Anies Dianggap Gegabah Revisi UMP, DPRD DKI Segera Panggil Disnaker

Jakarta, IDN Times - Komisi B DPRD DKI Jakarta akan memanggil Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI, Senin, 27 Desember 2021, terkait revisi Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2022.
“Sudah kami jadwalkan, kami mau panggil Senin depan,” kata Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta, Pandapotan Sinaga, seperti dilansir ANTARA, Rabu (22/12/2021).
1. Anies dinilai gegabah menaikkan UMP DKI Jakarta

Pandapotan mengatakan Keputusan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, merevisi UMP dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen, dinilai gegabah. Hal ini memicu kegaduhan antara pengusaha dan buruh.
Lebih lanjut, Pandapotan mengatakan, dalam memutuskan UMP ada tiga pihak yang dilibatkan atau tripartit yakni pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.
“Maksud saya kenapa gegabah, kenapa tidak ada kajian waktu ambil keputusan di awalnya? Oke dia revisi sekarang ini, dia keluarkan angka, komunikasikan dulu dong dengan pengusaha sama pekerja," ucap politikus PDIP itu.
2. Pengusaha sebut belum diajak diskusi

Sebelumnya, Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta dari unsur pengusaha mengaku tak dilibatkan Gubernur Anies Baswedan dalam keputusan revisi nilai Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen.
“Untuk yang revisi ini kita belum diundang, dan kita belum bersidang,” terang Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta Heber Lalo Simbolon dari unsur pengusaha saat dihubungi IDN Times.
Heber menerangkan, dalam memutuskan UMP, dewan pengupahan dari berbagai unsur diundang dan diajak berdiskusi. Nantinya, ada dua angka yang diajukan dari unsur pengusaha dan juga buruh.
“Jadi dewan pengupahan bersidang, keputusan kami juga sering tidak satu keputusan. Selalu ada dua angka, pemberi kerja ajukan sekian pengusaha sekian. Tapi diajuin. Ada diskusi,” kata dia.
3. Dewan Pengupahan menduga keputusan Anies merevisi UMP karena putusan MK

Lebih lanjut, Heber menduga, keputusan Anies merevisi UMP lantaran adanya keputusan terbaru dari Mahkamah Konstitusi (MK) soal UU Nomor 11 Tahun 2020, tentang Cipta Kerja yang inkonstitusional.
“Sebagai gubernur, perpanjangan tangan pemerintah pusat. Dia sudah mengikuti PP 36 2021 (yang merupakan turunan dari UU Ciptaker). Sudah nurut beliau sesuai dengan pemerintah pusat. Namun, karena situasi (UU Ciptaker di MK) dia menerima aspirasi dari pekerjanya,” ujar dia.
Adapun, hingga hari ini, pihak dewan pengupahan belum mendapatkan surat resmi terkait keputusan merevisi UMP tersebut.