4 Prajurit TNI AD Ditahan Terkait Dugaan Penganiayaan Prada Lucky

- Empat prajurit TNI AD ditahan untuk keperluan penyelidikan
- Prada Lucky sempat mengeluh ke ibunda jadi korban penganiayaan
- Ibu Prada Lucky sedih anaknya mati sia-sia
Jakarta, IDN Times - Wakil Kepala Penerangan Komando Daerah Militer (Wakapendam) IX/Udayana, Letnan Kolonel Inf Amir Syarifuddin mengatakan sejauh ini sudah ada 20 prajurit yang dimintai keterangan terkait kematian prajurit TNI Angkatan Darat (AD), Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23). Prada Lucky mengembuskan nafas terakhir pada 6 Agustus 2025 di RSUD Aeramo, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Saat masih hidup, Prada Lucky sempat mengatakan kepada ibu angkatnya bahwa ia mendapat kekerasan fisik dari sesama prajurit TNI AD di barak. Ia diketahui bertugas di Batalyon Teritorial Pembangunan (TP) 834 Waka Nga Mere Nagekeo, NTT.
"Sekitar 20 orang (telah diperiksa dan empat ditahan) untuk menguatkan keterangan-keterangan yang ada," ujar Amir ketika dikonfirmasi pada Sabtu (9/8/2025).
Puluhan prajurit TNI AD yang dimintai keterangan merupakan rekan dari satuan Prada Lucky. Amir pun memegang teguh prinsip asas praduga tak bersalah dalam proses penyelidikan kematian Prada Lucky. Ia pun meminta seluruh pihak menunggu hasil investigasi resmi yang menentukan penyebab kematian prajurit berusia 23 tahun itu.
1. Empat prajurit TNI AD ditahan untuk keperluan penyelidikan

Lebih lanjut, Amir mengatakan penahanan empat prajurit TNI AD tersebut merupakan kewenangan tim investigasi untuk mengantisipasi peristiwa yang tidak diinginkan. "Artinya, kami melindungi supaya mungkin jangan sampai nanti orang yang dimintai keterangan, apakah dia merasa bersalah walaupun dia tidak bersalah, sehingga dia melarikan diri. Tapi itu semua keputusannya kebijakan dari ketua tim,"ujar perwira menengah di TNI AD itu.
"Tapi, kembali lagi, kami tetap menjunjung tinggi hukum. Termasuk yang empat orang itu (ditahan). Kami menggunakan asas praduga tak bersalah. Belum tentu empat orang itu bersalah. Mungkin kemungkinan lebih dari empat orang. Bisa iya (dia bersalah), bisa tidak," imbuhnya.
2. Prada Lucky sempat mengeluh ke ibunda jadi korban penganiayaan

Sementara, ibu Prada Lucky Chepril Saputra Namo mengungkap saat-saat terakhir sebelum putra pertamanya itu meninggal. Lucky sempat memberi tahu orangtua angkatnya bahwa ia menerima kekerasan fisik dari sesama tentara di barak TNI.
Prada Lucky sempat keluar dari barak tempatnya bertugas di Batalyon Teritorial Pembangunan 834 Waka Nga Mere, Nagekeo. Anak kedua dari empat bersaudara ini menemui ibu angkatnya dengan tubuh penuh luka, memar dan bengkak. Lucky meminta tolong ibu angkatnya itu untuk mengobati luka-lukanya.
Ibu angkat Lucky itu kemudian mengompres tubuh dengan luka dari prajurit yang baru dilantik pada Juni 2025 lalu tersebut. Lucky secara blak-blakan mengaku luka-luka itu didapati dari para seniornya di barak.
"Dia bilang 'Mama saya dicambuk'. Jadi, mama angkatnya kompres dia, gosok minyak ke dia. Dia bilang dia dipukul seniornya," cerita Sepriana di rumah duka pada Jumat kemarin.
Prada Lucky juga rutin mengabari sang ibunda di Kota Kupang selama pindah ke barak. Lucky yang juga anak dari prajurit TNI AD aktif itu sempat menyampaikan kekerasan yang ia alami beberapa hari sebelum meregang nyawa.
"Dia bilang (yang memukul) seniornya, Bamak, satu Dansi Intel-nya, dia bilang begitu: 'Mama saya dipukul dari Bamak, Dansi Intel dan senior yang lain.' begitu," katanya menirukan kalimat Prada Lucky.
3. Ibu Prada Lucky sedih anaknya mati sia-sia

Lebih lanjut, Sepriana Paulina Mirpey mengaku tidak bisa menerima kematian anaknya yang sia-sia. Sebab, Prada Lucky meninggal bukan di medan perang karena membela negara. Ia justru meregang nyawa di tangan kakak seniornya sendiri.
"Saya punya anak sudah mati sia-sia. Kalau mati di medan perang saya terima, itu tugas dia bela negara, bela bangsa. Ini mati sia-sia di tangan senior," ujar Sepriana.
Dia meminta agar kasus tersebut diusut hingga tuntas dan seluruh para pelaku yang terlibat dalam kasus penganiayaan terhadap Prada Lucky diberi hukuman mati.