah tinggi tanpa disadari. Tiba-tiba, (mungkin) terjadi perburukan keadaan," jelasnya.

Selain harus berada di ruangan, kamar mandi, dan lantai yang terpisah, perhatikan ventilasi, aliran udara, dan cahayanya. Jika cahaya matahari tidak bisa masuk ke kamar, berjemurlah di bawah sinar matahari setiap pagi selama 30 menit. Jangan terlalu lama berjemur, karena kulit rentan terbakar dan berisiko dehidrasi.

"Sebisa mungkin maskernya tetap dipakai. Bersihkan kamar dengan disinfektan. Mencuci pakaian dan alat makan dipisah dulu (dari orang yang sehat)," saran dr. Arka.

4. Walau sama-sama positif, sebenarnya tidak boleh digabung dalam satu ruangan

ilustrasi kamar pasien isolasi mandiri (berkeley.edu)

Bagaimana jika yang positif COVID-19 anak kecil yang tidak bisa jauh dari ibunya? Menurut dr. Arka, tidak apa-apa ditempatkan pada ruangan yang sama, asalkan menjaga jarak minimal satu meter (baik ketika interaksi maupun tidur) dan tetap memakai masker.

Sebenarnya, orang yang sama-sama positif tidak boleh digabung dalam satu ruangan. Mengapa? Dokter lulusan Universitas Sebelas Maret Surakarta ini memiliki jawabannya.

"Orang yang positif memiliki jumlah virus (dalam tubuh) yang berbeda-beda. Misalnya, ayah yang kerja dan kontak dengan orang banyak, kemungkinan jumlah virusnya lebih banyak dibanding istri atau anaknya yang di rumah saja. Kalau umpamanya digabung, takutnya jadi sama jumlah virusnya. Itulah kenapa sebaiknya dipisah."

5. Orang yang isoman perlu punya akses ke telemedisin

ilustrasi telemedicine (zufallhealth.org)

Dokter Arka menekankan pentingnya memiliki akses ke telemedisin bagi pasien yang isoman. Mengutip Chiron Health, telemedisin didefinisikan sebagai penggunaan alat komunikasi elektronik dan perangkat lunak untuk memberikan layanan klinis kepada pasien tanpa kunjungan langsung.

"Jadi, kalau ada apa-apa, (bisa) langsung lapor atau video call. Supaya dokter bisa lihat keadaannya, saturasinya, apakah ada sesak, dan yang lain," tuturnya.

Fungsinya juga untuk pemantauan. Biasanya, puskesmas atau gugus tugas memantau setiap hari. Pagi hari suhu dan saturasinya berapa, lalu sore diperiksa lagi. Juga dipantau, apakah tambah sesak dan batuk, atau justru membaik.

Pasien diharapkan selalu jujur dan bersikap terbuka. Jangan berusaha menyembunyikan fakta, misalnya anak yang positif dibilang negatif dan tetap masuk sekolah. Itu akan membahayakan yang lain dan berpotensi menimbulkan klaster baru.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nena Zakiah
Nurulia R F
Nena Zakiah
EditorNena Zakiah
Follow Us