Tertarik Menulis Buku Cerita Anak? Hindari 6 Kesalahan Ini!

Dunia anak-anak penuh dengan imajinasi dan rasa ingin tahu yang tinggi. Oleh sebab itu, buku yang dibaca sebaiknya menghibur sekaligus mendidik. Pemilihan cerita yang tepat menjadi faktor penting untuk menarik perhatian mereka.
Sayangnya, penulis pemula kerap melakukan kesalahan yang membuat penyampaian pesan kurang efektif. Meskipun sering kali tidak disadari, kesalahan-kesalahan ini bisa berdampak pada minat baca si kecil. Bagi penulis yang tertarik menulis cerita anak, berikut beberapa poin penting yang perlu dihindari.
1. Bahasa yang terlalu rumit

Anak-anak memiliki kemampuan bahasa yang masih berkembang. Oleh karena itu, gunakan kalimat yang sederhana dan mudah dipahami. Hindari kata-kata yang terlalu rumit, panjang, atau bersifat teknis. Sebagai contoh, daripada menulis “kontradiksi,” lebih baik gunakan “berbeda pendapat.”
Memilih bahasa yang sederhana bukan berarti cerita jadi membosankan. Kamu bisa bermain dengan rima atau pengulangan untuk untuk memberi warna pada cerita. Misalnya, "Si Ikan berenang-renang di laut yang luas dan tenang!" Cara ini efektif untuk membuat anak-anak tertarik mengikuti cerita hingga selesai.
2. Tema terlalu berat atau gelap

Buku cerita anak lebih baik mengangkat tema yang ringan dan menyenangkan. Topik seperti persahabatan, petualangan menarik, atau keluarga yang saling mendukung lebih sesuai untuk si kecil. Tema-tema seperti ini bisa memberikan rasa nyaman dan memupuk imajinasi mereka.
Sebaliknya, hindari mengangkat tema yang terlalu berat atau gelap, seperti konflik keluarga, horor, atau kecelakaan. Jika ingin membuat cerita fantasi, perhatikan untuk tidak memasukkan adegan berbahaya seperti lompat dari atap. Anak dengan imajinasi yang masih berkembang akan menganggap adegan tersebut wajar. Oleh sebab itu, berhati-hatilah dalam menulis ceritanya.
3. Tidak menyertakan pesan moral

Sebuah buku cerita anak akan lebih berkesan jika memiliki pesan moral yang jelas. Anak cenderung menyerap nilai-nilai dari apa yang mereka baca, sehingga penting untuk menyisipkan pelajaran hidup di dalamnya. Misalnya, pesan tentang berbagi atau menghormati orang lain.
Pastikan pesan moral tersebut tidak terlalu dipaksakan. Biarkan pesan tersampaikan secara alami melalui tindakan atau dialog karakter. Sebagai contoh, “Rani merasa senang saat berbagi bekalnya dengan teman yang kelaparan.” Ini memungkinkan anak lebih mudah memahami nilai-nilai tersebut melalui contoh dalam cerita.
4. Penggambaran karakter atau situasi berdasarkan stereotip

Hindari memasukkan stereotip ke dalam cerita, seperti asumsi bahwa anak perempuan hanya suka boneka atau laki-laki bermain mobil-mobilan. Sebagai gantinya, buatlah cerita yang menggambarkan keragaman. Contohnya, tokoh perempuan yang berani berpetualang atau anak laki-laki yang pandai memasak.
Selain itu, hindari juga mendeskripsikan latar belakang karakter secara berlebihan. Karakter dari desa tidak selalu harus memakai caping atau membawa cangkul. Biarkan karakter menonjol dengan keunikannya tanpa stereotip berlebihan.
5. Penggunaan humor yang tidak sesuai

Humor bisa menjadi elemen menyenangkan dalam cerita anak, tetapi pastikan humor tersebut sesuai dengan usia mereka. Hindari humor yang mengandung sindiran atau ejekan. Misalnya, candaan tentang kekurangan fisik seseorang sebaiknya tidak digunakan.
Sebaliknya, pakai humor sederhana dan imajinatif, seperti situasi lucu yang dialami karakter. Contohnya, “Si Bebek mencoba memakai helm Si Kuda, tetapi malah tertutup seluruh kepalanya!” Penggunaan humor seperti ini membuat anak-anak lebih antusias membaca cerita.
6. Penyampaian yang menggurui

Anak-anak biasanya tidak suka jika cerita terasa seperti ceramah. Hindari menyampaikan pesan cerita dengan nada yang menggurui atau terlalu mendikte. Misalnya, menggunakan kata “harus”, “jangan”, atau “selalu” dapat membuat cerita terdengar kurang menarik.
Sebagai gantinya, sampaikan pesan melalui tindakan karakter yang inspiratif. Contoh kalimatnya yaitu, "Sari menemukan kebahagiaan saat membantu temannya memahami pelajaran sulit." Dengan demikian, anak-anak akan lebih mudah menangkap pesan tanpa merasa digurui.
Menulis buku cerita anak membutuhkan kreativitas, ketelitian, dan pemahaman mendalam tentang dunia anak. Pastikan cerita yang kamu tulis menghibur, edukatif, dan bebas dari enam kesalahan di atas. Siapa tahu, bukumu bisa menjadi favorit banyak keluarga!