Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kulit Bayi Sensitif? Ini 5 Cara Kenali Masalah Kulit pada Bayi

Potret Dr. Arini menjadi salah satu pembicara di launching product Heymama. 4 Oktober 2024. (IDN Times/Hani Safanja)
Intinya sih...
  • Bayi perlu perhatian khusus karena kulitnya lebih tipis dan sensitif, rentan terhadap iritasi
  • Orangtua harus peka terhadap tanda-tanda nonverbal ketidaknyamanan pada bayi, seperti perilaku resah dan fisik yang menunjukkan rasa gatal
  • Lingkungan sekitar dan faktor pemicu seperti bahan pakaian dapat memicu masalah kulit pada bayi, perlu diwaspadai

Kulit bayi yang sensitif sering kali menjadi perhatian utama bagi orangtua. Bayi memiliki kulit yang jauh lebih tipis dan halus dibandingkan orang dewasa sehingga lebih rentan terhadap masalah kulit. 

Bagi orangtua, mengenali masalah kulit pada bayi sejak dini, sangat penting untuk memberikan perawatan yang tepat. Mulai dari perilaku hingga lingkungan sekitar, semuanya bisa berpotensi memicu iritasi pada kulit bayi, apalagi jika kulitnya termasuk sensitif.

Untuk mengetahui lebih lanjut, simak penjelasan dari Dr. Arini Astasari Widodo, SM, SpDVE selaku dermatologis pada momen product launching Heymama di Baby Wise Shop pada Jumat (4/10/2024) lalu di bawah ini! Sudah penasaran?

1. Perhatikan keresahan pada bayi

Ilustrasi pijat bayi. (freepik.com/freepik)

Menurut Dr. Arini, bayi yang baru lahir (newborn) belum memiliki kemampuan komunikasi yang jelas, sehingga orangtua perlu peka terhadap tanda-tanda nonverbal yang ditunjukkan oleh si kecil. Salah satu sinyal awal yang dapat dikenali adalah perubahan perilaku, seperti kegelisahan atau kerewelan. 

"Tanda-tandanya bisa terlihat dari bayi yang lebih sering menangis dan tidurnya terganggu. Selain itu, mood-nya juga tampak resah dan tidak tenang," jelas Dr. Arini.

Ia pun menambahkan bahwa kondisi ini tidak hanya memengaruhi suasana hati bayi, tetapi juga berdampak pada pola makannya dan jumlah tidur yang semakin berkurang. Ketika bayi mengalami ketidaknyamanan, hal ini sering kali menyebabkan rasa tidak nyaman yang semakin memburuk karena si kecil tidak dapat mengungkapkan apa yang dirasakan secara langsung. 

2. Cari tahu apakah ada bagian yang gatal

ilustrasi newborn (pexels.com/Lisa Fotios)

Selain perilaku resah, orangtua juga perlu waspada terhadap tanda-tanda fisik yang menunjukkan ketidaknyamanan pada bayi, seperti rasa gatal.

Dr. Arini menjelaskan, "Salah satu yang bisa diperhatikan adalah apakah bayi merasa gatal atau tidak. Apakah ada diaper rash atau biang keringat yang muncul."

Ruam popok atau biang keringat mungkin terlihat sepele. Namun, hal yang paling kecil sekalipun bisa menyebabkan rasa gatal yang mengganggu bagi bayi. Dr. Arini menekankan pentingnya orangtua, terutama yang tidak merawat bayi secara langsung, untuk selalu memperhatikan tanda-tanda tersebut. 

Seiring pertumbuhan bayi, tanda-tanda ketidaknyamanan ini bisa semakin jelas. Misalnya, melalui gerakan tangan yang mencoba menggaruk bagian tubuh tertentu. Gestur ini bisa jadi sinyal bahwa ada bagian tubuh yang gatal atau tidak nyaman dan perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut.

3. Lihat kondisi pada permukaan kulit bayi

Ilustrasi bayi (Pexels.com/Mig Reyes)

Permukaan kulit bayi sering kali jadi indikator utama adanya masalah kulit yang dialami si kecil. Menurut Dr. Arini, tanda-tanda fisik ini bisa terlihat jelas pada tubuh bayi.

"Secara fisik, kita bisa lihat apakah ada kemerahan, bersisik, atau tanda-tanda lainnya. Di area popok, misalnya. Kita juga bisa memperhatikan apakah ada jamur atau infeksi di bagian bawah tubuh bayi," ucap Dr. Arini. 

Selain itu, orangtua perlu memperhatikan kondisi kulit bayi di area popok. Jika area tersebut terlihat terlalu basah atau justru sangat kering, hal ini bisa menjadi tanda adanya masalah kulit.

Kulit yang basah berlebihan bisa menyebabkan ruam popok, sedangkan kulit yang terlalu kering dapat memicu iritasi. Kondisi-kondisi ini bisa sangat mengganggu kenyamanan bayi dan memerlukan perhatian khusus dari orangtua.

4. Lingkungan juga memegang peranan penting. Inilah aspek yang tidak boleh dilewatkan oleh orangtua

ilustrasi bayi laki-laki (pexels.com/Hannah Barata)

Faktor lingkungan juga memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan kulit bayi, terutama bagi mereka yang memiliki kulit sensitif. Kondisi lingkungan yang kurang higienis, dapat memicu munculnya masalah kulit seperti eksim atau alergi.

Menurut Dr. Arini, meskipun eksim atau eczema bersifat keturunan, flare-up atau kambuhnya kondisi tersebut sering kali dipicu oleh lingkungan sekitar.

"Eksim itu memang diwariskan secara genetik. Tetapi, apakah kondisi ini akan kambuh atau tidak, sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan aktivitas. Misalnya, adanya debu atau tungau di rumah, bisa membuat kulit bayi gatal atau bermasalah," ujar sosok yang juga dosen dan peneliti itu.

Ia juga menambahkan, bagi orangtua yang menggunakan AC di kamar bayi, penting untuk mengganti filter AC setiap enam bulan. Ini karena filter AC yang kotor dapat menampung debu, yang berpengaruh pada sirkulasi udara di ruangan tempat bayi berada.

5. Faktor pemicu gak kalah penting, orangtua perlu memperhatikan lebih lanjut

Ilustrasi bayi (Pexels.com/The Craft Wonder)

Untuk bayi yang memiliki alergi atau kulit sensitif, mengidentifikasi faktor pemicu (trigger) sangatlah penting. Masalah kulit tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi juga bisa berasal dari barang-barang di sekitarnya, termasuk pakaian yang dikenakan bayi.

"Faktor-faktor lain yang bisa menjadi trigger atau pemicu masalah pada kulit bayi, seperti bahan baju, juga perlu diperhatikan. Misalnya, bahan wol. Kulit bayi umumnya sensitif terhadap bahan seperti ini," ungkap Dr. Arini.

Selain itu, bayi yang memiliki eksim seringkali mengalami flare-up akibat keringat yang menempel di kulit. Keringat dapat menyebabkan iritasi dan memperparah kondisi kulit, sehingga penting bagi orangtua untuk menjaga agar kulit bayi tetap kering dan nyaman.

"Jadi, meskipun eksim atau atopik umumnya diwariskan secara genetik, tetapi jika eksim ini muncul atau kambuh, ada berbagai trigger yang perlu diperhatikan. Untuk itu, orangtua perlu cermat dalam mengenali trigger ini dan segera menghentikannya," tutup Dr. Arini.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriyanti Revitasari
Hani Safanja
Febriyanti Revitasari
EditorFebriyanti Revitasari
Follow Us