Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

1 Tahun Prabowo-Gibran: Normalisasi Kehadiran Militer di Ranah Sipil

(Dokumentasi TNI AD)
Prajurit TNI ketika berkeliling saat melakukan patroli skala besar di Jakarta. (Dokumentasi TNI AD)
Intinya sih...
  • Prajurit TNI aktif makin banyak menduduki jabatan sipil
  • Jumlah Kodam akan ditambah sesuai jumlah provinsi
  • Rekonsiliasi militer terjadi secara bertahap
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka genap setahun memimpin Indonesia pada Senin, 20 Oktober 2025. Sejak awal menjabat, gaya kepemimpinan Prabowo cenderung militeristik. Hal itu ditandai dengan semakin banyak dilibatkannya TNI ke ruang-ruang sipil.

Direktur Imparsial, Ardi Manto menyebut, fenomena itu sebagai rekonsolidasi militer. Bahkan dalam tulisan yang ia buat di dalam jurnal Prisma terbitan Perhimpunan Indonesia untuk Pembinaan Pengetahuan Ekonomi dan Sosial (Bineksos), ia menyebut proses rekonsolidasi militer itu sudah dimulai sejak Presiden ke-7 Joko "Jokowi" Widodo memimpin 2014 lalu.

Salah satu tandanya, Jokowi menunjuk figur dengan latar belakang TNI sebagai Menteri Pertahanan. Di era kepemimpinan Abdurrahman Wahid dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kursi Menhan dipegang oleh figur sipil.

"Kemudian, langkah selanjutnya, normalisasi kehadiran TNI di ruang sipil. Saat ini marak dibuat berbagai MoU (nota kesepahaman) antara TNI dan berbagai instansi. MoU itu paling massif terjadi di era kepemimpinan Jokowi," ujar Ardi ketika berbincang dengan IDN Times di area Tebet, Jakarta Selatan pada Jumat, 17 Oktober 2025 lalu.

Dalam catatan Ardi, ada 133 perjanjian kerja antara TNI dengan berbagai instansi sipil di era kepemimpinan Jokowi. Mulai dari instruksi Jokowi kepada TNI Angkatan Darat (AD) untuk ketahanan pangan hingga ke pengendalian unjuk rasa.

1. Prajurit TNI aktif makin banyak menduduki jabatan sipil

(Dokumentasi Korem 162/Wira Bhakti)
Brigjen TNI Ahmad Rizal yang kini menjabat Direktur Bulog. (Dokumentasi Korem 162/Wira Bhakti)

Indikasi lainnya militer makin merangsek masuk ke ruang sipil adalah menempatkan prajurit TNI aktif di jabatan-jabatan sipil. Salah satu yang disorot adalah penunjukkan Mayjen TNI Ahmad Rizal sebagai Direktur Utama Bulog.

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin pada Juli 2025 lalu mengatakan, Rizal akan pensiun dari TNI. Namun, memasuki akhir Oktober 2025, status Rizal masih menjadi perwira tinggi aktif di TNI.

Prajurit TNI aktif yang duduk di jabatan sipil dan tak luput dari kritik adalah Letkol Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet. Teddy tidak hanya disorot karena jabatannya, tetapi ia dinilai terlalu dini untuk diberi kenaikan pangkat sebagai Letkol. Teman-teman satu angkatannya di Akademi Militer hingga kini masih berpangkat mayor.

Masyarakat sipil menilai, Prabowo rela berakrobat dan mengakali agar Teddy bisa menduduki jabatan Seskab dengan pangkat masih Letkol. Sebab, meski Seskab kini dinyatakan jabatan setara eselon II tetapi Teddy ikut dilantik secara langsung oleh Prabowo. Lalu, agar tidak bertentangan dengan UU Nomor 3 Tahun 2025 mengenai TNI, posisi Seskab dimasukan di bawah Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres).

"Pelanggaran itu masih ada ketika militer aktif menduduki jabatan sipil di luar dari lembaga atau instansi yang dibolehkan di dalam UU TNI, baik versi pengesahan 2004 maupun 2025 lalu," katanya.

Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI kala itu, Mayjen TNI Kristomei Sianturi mengatakan, ada 4.472 prajurit TNI aktif di lembaga sipil. Tetapi, ia menggarisbawahi ribuan prajurit TNI aktif itu tak melanggar undang-undang karena mereka berada di 14 lembaga sipil sesuai koridor aturan.

Kristomei pun juga menepis persepsi lapangan pekerjaan sipil akan direbut oleh TNI dengan membiarkan mereka duduk di jabatan sipil.

"Itu kerisauan yang tidak mendasar. Dari 14 kementerian dan lembaga (yang bisa dimasuki), tambahannya dari undang-undang lama, yakni BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), BNPP (Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan), BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan Kejaksaan Agung. Sebelumnya, sudah ada prajurit TNI aktif yang bertugas di sana, sehingga kami hanya mengesahkan posisi kami di sana," ujar Kristomei kepada IDN Times di IDN HQ, Jakarta Selatan pada 26 Maret 2025 lalu.

2. Jumlah Kodam akan ditambah sesuai jumlah provinsi

 (IDN Times/Santi Dewi)
Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra yang ditemui IDN Times di Tebet, Jakarta Selatan. (IDN Times/Santi Dewi)

Catatan lain dari Imparsial soal makin merangseknya militer ke ruang sipil yakni perubahan struktur di tubuh TNI secara besar-besaran. Salah satu yang mulai diwujudkan yakni penambahan Komando Daerah Militer (Kodam) baru. Pada 2025 ini ada tambahan enam Kodam baru yaitu Kodam XIX/Tuanku Tambusai, Kodam XX/Tuanku Imam Bonjol, Kodam XXII/Tambun Bungai, Kodam XXIII/Radin Inten, Kodam XXIV/Mandala Trikora, dan Kodam XXIII/Palaka Wira. Imparsial pun menyadari penambahan Kodam tidak terhenti hingga enam saja.

"Jumlah Kodam akan disesuaikan dengan jumlah provinsi. Itu sudah diwacanakan oleh Prabowo sejak menjabat Menteri Pertahanan. Sebelumnya, Indonesia memiliki 15 Kodam dan direncanakan tiap-tiap provinsi akan ada Kodam," kata Ardi.

Bahkan, ketika Prabowo menjabat sebagai presiden, struktur organisasi di TNI semakin membengkak. Ia akan membentuk 100 Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP) per tahunnya. Artinya, hingga lima tahun ke depan akan ada 500 BTP.

"Proses rekonsiliasi militer kemudian dilegalisasi atau dikukuhkan lewat peraturan perundang-undangan, lewat revisi UU TNI. Terbaru, TNI ingin masuk ke dalam ranah penegakan hukum melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan dan Keamanan Siber. Ada usulan TNI terlibat sebagai penegak hukum di dalam pelanggaran tindak pidana yang diatur di dalam RUU KKS," katanya.

3. Rekonsiliasi militer terjadi secara bertahap

 (www.instagram.com/@sekretariat.kabinet)
Presiden Prabowo Subianto meninjau situasi gladi bersih HUT ke-80 TNI di Silang Monas, Jakarta Pusat. (www.instagram.com/@sekretariat.kabinet)

Ardi juga menyoroti proses rekonsiliasi militer, di mana TNI merangsek masuk ke ranah sipil terjadi bertahap dan pelan-pelan. Prosesnya tidak akan seperti kudeta militer yang berlangsung sekejap.

"Otoritarianisme ini berlangsung secara gradual. Dimulai dari normalisasi dulu, kemudian baru masuk pelan-pelan, ikut terlibat pelan-pelan, dikembangkan strukturnya secara pelan-pelan, baru dilegalisasi. Kalau ini goal ya sudah tidak ada lagi penegakan hukum. Ini authoritarian ruling by law," kata Ardi.

Ketika ditanyakan, apakah purnawirawan militer yang kini banyak diberikan jabatan sipil termasuk dalam proses rekonsiliasi, Ardi turut mengamini itu. Meskipun, hal tersebut tidak melanggar undang-undang TNI.

"Tetapi, itu bisa dilihat dari kepentingan di balik penunjukkan individu itu. Siapa purnawirawan TNI yang duduk di berbagai strategis tersebut. Apa jabatan sebelumnya di militer, apa ada kaitannya dengan jabatan atau posisi presiden sebelumnya. Atau pada isu-isu yang terkait Presiden Prabowo, itu akan ketemu benang merahnya," tutur dia.

Salah satu contoh purnawirawan TNI yang diberikan jabatan sipil adalah orang-orang yang dulu terlibat tindak kejahatan penghilangan secara paksa. Mereka berada di dalam Tim Mawar yang terdiri dari 10 orang eks satuan Kopassus TNI Angkatan Darat (AD). Salah satu yang jadi sorotan adalah Djaka Budi Utama yang kini menjabat sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai di Kementerian Keuangan.

"Kami mengidentifikasi hampir seluruhnya menempati atau mendapatkan posisi jabatan strategis, baik ketika sebelum pensiun di dunia militer maupun pasca pensiun dengan menduduki jabatan komisaris di BUMN tertentu," tutur dia.

4. TNI dinilai banyak fokus di luar tugas pertahanan

(Dokumentasi Puspen TNI)
Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto (kanan) ketika meresmikan 339 SPPG di Lanud Adi Soemarmo, Karanganyar. (Dokumentasi Puspen TNI)

Senada dengan Imparsial, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Gina Sabrina juga memandang militer di era kepemimpinan Prabowo semakin merangsek ke tugas-tugas di luar pertahanan. Itu semua dilakukan dengan dalih mengerjakan tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

"Makna OMSP sayangnya dikaburkan dan dijadikan dalih legalisasi mengerjakan tugas di luar tupoksi utama," kata Gina yang ditemui IDN Times di Tebet, Jakarta Selatan.

Salah satu praktik OMSP yang melibatkan TNI dalam jumlah besar yakni distribusi Makan Bergizi Gratis (MBG). Dalam temuan PBHI di 38 provinsi, TNI dilibatkan dari proses hulu ke hilir distribusi MBG.

"Panglima TNI ketika itu menyebut, TNI membantu distribusi MBG di wilayah 3T (tertinggal, terluar dan terdepan). Tetapi, monitoring kami sebaliknya. TNI ada 32 wilayah di daerah perkotaan. Kami temukan hanya di enam wilayah 3T yang terdapat TNI," tuturnya.

Gina tak menepis dibutuhkan TNI dalam proses distribusi MBG di wilayah 3T. Tetapi, sifatnya hanya temporer. Setelah itu, tata kelola distribusi MBG harus diperbaiki dan diserahkan ke warga sipil.

Ada pula temuan monitoring PBHI, prajurit TNI ikut terlibat penjualan beras seberat lima kilogram. Gina menyayangkan hal itu bisa terjadi.

"Kenapa TNI yang seharusnya dilatih dan siap untuk berperang, siap diterjunkan dalam berbagai operasi malah disibukan dengan kegiatan di luar tugas pokoknya. Ini yang kami lihat TNI mengarah tidak profesional," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us

Latest in News

See More

Sudahkah Asta Cita Bangun SDM hingga Pemerataan Ekonomi Tercapai?

19 Okt 2025, 14:24 WIBNews