Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bertambahnya Usia Bukan Satu-satunya Faktor Risiko Disfungsi Ereksi

ilustrasi disfungsi ereksi (pexels.com/Deon Black)

Salah satu gangguan reproduksi yang banyak dikeluhkan laki-laki adalah disfungsi ereksi atau impotensi, yang risikonya meningkat seiring bertambahnya usia.

Mengutip Cleveland Clinic, sekitar 40 persen laki-laki terkena disfungsi ereksi pada usia 40 tahun dan hampir 70 persen laki-laki terkena disfungsi ereksi pada usia 70 tahun.

Bertambahnya usia bukan satu-satunya faktor risiko disfungsi ereksi. Selengkapnya akan dijelaskan oleh dr. Dyandra Parikesit, BMedSc., Sp.U, FICS, dokter spesialis urologi di Eka Hospital BSD.

1. Definisi disfungsi ereksi

Disfungsi ereksi adalah kondisi saat alat kelamin laki-laki mengalami gangguan sehingga penis tidak bisa ereksi (membesar, menegang, dan mengeras) atau tidak bisa mempertahankan ereksi dalam waktu yang lama. Akibatnya, hubungan intim yang memuaskan tidak bisa tercapai.

Menurut dr. Dyandra, derajat disfungsi ereksi bervariasi, mulai dari gangguan minimal terhadap ereksi hingga tidak bisa ereksi sama sekali. Ini bisa menimbulkan berbagai masalah baru, seperti menurunkan kepercayaan diri, menyebabkan stres, dan berdampak pada keharmonisan hubungan.

2. Faktor risiko disfungsi ereksi

ilustrasi merokok (pixabay.com/ernestoeslava)

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, risiko disfungsi ereksi meningkat seiring bertambahnya usia. Akan tetapi, itu bukanlah satu-satunya faktor risiko. Masih banyak faktor risiko lainnya, seperti:

  • Kurang berolahraga.
  • Merokok.
  • Obesitas.
  • Konsumsi minuman beralkohol.
  • Konsumsi obat-obatan tertentu.
  • Memiliki penyakit tertentu, misalnya diabetes, tekanan darah tinggi (hipertensi), atau kanker.
  • Gangguan hormon.
  • Gangguan pada pembuluh darah.
  • Stres dan kelelahan.

3. Pilihan pengobatan untuk disfungsi ereksi

Terdapat beberapa pilihan pengobatan untuk disfungsi ereksi, mulai dari obat-obatan (oral dan injeksi), terapi hormon, terapi extracorporeal shock wave, injeksi intrakavernosa, hingga alat bantu pompa vakum ereksi. Akan tetapi, sebelum memberikan pengobatan, dokter akan melakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi penyebab disfungsi ereksi.

Misalnya, jika disfungsi ereksi disebabkan oleh masalah mental, dokter akan merekomendasikan sesi terapi dengan psikolog. Selain itu, dokter juga akan menanyakan riwayat obat-obatan dan merekomendasikan perubahan gaya hidup, seperti menganjurkan berhenti merokok atau menurunkan berat badan bagi yang obesitas.

4. Sayangnya, banyak laki-laki yang tidak memeriksakan kondisinya karena malu

ilustrasi malu (pexels.com/Daniel Reche)

Berdasarkan data yang dipaparkan di laman Dr. Fox (layanan konsultasi medis online pertama di Inggris), sekitar 90 persen laki-laki yang mengalami disfungsi ereksi tidak mencari pengobatan karena malu. Problem yang sama juga terjadi di Indonesia, yang mana banyak orang menganggap ini sebagai aib dan memilih untuk menyembunyikannya dari orang lain. 

Bahkan, tidak sedikit pula yang mencari pengobatan alternatif yang belum tentu terbukti khasiatnya dan mungkin memiliki efek samping, misalnya melakukan pijat, menggunakan tisu magic, atau minum jamu.

Dokter Dyandra mengatakan bahwa laki-laki tidak perlu malu untuk berkonsultasi dengan spesialis urologi karena disfungsi ereksi bisa disembuhkan. Makin dini ditangani, makin cepat kita merasakan keharmonisan bersama dengan pasangan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nena Zakiah
Nurulia R F
Nena Zakiah
EditorNena Zakiah
Follow Us