Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ahli Hukum: UU ITE soal Pelindungan Anak Masih Terbatas

Anak-anak yang terdampak kebakaran depo Pertamina Plumpang Jakut (IDN Times/Yosafat Diva Bayu)
Anak-anak yang terdampak kebakaran depo Pertamina Plumpang Jakut (IDN Times/Yosafat Diva Bayu)

Jakarta, IDN Times - Ahli Hukum Pidana Anak Ahmad Sofian mengatakan masih ada keterbatasan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan transaksi elektronik (UU ITE), yang mengatur pelindungan anak di ranah digital.

Pasal soal anak termuat dalam Pasal 16 A berisi aturan terkait penyelenggara sistem elektronik atau PSE, yang wajib memberikan perlindungan bagi anak-anak di platform mereka. Mulai dari batas usia, verifikasi mekanisme pengguna, mekanisme pelaporan pelanggaran hak anak. Namun hal ini masih terbatas, karena ada bentuk perbuatan lain yang bisa memanfaatkan PSE.

“Larangan ini masih sangat terbatas, padahal ada bentuk lain perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain yang memanfaatkan penyelenggara sistem elektronik, misalnya, penyebaran konten yang mengandung kekerasan seksual pada anak yang memanfaatkan penyelenggara sistem elektronik,” kata dia kepada IDN Times, Jumat (12/1/2024).

1. Eksploitasi anak juga jadi tanggung jawab PSE

Koordinator Nasional (End Child Prostitution, Child Pornography) ECPAT Indonesia Ahmad Sofian dalam agenda Media Briefing Catatan Akhir Tahun 2023-Keberlanjutan dalam Menghapus Eksploitasi Seksual Anak, Jumat (29/12/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)
Koordinator Nasional (End Child Prostitution, Child Pornography) ECPAT Indonesia Ahmad Sofian dalam agenda Media Briefing Catatan Akhir Tahun 2023-Keberlanjutan dalam Menghapus Eksploitasi Seksual Anak, Jumat (29/12/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Nantinya ketentuan lebih lanjut soal pasal ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Ahmad Sofyan mengatakan dalam konteks tersebut, revisi UU ITE belum memuat bagaimana PSE bertanggung jawaban saat ada eksploitasi seksual.

“Saya menyarankan agar ketika terjadi eksploitasi seksual anak yang memanfaatkan penyelenggara sistem elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara sistem elektronik,” kata dia.

2. Tidak ada sanksi penjara atau restitusi

Ilustrasi Instagram (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Instagram (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam Pasal 16 B dimuat soal sanksi administratif bagi PSE yang tidak mengindahkan atau menjalankan pelindungan anak di ranah digital. Sanksi yang diberikan adalah bertahap, mulai dari teguran tertulis, denda administratif, penghentian sementara, hingga nantinya akan ada pemutusan akses.

Namun hal ini dikritik Ahmad Sofyan, karena perlu adanya sanksi penjara dan restitusi atau ganti kerugian pada korban anak.

“Jadi seharusnya ada sanksi penjara dan ganti kerugian yang ditujukan pada pelanggaran Pasal 16 A. Jadi Pasal 16 B harus ditambah dengan pertanggung jawaban pidana bagi penyelenggara sistem elektronik dalam bentuk penjara dan restitusi,” kata dia. 

3. Perlu ada ketentuan pidana dan pertanggung jawaban

Ilustrasi Instagram (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Instagram (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurut Ahmad Sofian perlu ada ketentuan pidana yang tegas tentang tanggung jawab pidana dari pelanggaran yang dilakukan PSE, dalam konteks pelindungan anak di ranah digital ini.

Nantinya, tanggung jawab tersebut dibebankan pada PSE.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us