Ahli Pidana: Hak Imunitas Arteria Dahlan Diatur dalam UU MD3

Jakarta, IDN Times - Polda Metro Jaya memutuskan tidak melanjutkan penyelidikan laporan Masyarakat Adat Sunda terkait pernyataan anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan yang menyinggung bahasa Sunda ke tingkat penyidikan.
Alasannya, pernyataan Arteria Dahlan itu disampaikan dalam forum rapat resmi di Komisi III DPR tidak dapat dipidana. Ditambah, politikus PDI Perjuangan itu memiliki hak imunitas sebagai anggota DPR RI.
Ahli Pidana Effendi Saragih menilai pernyataan Arteria Dahlan tidak bermaksud memprovokasi dan merendahkan bahasa Sunda.
“Karena seyogyanya di dalam rapat resmi harus menggunakan bahasa resmi yaitu bahasa Indonesia,” ujar Effendi lewat keterangan tertulisnya, Senin (7/2/2022).
1. Hak imunitas diatur dalam UU MD3

Effendi menjelaskan, dalam pembuktian formil, anggota dewan bebas dan berhak mengungkapkan pendapat pada saat rapat resmi. Sebab, itu sesuai dengan hak yang dimiliki yaitu hak imunitas anggota DPR RI.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 224 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3.
"Pembuktian materiil, tidak terdapat kata-kata yang mengarah ke ujaran kebencian karena maksud dalam kata-kata tersebut yaitu walaupun ada kedekatan emosional tidak perlu menggunakan bahasa daerah pada saat rapat," ucapnya.
2. Lemkapi dukung penghentian kasus Arteria Dahlan sesuai hukum

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan meminta Polri berhati-hati menangani kasus Arteria Dahlan. Menurutnya, kasus tersebut juga sarat kepentingan politik.
Edi meminta Polri konsisten dan tegas tidak melanjutkan kasus Arteria Dahlan dalam pernyataanya yang mempermasalahkan penggunaan bahasa Sunda oleh kejaksaan tinggi.
“Harus diipahami bahwa Arteria Dahlan menyampaikan pendapatnya dalam kapasitasnya sebagai anggota Komisi III DPR dan kita tahu sesuai undang-undang, DPR memiliki hak imunitas sesuai dengan pasal 20 ayat 3 UUD 1945 dan Pasal 224 UU MD3,” ujar Edi.
3. Hak imunitas Arteria Dahlan disebut mutlak

Menurut pakar hukum kepolisian Universitas Bhayangkara Jakarta ini, setiap anggota DPR yang menjalankan tugasnya tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakanya, baik secara lisan atau tertulis dalam rapat DPR atau di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.
Sesuai UU, menurut doktor hukum pidana ini, hak yang dimiliki anggota DPR mutlak.
“Hak imunitas bukan sekadar norma yang ada dalam konstitusi, tapi sifatnya menurut pandangan kami sangat mutlak,” kata Edi.
4. Pelapor sebut hak imunitas Arteria Dahlan berlebihan

Salah satu pelapor Arteria Dahlan, Ketua Umum Presidium Poros Nusantara Urip Haryanto menyayangkan sikap Polda Metro yang tak mampu mencermati laporannya terhadap anggota Komisi III DPR itu.
“Imunisasi yang berlebihan terhadap bayi, akan menimbulkan disabilitas pada struktur tubuh balita. Demikian juga imunitas yang tanpa batas terhadap DPR, akan menimbulkan disabilitas terhadap fungsi struktur kelola tatanegara,” ujar Urip kepada IDN Times, Jumat (4/2/2022).
Urip menjelaskan, aduan terhadap Arteria tidak hanya soal dugaan melanggar UU ITE, namun juga dugaan pelanggaran Pasal 32 ayat 2 UUD 1945 dan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dugaan pelanggaran HAM, serta dugaan ujaran kebencian yang dapat menimbulkan disintegrasi bangsa.
“Jika hanya di ukur dari UU ITE, itu berarti ada yang gagal memahami perkara pengaduan kami,” ujar Urip.
Polda Metro juga menyerahkan kasus Arteria Dahlan kepada Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Menurut Urip, hal tersebut keliru lantaran MKD hanya memproses secara etik.
“Melapor ke MKD itu untuk dugaan pelanggaran Kode Etiknya DPR, tetapi pelaporan kami ke Polda, adalah adanya dugaan pelanggaran tindak pidana, Pasal 156 KUHP juga,” kata Urip.