Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kisah Perawat Reza Membawa Harapan lewat Air Bersih di Desa Ban

potret ibu mengambil air di Desa Ban, Karangasem, Bali
potret ibu mengambil air di Desa Ban, Karangasem, Bali (dok. Reza Riyady Pragita)

Di tengah citra Bali yang selalu identik dengan pantai eksotis, vila mewah, dan pariwisata kelas dunia, masih tersimpan kisah lain yang jarang muncul ke permukaan. Tidak semua sudut Pulau Dewata merasakan akses hidup yang layak, termasuk kebutuhan paling mendasar, yaitu air bersih.

Di Desa Ban, Karangasem, akses air bersih masih menjadi tantangan besar bagi warga. Di tengah kondisi geografis yang kering, mereka harus menempuh perjalanan jauh melewati jalur terjal dan berbatu hanya untuk membawa pulang satu jeriken air guna memenuhi kebutuhan harian. Kesulitan ini kian diperparah oleh dampak perubahan iklim, deforestasi, serta alih fungsi lahan yang membuat sumber air semakin langka dari tahun ke tahun.

Kondisi tersebut menjadi titik balik bagi Reza Riyady Pragita, seorang perawat muda yang kesehariannya tak hanya berkutat merawat pasien, tetapi juga dekat dengan dinamika hidup masyarakat yang sering luput dari perhatian. Melihat warga yang harus menunggu hujan turun atau menempuh perjalanan ekstrem hanya untuk mendapatkan air bersih, membuat hatinya terusik. Dari sanalah Reza merasa bahwa ia tidak bisa tinggal diam dan perlu melakukan sesuatu yang nyata bagi masyarakat Desa Ban.

Dari sinilah lahir SAUS (Sumber Air untuk Sesama), sebuah program yang ia bangun bukan dengan dana besar, melainkan tekad, kepedulian, dan mimpi agar masyarakat pedalaman bisa mengakses air bersih secara mandiri. Perjalanan SAUS tak hanya membuka akses air, tapi juga menumbuhkan harapan baru, hingga akhirnya mengantarkan Reza menjadi salah satu penerima SATU Indonesia Award 2022.

Bagaimana kisah lengkap perjuangannya menembus pelosok Bali demi membantu warga? Simak selengkapnya dalam artikel berikut!

1. Perubahan yang dimulai dari tempati

potret warga Desa Ban, Karangasem, Bali
potret warga Desa Ban, Karangasem, Bali (dok. Reza Riyady Pragita)

Bagi Reza Riyady Pragita, perjalanan membantu Desa Ban tidak berawal dari proyek besar atau ambisi memenangkan penghargaan. Semuanya tumbuh dari satu momen sederhana, yaitu menyaksikan para ibu mengantre panjang sambil menimba air di tengah terik. Pemandangan itu membuat Reza tertegun, bahkan membuatnya bertanya dalam hati bagaimana jika ibunya sendiri berada di posisi yang sama.

Hal ini semakin parah saat musim kemarau karena ereka harus berjalan sekitar lima kilometer sambil mendorong drum air. Pengiriman air bersih oleh BPBD atau PMI selama musim kekeringan pun dilakukan secara insidental, di luar waktu itu, air harus dibeli dengan harga sekitar Rp100 ribu per drum. Hasilnya, konsumsi air sangat terbatas.

“Kalau mungkin kita berpikir bahwa orang mandi itu tiga kali sehari, tapi di sana itu ya, jangankan tiga kali sehari. Tiga hari sekali pun belum tentu," kata Reza saat hadir dalam Workshop Menulis Online dan Bincang Inspiratif Astra 2025 (8/10/2025).

Reza memulai langkahnya dengan cara sederhana, yakni mengajak warga duduk bersama dalam sebuah musyawarah. Dari obrolan panjang itulah mereka mulai merancang kebutuhan, menghitung kemampuan, hingga mencari jalan keluar yang bisa dijalankan bersama. Melalui komunitas Bali Tersenyum ID, diskusi tersebut berkembang menjadi sebuah gerakan yang akhirnya melahirkan program Sumber Air untuk Sesama (SAUS).

Tak berhenti di perencanaan, Reza juga perlahan membangun kedekatan dengan masyarakat. Ia hadir bukan hanya sebagai perawat atau penggerak program, tetapi sebagai teman yang bisa diajak berbagi cerita dan keluh kesah. Pendekatan itulah yang membuat upayanya semakin diterima dan dipahami oleh warga Desa Ban.

2. Terus berjuang meski menghadapi tantangan di depan mata

potret warga Desa Ban, Karangasem, Bali
potret warga Desa Ban, Karangasem, Bali (dok. Reza Riyady Pragita)

Membangun program SAUS bukan perjalanan yang mulus. Saat pertama kali membuka kampanye donasi lewat platform seperti kitabisa.com, dukungan yang datang jauh dari harapan. Nominal yang terkumpul hanya sekitar Rp2,8 juta, masih jauh dari cukup untuk membangun sistem air bersih. Pada titik itu, Reza sempat dilanda keraguan, bertanya-tanya apakah perjuangannya akan berhenti sebelum benar-benar dimulai.

Meski begitu, ia memilih untuk tidak menyerah. Reza terus membagikan cerita perjuangan warga Desa Ban lewat media sosial dan menghubungi teman-temannya satu per satu, berharap ada yang ikut tersentuh. Perlahan, semesta seakan membuka jalan. Seorang dermawan dari Medan, Sumatera Utara, akhirnya mengulurkan bantuan dengan donasi senilai Rp28 juta.

"Memang Tuhan itu memberi jalan-Nya. Kalau bisa saya bilang, apa yang kita kerjakan dari hati akan menyentuh hati lainnya," tambahnya.

Berkat tambahan dana tersebut, total donasi pun mencukupi untuk membangun bak penampungan air pertama di Desa Ban. Reza kemudian menghubungi Ketua Adat Desa Ban untuk meminta izin sekaligus dukungan dalam pembangunan bak penampungan air. Ia ingin proyek ini bukan hanya program bantuan, tetapi gerakan bersama yang melibatkan warga dari awal hingga akhir.

Masyarakat pun turun tangan dalam berbagai tahap, mulai dari pengadaan pipa dan pompa air, hingga gotong royong membangun struktur bak penampungan. Setiap prosesnya dijalani dengan kerja sama dan semangat kolektif, meski medan dan cuaca sering kali tak bersahabat. Hingga akhirnya, setelah perjuangan panjang, bak penampungan air pertama di Desa Ban resmi berdiri dan diresmikan pada Januari 2020.

3. Akhirnya air bersih mengalir deras di Desa Ban

 potret air mengucur deras di Desa Ban, Bali
potret air mengucur deras di Desa Ban, Bali (dok. Reza Riyady Pragita)

Sejak bak penampungan air diresmikan, dampaknya langsung dirasakan oleh warga Desa Ban. Pada hari peresmian, air yang mengalir deras dari keran menjadi momen penuh haru, seolah menandai babak baru bagi desa yang selama ini akrab dengan krisis air.

Tak hanya memudahkan kebutuhan harian, akses air bersih juga berdampak signifikan pada kesehatan. Kasus dehidrasi dan diare yang kerap diidap anak-anak setempat langsung turun drastis berkat ketersediaan air yang lebih terjamin.

Keberhasilan tersebut membuat Reza menatap jauh ke depan. Ia berharap suatu hari nanti warga Desa Ban dapat mengelola usaha air minum mereka sendiri, mungkin dalam bentuk perusahaan air mineral lokal. Harapan ini bukan sekadar mimpi, melainkan langkah menuju kemandirian ekonomi yang berkelanjutan.

Kisah Reza Riyady dan program SAUS menunjukkan bahwa satu aksi kecil dari seseorang yang peduli bisa menciptakan perubahan besar. Melalui kolaborasi erat dengan warga dan pendekatan yang memberdayakan, SAUS telah menjadi lebih dari sekadar penyedia infrastruktur. Program ini tumbuh menjadi simbol harapan baru, pengingat bahwa hak atas air bersih adalah kebutuhan dasar yang layak diperjuangkan untuk semua orang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Tips Merawat Handuk agar Selalu Bersih dan Nyaman saat Digunakan

17 Nov 2025, 21:06 WIBLife