Ada 191 Ribu HP Diblokir Gara-gara IMEI Tak Terdaftar
Jakarta, IDN Times - Polisi menemukan 191 ribu unit ponsel dengan nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) ilegal.
Dirtipidsiber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Adi Vivi, menjelaskan, ratusan ponsel ini dinonaktifkan karena tidak mendaftarkan IMEI sesuai prosedur.
"Kami menemukan ada sejumlah 191.000 HP yang ilegal tanpa melalui prosedur verifikasi," kata dia, dilansir IDN Times, Senin (31/7/2023).
1. Empat cara pendaftaran IMEI

Adi Vivi menjelaskan, ada empat cara proses pendaftaran atau registrasi nomor IMEI. Pertama, melalui operator seluler yang digunakan oleh setiap turis asing di wilayah Indonesia. Batasnya tidak lebih dari 90 hari.
Kedua, lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk tamu VIP ataupun VVIP kenegaraan. Ketiga, melalui bea cukai untuk pembelian ponsel dari luar negeri secara hand carry atau dibawa. Keempat, melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
"Nah, di sini adalah rekan-rekan pengusaha, baik itu yang produksi handphone maupun importasi handphone," kata dia.
2. Proses pengajuan izin IMEI tidak dilakukan

Adi Vivi mengatakan, permasalahan muncul saat proses pengajuan izin IMEI tidak dilakukan oleh perusahaan pemohon kepada Kemenperin.
Adapun pengajuan pendaftaran dan registrasi IMEI dilakukan dengan cara mengajukan permohonan secara online hingga melakukan verifikasi data.
"Nah, pada tahapan di Kementerian Perindustrian inilah yang tidak dilakukan oleh salah satu tersangka inisial F, yang seharusnya di situ ada pembayaran atau segala macam," katanya.
Dari sinilah, kata dia, terungkap ada 191 ribu HP ilegal tanpa melalui prosedur verifikasi pada periode 10 hingga 20 Oktober 2022.
3. Dikenakan pasal UU ITE

Dalam kasus ini, F dikenakan pasal Undang-Undang Informasi Teknologi Elektronik (ITE) Pasal 30 Ayat 1 UU ITE yang berbunyi, "setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apa pun.
Selain itu, Pasal 32 Ayat 1 UU ITE yang berbunyi, "setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik."
"Kemudian juga kami lapis dengan junto UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan ancaman selama kurang lebih 12 tahun ataupun denda sekitar Rp12 miliar," kata dia.