Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Hal Kecil yang Bikin Kita Selalu Merasa Berkompetisi, Karena Ambis?

ilustrasi perempuan berjejer (pexels.com/Cottonbro studio)
ilustrasi perempuan berjejer (pexels.com/Cottonbro studio)

Sebenarnya kompetisi dapat membawa pengaruh positif asal kita mampu mengontrol secara bijaksana. Tapi di sisi lain, seringkali kita justru menempatkan kompetisi di atas segalanya. Kita selalu merasa bersaing dengan siapapun hanya untuk status menang atau kalah.

Sejatinya menjalani hidup dengan cara demikian ini justru membebani pikiran. Kita tidak harus merasa berkompetisi dengan siapapun untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Lantas, apa yang membuat seseorang terjebak dalam situasi demikian? Tentu ada beberapa hal yang mempengaruhi.

1. Tekanan sosial dari lingkungan sekitar

ilustrasi lingkungan banyak tuntutan (pexels.com/Antoni Shkraba)
ilustrasi lingkungan banyak tuntutan (pexels.com/Antoni Shkraba)

Kompetisi sejatinya dapat membawa kita ke arah yang lebih baik. Tapi bukan berarti kita menjadi individu yang menempatkan kompetisi sebagai prioritas utama. Justru prinsip bersaing ini yang akan merusak ketenangan sekaligus konsentrasi dalam menjalani hidup.

Ternyata ada beberapa hal yang membuat seseorang selalu merasa berkompetisi. Bisa saja ini dipengaruhi oleh tekanan sosial dari lingkungan sekitar. Melihat orang lain menunjukkan gaya hidup dan pencapaian, secara tidak langsung menumbuhkan motivasi untuk meraih target hidup serupa.

2. Sifat ambisi yang sudah tidak bisa dikendalikan

ilustrasi sosok ambis (pexels.com/Kampus Production)
ilustrasi sosok ambis (pexels.com/Kampus Production)

Mungkin kamu pernah berhadapan dengan orang-orang yang memiliki sifat ambis. Mereka selalu menargetkan pencapaian terbaik dalam berbagai aspek kehidupan. Tapi ada kalanya sifat ambis ini juga harus dikendalikan agar tidak merusak kehidupan yang sudah tertata.

Di sinilah kita perlu menyadari jika sifat ambis yang tidak terkendali menjadi sebab seseorang selalu merasa berkompetisi. Keinginan untuk menjadi yang terbaik pada akhirnya menjerumuskan diri ke dalam persaingan. Fokus utama bukan lagi memperbaiki proses yang dijalani, tapi adalah hasil akhir yang berada di posisi utama.

3. Budaya kompetisi yang sudah mengakar kuat

ilustrasi orang-orang kompetitif (pexels.com/Kindel Media)
ilustrasi orang-orang kompetitif (pexels.com/Kindel Media)

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan kompetisi. Hanya saja, beberapa orang kerap keliru dalam memaknai situasi tersebut. Mereka merasa berkompetisi dengan siapapun di berbagai aspek kehidupan yang dijalani.

Mengapa seseorang bisa terjebak sikap tersebut? Tidak jarang ini dipengaruhi oleh budaya kompetisi yang sudah mengakar kuat. Baik dalam sistem pendidikan atau dunia kerja yang menekankan persaingan. Mereka menjadikan kompetisi sebagai jaminan utama meraih keberhasilan.

4. Terjebak dalam fenomena FOMO

ilustrasi perempuan modis (pexels.com/Bruno Salvadori)
ilustrasi perempuan modis (pexels.com/Bruno Salvadori)

Bagi milenial dan gen z, istilah FOMO atau fear of missing out mungkin sudah tidak asing. Ini menggambarkan rasa takut tertinggal suatu hal yang dianggap mengagumkan. Bahkan seseorang rela melakukan segala cara agar dapat mengikuti trend dan segala macam yang dianggap keren.

Kamu perlu waspada dengan keberadaan fenomena FOMO ini. Ternyata ini juga menjadi sebab mengapa seseorang selalu merasa berkompetisi. Mereka menganggap persaingan akan membantu mereka dalam memanfaatkan peluang untuk meraih keberhasilan.

5. Tujuan atau harapan yang tidak realistis

ilustrasi membuat target harian (pexels.com/Antoni Shkraba Production)
ilustrasi membuat target harian (pexels.com/Antoni Shkraba Production)

Pernahkah kamu mengamati hal-hal kecil yang sering membuat kita merasa berkompetisi? Tanpa sadar menjadikan persaingan sebagai standar utama dalam menjalani hidup. Mirisnya, ternyata hal-hal kecil yang terdapat dalam diri ini seringkali dianggap remeh.

Salah satunya keberadaan tujuan atau harapan yang tidak realistis. Tanpa pertimbangan menargetkan pencapaian yang memang sudah di luar batas kemampuan. Kita sendiri yang membuat standar terlalu tinggi, dan merasa harus mencapai lebih banyak dibandingkan orang lain.

Perasaan selalu berkompetisi bisa muncul dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Seharusnya kita bisa menyadari situasi ini sejak awal. Karena saat sudah larut dalam persaingan, akan susah untuk meraih kehidupan yang bermakna. Kita hidup dalam tekanan dan beban yang sebenarnya tidak diperlukan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ananda Zaura
EditorAnanda Zaura
Follow Us