Anggota DPR: Ralat Mutasi Tunjukkan TNI Mudah Digoyah Urusan Politik

- Mutasinya ditangguhkan, Letjen Kunto Arief Wibowo menjadi sorotan publik
- Anggota DPR menilai mutasi TNI dipengaruhi urusan politik, meragukan profesionalisme TNI
- Pihak Mabes TNI membantah mutasi disebabkan permintaan pribadi, alasan dibalik mutasi adalah profesional semata
Jakarta, IDN Times - Anggota komisi I DPR, TB Hasanuddin angkat bicara soal ralat mutasi yang dilakukan oleh Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto terhadap sejumlah perwira tinggi. Salah satu perwira tinggi TNI yang ditangguhkan mutasinya adalah putra eks Wakil Presiden Try Sutrisno, Letjen Kunto Arief Wibowo.
Alhasil, penangguhan mutasi itu menjadi tanda tanya publik. Apakah Letjen Kunto sempat digeser menjadi Staf Khusus Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) karena ayahnya ikut meneken pernyataan agar wapres berkuasa ikut dimakzulkan.
Dalam pandangan Hasanuddin, ralat mutasi terhadap Letjen Kunto menandakan TNI mudah digoyah oleh urusan-urusan politik. "Padahal, ini tak boleh terjadi. Pergantian Letjen Kunto Arief yang beberapa hari kemudian dibatalkan melalui surat keputusan baru menunjukkan TNI mudah dipengaruhi urusan politik," ujar Hasanuddin di dalam keterangan tertulis pada Sabtu (3/5/2025).
Alhasil, profesionalisme TNI di mata publik mulai diragukan. Ia menilai seolah-olah keputusan yang diambil oleh Jenderal Agus didasari oleh kepentingan tertentu.
"Mutasi prajurit aktif tidak seharusnya dipengaruhi oleh opini masyarakat sipil atau tekanan politik. Ini preseden buruk bagi profesionalisme TNI," katanya.
1. Anggota DPR ingatkan mutasi tak boleh atas permintaan individu tertentu

Lebih lanjut, purnawirawan jenderal bintang dua itu menilai mutasi di tubuh TNI seharusnya didasarkan pada kebutuhan organisasi. Bukan karena permintaan pribadi.
"TNI adalah alat negara, bukan alat politik. Jadi, mutasi harus bersandar pada pertimbangan obyektif dan strategis demi kepentingan organisasi, bukan demi memenuhi kepentingan pribadi. Jangan diombang-ambingkan oleh tekanan seperti ini,” kata Hasanuddin.
Perubahan mutasi yang cepat itu dikhawatirkan bisa mempengaruhi tingkat kepercayaan publik ke instansi TNI. Sehingga, seharusnya sejak awal Panglima TNI menolak mutasi Letjen Kunto Arief.
"Kepemimpina seperti ini patut dievaluasi," tutur dia.
2. Mabes TNI bantah ralat mutasi Letjen Kunto terkait pernyataan purnawirawan

Sementara, ketika ditanya apakah pembatalan mutasi Letjen Kunto disebabkan peristiwa pernyataan dari forum purnawirawan TNI yang salah satunya meminta agar wakil presiden diberhentikan, Mabes TNI menepisnya.
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Brigjen TNI Kristomei Sianturi mengatakan pembatalan mutasi dan rotasi tersebut didasari alasan profesional semata. Bukan lantaran ayah Letjen Kunto turut serta membubuhkan tanda tangan di pernyataan bersama forum purnawirawan TNI. Letjen Kunto diketahui merupakan salah satu putra dari eks Wakil Presiden Try Sutrisno.
"Jadi sama sekali tidak terkait dengan hal-hal lain. Yang namanya surat keputusan diputuskan lewat sidang Wanjakti. Di situ semua kepala staf angkatan ikut, asintel juga ikut, dan ada pertimbangan-pertimbangan kenapa orang ini harus bergeser atau diberhentikan. Termasuk kenapa ini bisa bergeser dan mengapa yang ini tidak," ujar Kristomei ketika memberikan keterangan pers secara virtual pada Jumat malam.
3. Tujuh perwira tinggi tidak bisa digeser karena masih ada penugasan lain

Kristomei juga mengakui ada enam perwira tinggi lainnya selain Letjen Kunto Arief yang mutasinya ditangguhkan. Ia mengatakan hal itu disebabkan ada permintaan dari organisasi sebelumnya yang masih membutuhkan keahlian mereka.
"Sesuai dengan perkembangan situasi dan ancaman saat ini. Sehingga Panglima TNI dan kepala staf memutuskan untuk menangguhkan gerbong yang ini dan digantikan oleh gerbong lain yang belum bergeser," ujar Kristomei.
Sementara, Laksamana Muda Hersan ikut tidak bisa bergeser karena ia semula dipilih oleh Panglima TNI untuk menggantikan Letjen Kunto sebagai Pangkogabwilhan I. Sebelumnya, Laksda Hersan menjabat sebagai Pangkoarmada III.
Kristomei juga menyebut, pergeseran yang terkesan mendadak itu juga sudah melalui proses sidang dewan jabatan dan kepangkatan tertinggi (Wanjakti). "Kan di bulan Mei dan Juni ada yang pensiun, Juli juga ada yang pensiun. Sehingga, Wanjakti itu sudah merapatkan siapa-siapa saja yang harus pensiun," imbuhnya.